Mata Kuliah : Komputer Dosen : Drs. Ilpi Zukdi,M.Pd
Semester : Genap 2007/2008 Hari/tgl : Selasa/29-7- 2008
Waktu : 90 menit
Ketik tulisan di bawah ini sesuai konsep
BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Belajar lagi, belajar lagi........bosan ahh.......!", gerutu sebagian besar anak-anak saat disuruh belajar. Biasanya mereka juga tidak langsung menurut bila disuruh belajar, tapi berusaha menghindar dengan berbagai alasan. Mereka lebih tertarik untuk bermain atau menonton Doraemon atau mengikuti berbagai kegiatan lain daripada harus belajar. Bukan hanya ini saja kesulitan yang dihadapi orangtua. Sejak pagi hari orangtua sudah cukup dibuat repot saat membangunkan anak-anak untuk sekolah, tugas yang barangkali lebih sulit daripada pekerjaan di kantor.
Saya ingat pengalaman saya sendiri semasih kecil dulu, orangtua harus membangunkan saya berulang kali hingga saya benar-benar beranjak dari tempat tidur. Karena harus mengantri kamar mandi, sambil menunggu biasanya saya tertidur lagi. Kadang-kadang dalam keadaan baru bangun kesadaran masih belum penuh sehingga gerakan pun serba lambat, sedangkan ibu dalam kepanikannya harus mengurus banyak hal, seperti menyiapkan sarapan dan bekal untuk suami dan anak-anak serta berbagai hal kecil lainnya. Harus diakui bahwa tugas membangunkan anak untuk sekolah paling banyak menyita waktu, energi, dan emosi orangtua.
Selain pengamatan umum tentang ketidaksukaan anak terhadap kegiatan belajar ini, ada pula dukungan survai yang dilakukan oleh Tony Buzan. Tiga puluh tahun lamanya ia melakukan penelitian yang berkaitan dengan asosiasi seseorang terhadap kata "belajar". Waktu ditanyakan kepada responden kesan apa yang muncul dalam pikiran mereka saat mendengar kata "pendidikan" atau "belajar", jawabannya adalah "membosankan", "ujian", "pekerjaan rumah", "buang-buang waktu", "hukuman", tidak relevan", "tahanan", 'idih'....., "benci dan takut".
Dapat disimpulkan bahwa belajar dan sekolah bukanlah hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Padahal saat anak-anak belum cukup umur, mereka merengek-rengek mau ikut sekolah bersama kakaknya. Mereka juga senang menulis dan menggambar atau membuka-buka buku walaupun belum mengerti isinya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak-anak kita ini? Apakah karena belajar telah menjadi semacam pemaksaan dan beban saat anak mulai bersekolah sehingga keasyikan mereka menguasai keterampilan menjadi hilang?
APAKAH BELAJAR ITU?
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar, seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Ada empat area yang disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
1. Citra diri dan perkembangan kepribadian
2. Latihan keterampilan hidup
3. Cara berpikir atau pola pikir
4. Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik.
Selain itu ada satu area lagi yang menurut penulis sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan.
Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; "Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian." Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka bereksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja.
Anak-anak juga cenderung bertanya tentang segala hal yang tampak baru bagi mereka. Untuk itu dibutuhkan kesabaran orangtua untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka. adalah kurang bijaksana jika orangtua menanggapi pertanyaan anak dengan mengatakan; "Sudah, kamu anak kecil nggak usah tanya-tanya, bawel amat, sih, "atau; "Kamu masih kecil, nanti sudah besar juga akan tahu sendiri." Dalam hal ini orangtua sebenarnya sedang mematikan rasa ingin tahu anak. Padahal rasa ingin tahu ini adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar.
Ada orangtua yang beraksi dengan cara lain, yaitu dengan tidak menghiraukan atau mendiamkan anak, atau hanya menjawab seadanya agar anak segera berhenti bertanya. Pola asuh yang demikian tentu tidak mendukung metoda CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang berusaha diterapkan di sekolah-sekolah sekarang ini. Sadar atau tidak, pola asuh orangtua atau cara guru mengajar memiliki andil dalam membentuk anak-anak kita menjadi aktif atau pasif. Bagi anak, bertanya merupakan modal dasar mereka untuk belajar.
Selain itu, anak juga banyak belajar dengan cara meniru orang dewasa. Mereka mencontoh orang dewasa dengan melihat dan mengamati, atau dengan mendengar. Karena itulah, kita tidak usah heran mendengar anak kita tiba-tiba mengucapkan kata-kata makian atau kata kasar yang tidak pernah kita ajarkan. Mungkin mereka mendengar makian itu dari pembantu, dari televisi, atau dari kita sendiri. Saat anak mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, saat itu juga orangtua perlu memberi penjelasan tentang arti kata-kata tersebut beserta dampaknya dan berusaha mengoreksinya.
Catatan: Ujian di Labor Komputer
Tidak ada komentar:
Posting Komentar