Peneliti akan melakukan penelitian dengan judul :" Pengaruh gaya mengajar guru terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa kelas II SMA Muhammadiyah di Kota Padang". Dari judul ini tentukanlah hal-hal sebagai berikut :
1. Jumlah variabel dan mana variabel bebas dan terikatnya
2. Rumusan masalah dan pertanyaan penelitian
3. Tujuan penelitian
4. Hipotesa penelitian
5. Paradigma penelitian
6. Bila jumlah siswa Kls II SMA M1 80 orang, SMA M 2 = 123 orang dan SMA M 3 = 75 orang, tentukan populasi dan cara penarikan serta jumlah sampel pada setiap sekolah
7. Alat pengumpulan data
laman
Senin, 04 Agustus 2008
Jumat, 25 Juli 2008
Soal Media Pendidikan
Mata Kuliah : Media Pendidikan Dosen : Drs. Ilpi Zukdi,M.Pd
Waktu : 90 menit Drs . Yunardi,M.Pd
Hari/tanggal : Kamis/31-7-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
1. Jika mengajar dipandang sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan terencana yang mengusakan terjadinya proses belajar pada diri seseorang, maka guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Belajar juga dapat terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan.
Apakah pernyataan di atas menurut saudara benar atau salah. Berikan argumentasi sdr
2. Apakah menurut sdr media dapat memotivasi siswa untuk belajar, jelaskan dengan alasannya
3. Jika sdr mengajar di tempat terpencil yang belum memiliki fasilitas penerangan listrik, media apa saja yang cocok sdr pakai
4. Buatlah kalimat untuk poster yang mendorong siswa untuk belajar
Waktu : 90 menit Drs . Yunardi,M.Pd
Hari/tanggal : Kamis/31-7-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
1. Jika mengajar dipandang sebagai kegiatan atau proses yang terarah dan terencana yang mengusakan terjadinya proses belajar pada diri seseorang, maka guru bukanlah satu-satunya sumber belajar. Belajar juga dapat terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan.
Apakah pernyataan di atas menurut saudara benar atau salah. Berikan argumentasi sdr
2. Apakah menurut sdr media dapat memotivasi siswa untuk belajar, jelaskan dengan alasannya
3. Jika sdr mengajar di tempat terpencil yang belum memiliki fasilitas penerangan listrik, media apa saja yang cocok sdr pakai
4. Buatlah kalimat untuk poster yang mendorong siswa untuk belajar
Senin, 21 Juli 2008
Ujian Ketrampilan Komputer
Mata Kuliah : Komputer Dosen : Drs. Ilpi Zukdi,M.Pd
Semester : Genap 2007/2008 Hari/tgl : Selasa/29-7- 2008
Waktu : 90 menit
Ketik tulisan di bawah ini sesuai konsep
BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Belajar lagi, belajar lagi........bosan ahh.......!", gerutu sebagian besar anak-anak saat disuruh belajar. Biasanya mereka juga tidak langsung menurut bila disuruh belajar, tapi berusaha menghindar dengan berbagai alasan. Mereka lebih tertarik untuk bermain atau menonton Doraemon atau mengikuti berbagai kegiatan lain daripada harus belajar. Bukan hanya ini saja kesulitan yang dihadapi orangtua. Sejak pagi hari orangtua sudah cukup dibuat repot saat membangunkan anak-anak untuk sekolah, tugas yang barangkali lebih sulit daripada pekerjaan di kantor.
Saya ingat pengalaman saya sendiri semasih kecil dulu, orangtua harus membangunkan saya berulang kali hingga saya benar-benar beranjak dari tempat tidur. Karena harus mengantri kamar mandi, sambil menunggu biasanya saya tertidur lagi. Kadang-kadang dalam keadaan baru bangun kesadaran masih belum penuh sehingga gerakan pun serba lambat, sedangkan ibu dalam kepanikannya harus mengurus banyak hal, seperti menyiapkan sarapan dan bekal untuk suami dan anak-anak serta berbagai hal kecil lainnya. Harus diakui bahwa tugas membangunkan anak untuk sekolah paling banyak menyita waktu, energi, dan emosi orangtua.
Selain pengamatan umum tentang ketidaksukaan anak terhadap kegiatan belajar ini, ada pula dukungan survai yang dilakukan oleh Tony Buzan. Tiga puluh tahun lamanya ia melakukan penelitian yang berkaitan dengan asosiasi seseorang terhadap kata "belajar". Waktu ditanyakan kepada responden kesan apa yang muncul dalam pikiran mereka saat mendengar kata "pendidikan" atau "belajar", jawabannya adalah "membosankan", "ujian", "pekerjaan rumah", "buang-buang waktu", "hukuman", tidak relevan", "tahanan", 'idih'....., "benci dan takut".
Dapat disimpulkan bahwa belajar dan sekolah bukanlah hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Padahal saat anak-anak belum cukup umur, mereka merengek-rengek mau ikut sekolah bersama kakaknya. Mereka juga senang menulis dan menggambar atau membuka-buka buku walaupun belum mengerti isinya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak-anak kita ini? Apakah karena belajar telah menjadi semacam pemaksaan dan beban saat anak mulai bersekolah sehingga keasyikan mereka menguasai keterampilan menjadi hilang?
APAKAH BELAJAR ITU?
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar, seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Ada empat area yang disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
1. Citra diri dan perkembangan kepribadian
2. Latihan keterampilan hidup
3. Cara berpikir atau pola pikir
4. Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik.
Selain itu ada satu area lagi yang menurut penulis sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan.
Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; "Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian." Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka bereksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja.
Anak-anak juga cenderung bertanya tentang segala hal yang tampak baru bagi mereka. Untuk itu dibutuhkan kesabaran orangtua untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka. adalah kurang bijaksana jika orangtua menanggapi pertanyaan anak dengan mengatakan; "Sudah, kamu anak kecil nggak usah tanya-tanya, bawel amat, sih, "atau; "Kamu masih kecil, nanti sudah besar juga akan tahu sendiri." Dalam hal ini orangtua sebenarnya sedang mematikan rasa ingin tahu anak. Padahal rasa ingin tahu ini adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar.
Ada orangtua yang beraksi dengan cara lain, yaitu dengan tidak menghiraukan atau mendiamkan anak, atau hanya menjawab seadanya agar anak segera berhenti bertanya. Pola asuh yang demikian tentu tidak mendukung metoda CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang berusaha diterapkan di sekolah-sekolah sekarang ini. Sadar atau tidak, pola asuh orangtua atau cara guru mengajar memiliki andil dalam membentuk anak-anak kita menjadi aktif atau pasif. Bagi anak, bertanya merupakan modal dasar mereka untuk belajar.
Selain itu, anak juga banyak belajar dengan cara meniru orang dewasa. Mereka mencontoh orang dewasa dengan melihat dan mengamati, atau dengan mendengar. Karena itulah, kita tidak usah heran mendengar anak kita tiba-tiba mengucapkan kata-kata makian atau kata kasar yang tidak pernah kita ajarkan. Mungkin mereka mendengar makian itu dari pembantu, dari televisi, atau dari kita sendiri. Saat anak mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, saat itu juga orangtua perlu memberi penjelasan tentang arti kata-kata tersebut beserta dampaknya dan berusaha mengoreksinya.
Catatan: Ujian di Labor Komputer
Semester : Genap 2007/2008 Hari/tgl : Selasa/29-7- 2008
Waktu : 90 menit
Ketik tulisan di bawah ini sesuai konsep
BELAJAR YANG MENYENANGKAN
Belajar lagi, belajar lagi........bosan ahh.......!", gerutu sebagian besar anak-anak saat disuruh belajar. Biasanya mereka juga tidak langsung menurut bila disuruh belajar, tapi berusaha menghindar dengan berbagai alasan. Mereka lebih tertarik untuk bermain atau menonton Doraemon atau mengikuti berbagai kegiatan lain daripada harus belajar. Bukan hanya ini saja kesulitan yang dihadapi orangtua. Sejak pagi hari orangtua sudah cukup dibuat repot saat membangunkan anak-anak untuk sekolah, tugas yang barangkali lebih sulit daripada pekerjaan di kantor.
Saya ingat pengalaman saya sendiri semasih kecil dulu, orangtua harus membangunkan saya berulang kali hingga saya benar-benar beranjak dari tempat tidur. Karena harus mengantri kamar mandi, sambil menunggu biasanya saya tertidur lagi. Kadang-kadang dalam keadaan baru bangun kesadaran masih belum penuh sehingga gerakan pun serba lambat, sedangkan ibu dalam kepanikannya harus mengurus banyak hal, seperti menyiapkan sarapan dan bekal untuk suami dan anak-anak serta berbagai hal kecil lainnya. Harus diakui bahwa tugas membangunkan anak untuk sekolah paling banyak menyita waktu, energi, dan emosi orangtua.
Selain pengamatan umum tentang ketidaksukaan anak terhadap kegiatan belajar ini, ada pula dukungan survai yang dilakukan oleh Tony Buzan. Tiga puluh tahun lamanya ia melakukan penelitian yang berkaitan dengan asosiasi seseorang terhadap kata "belajar". Waktu ditanyakan kepada responden kesan apa yang muncul dalam pikiran mereka saat mendengar kata "pendidikan" atau "belajar", jawabannya adalah "membosankan", "ujian", "pekerjaan rumah", "buang-buang waktu", "hukuman", tidak relevan", "tahanan", 'idih'....., "benci dan takut".
Dapat disimpulkan bahwa belajar dan sekolah bukanlah hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Padahal saat anak-anak belum cukup umur, mereka merengek-rengek mau ikut sekolah bersama kakaknya. Mereka juga senang menulis dan menggambar atau membuka-buka buku walaupun belum mengerti isinya. Sebenarnya apa yang terjadi dengan anak-anak kita ini? Apakah karena belajar telah menjadi semacam pemaksaan dan beban saat anak mulai bersekolah sehingga keasyikan mereka menguasai keterampilan menjadi hilang?
APAKAH BELAJAR ITU?
Belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang bersifat menetap melalui serangkaian pengalaman. Belajar tidak sekadar berhubungan dengan buku-buku yang merupakan salah satu sarana belajar, melainkan berkaitan pula dengan interaksi anak dengan lingkungannya, yaitu pengalaman. Hal yang penting dalam belajar adalah perubahan perilaku, dan itu menjadi target dari belajar. Dengan belajar, seseorang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa. Kita perlu memperluas pemahaman tentang belajar tidak hanya pada pengetahuan yang bersifat konseptual, melainkan juga hal-hal yang menyangkut keterampilan serta sikap pribadi yang mempengaruhi perilaku seseorang. Ada empat area yang disentuh berkenaan dengan belajar yaitu:
1. Citra diri dan perkembangan kepribadian
2. Latihan keterampilan hidup
3. Cara berpikir atau pola pikir
4. Kompetensi atau kemampuan yang bersifat akademik, fisik, dan artistik.
Selain itu ada satu area lagi yang menurut penulis sangat penting yaitu area yang bersifat rohani, yang menyangkut pengenalan seseorang terhadap Tuhan.
Tony Buzan, seorang psikolog dari Inggris, mengatakan demikian; "Pada saat seorang anak dilahirkan, ia sebetulnya benar-benar brilian." Sebab itu, adalah salah jika orangtua beranggapan anaknya bodoh. Bila ia dikatakan bodoh, maka kemungkinan ia akan menjadi bodoh. Saran yang diberikan adalah agar anak mendapatkan sebanyak mungkin latihan fisik yang menggunakan tangan dan kaki seperti merangkak, memanjat, dan sebagainya. Orangtua perlu memberi kesempatan pada anak-anak untuk belajar dari kesalahan, yaitu melalui trial and error (coba-salah). Anak-anak suka bereksperimen, mencipta, dan mencari tahu cara bekerjanya sesuatu. Mereka juga suka pada tantangan. Sebab itu penting bagi orangtua untuk memperluas dunia anak mereka, tidak terbatas hanya di rumah saja.
Anak-anak juga cenderung bertanya tentang segala hal yang tampak baru bagi mereka. Untuk itu dibutuhkan kesabaran orangtua untuk mendengarkan dan menjawab pertanyaan mereka. adalah kurang bijaksana jika orangtua menanggapi pertanyaan anak dengan mengatakan; "Sudah, kamu anak kecil nggak usah tanya-tanya, bawel amat, sih, "atau; "Kamu masih kecil, nanti sudah besar juga akan tahu sendiri." Dalam hal ini orangtua sebenarnya sedang mematikan rasa ingin tahu anak. Padahal rasa ingin tahu ini adalah hal yang sangat penting dalam proses belajar.
Ada orangtua yang beraksi dengan cara lain, yaitu dengan tidak menghiraukan atau mendiamkan anak, atau hanya menjawab seadanya agar anak segera berhenti bertanya. Pola asuh yang demikian tentu tidak mendukung metoda CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) yang berusaha diterapkan di sekolah-sekolah sekarang ini. Sadar atau tidak, pola asuh orangtua atau cara guru mengajar memiliki andil dalam membentuk anak-anak kita menjadi aktif atau pasif. Bagi anak, bertanya merupakan modal dasar mereka untuk belajar.
Selain itu, anak juga banyak belajar dengan cara meniru orang dewasa. Mereka mencontoh orang dewasa dengan melihat dan mengamati, atau dengan mendengar. Karena itulah, kita tidak usah heran mendengar anak kita tiba-tiba mengucapkan kata-kata makian atau kata kasar yang tidak pernah kita ajarkan. Mungkin mereka mendengar makian itu dari pembantu, dari televisi, atau dari kita sendiri. Saat anak mengucapkan kata-kata kasar seperti itu, saat itu juga orangtua perlu memberi penjelasan tentang arti kata-kata tersebut beserta dampaknya dan berusaha mengoreksinya.
Catatan: Ujian di Labor Komputer
Sosiologi Pendidikan
Mata Kuliah : Sosiologi Pendidikan
Semester : Genap 2007/2008
Waktu : 90 menit
Hari/tgl : Jumat/01-08-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
Soal
1. Jelaskan latar belakang lahirnya sosiologi pendidikan dan apa yang dimaksud dengan sosiologi pendidikan
2. Bagaimana hubungan sosiologi pendidikan dengan psikologi pendidikan
3. Jelaskan teori sosiologi yang diterapkan dalam bidang pendidikan
4. Bagaimana sekolah bisa berfungsi sebagai tempat sosiologi
5. Jelaskan faktor penyebab terjadinya perubahan sosial
Semester : Genap 2007/2008
Waktu : 90 menit
Hari/tgl : Jumat/01-08-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
Soal
1. Jelaskan latar belakang lahirnya sosiologi pendidikan dan apa yang dimaksud dengan sosiologi pendidikan
2. Bagaimana hubungan sosiologi pendidikan dengan psikologi pendidikan
3. Jelaskan teori sosiologi yang diterapkan dalam bidang pendidikan
4. Bagaimana sekolah bisa berfungsi sebagai tempat sosiologi
5. Jelaskan faktor penyebab terjadinya perubahan sosial
Statistik Pendidikan
Mata Kuliah : Statistik
Semester : Genap 2007/2008
Waktu : 90 menit
Hari/Tgl : Sabtu/02-08-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
Soal
Berdasarkan tabel 19 kerjakanlah hal-hal sebagai berikut :
1. Carilah frekuensi meningkat dari atas, frekuensi meningkat dari bawah dan frekuensi meningkat dari bawah dalam porsentase
2. Buatlah grafik histogram berdasarkan tabel di atas
3. Tentukan mean, mode dan median berdasarkan tabel
4. Cari dan tentukan kwartil berdasarkan tabel
Semester : Genap 2007/2008
Waktu : 90 menit
Hari/Tgl : Sabtu/02-08-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
Soal
Berdasarkan tabel 19 kerjakanlah hal-hal sebagai berikut :
1. Carilah frekuensi meningkat dari atas, frekuensi meningkat dari bawah dan frekuensi meningkat dari bawah dalam porsentase
2. Buatlah grafik histogram berdasarkan tabel di atas
3. Tentukan mean, mode dan median berdasarkan tabel
4. Cari dan tentukan kwartil berdasarkan tabel
Metodologi Penelitian
Mata Kuliah : Met Penelitian Pendidikan
Semester : Genap 2007/2008
Waktu : 90 menit
Semester : Genap 2007/2008
Waktu : 90 menit
Hari/Tgl : Sabtu/2-8-2008
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
Soal
Seorang peneliti merencanakan mengadakan penelitian dengan judul : “ HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG ISMUBA, MOTIVASI MENGIKUTI KULIAH ISMUBA TERHADAP AKTIVITAS KULIAH MAHASISWA SEMESTER VIII UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT. Dari judul penelitian ini tentukan hal-hal sebagai berikut :
1. Berapa variabel yang terkandung dalam judul di atas dan tentukan variabel bebas dan variabel terikatnya
2. Buat rumusan masalah dan pertanyaan penelitian
3. Rumuskan tujuan penelitiannya
4. Rumuskan hipotesa penelitian
5. Gambarkan paradigma penelitian
6. Bila Jumlah mahasiswa FAI 70 orang, Fak kehutanan 55 orang, Fak. Teknik 40 orang, Fak. Hukum 135 orang, FKIP 85 orang, Fak. Kesehatan&MIPA 75 orang, Fak. Pertanian 28 orang dan Fak. Ekonomi 90 orang, tentukan populasi dan jumlah sampel pada masing-masing fakultas
7. Tentukan alat pengumpul data
Jawablah pertanyaan berikut dengan jelas
Soal
Seorang peneliti merencanakan mengadakan penelitian dengan judul : “ HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TENTANG ISMUBA, MOTIVASI MENGIKUTI KULIAH ISMUBA TERHADAP AKTIVITAS KULIAH MAHASISWA SEMESTER VIII UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT. Dari judul penelitian ini tentukan hal-hal sebagai berikut :
1. Berapa variabel yang terkandung dalam judul di atas dan tentukan variabel bebas dan variabel terikatnya
2. Buat rumusan masalah dan pertanyaan penelitian
3. Rumuskan tujuan penelitiannya
4. Rumuskan hipotesa penelitian
5. Gambarkan paradigma penelitian
6. Bila Jumlah mahasiswa FAI 70 orang, Fak kehutanan 55 orang, Fak. Teknik 40 orang, Fak. Hukum 135 orang, FKIP 85 orang, Fak. Kesehatan&MIPA 75 orang, Fak. Pertanian 28 orang dan Fak. Ekonomi 90 orang, tentukan populasi dan jumlah sampel pada masing-masing fakultas
7. Tentukan alat pengumpul data
Minggu, 13 Juli 2008
Jumat, 11 April 2008
Dakwah Melalui Multi Media
DAKWAH MELALUI MULTI MEDIA
Oleh Ilpi Zukdi*
Pendahuluan
Latar belakang lahirnya Muhammadiyah pada dasarnya di dorong oleh dua faktor penting yaitu : Pertama sebagai realisasi melaksanakan perintah Allah Swt dalam Alqur-an untuk membangun jama’ah guna melaksanakan dakwah Islam amar Makruf nahi munkar. Kedua untuk melepaskan masyarakat dari jeratan berbagai keterbelakangan. Keterbelakangan harta dalam bentuk kemiskinan, keterbelakangan iman dalam wujud terbelenggu oleh takhayul, bid’ah dan khurafat, keterbelakangan ilmu dalam bentuk kebodohan, dan keterbelakangan identitas dalam bentuk rendah diri terhadap bangsa-bangsa lain.
Dengan demikian missi organisasi Muhammadiyah kemasyarakat dilaksanakan dalam bentuk dakwah, apakah itu dakwah bil hal, dakwah bil lisan dan dakwah bil kitabah. Ketiga bentuk dakwah ini semakin hari terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat.
Tidak dapat dimungkiri paling tidak untuk kasus Sumatera Barat maka porsi dakwah yang dilaksanakan selama ini lebih menekankan kepada dakwah bil lisan, artinya secara kuantitatif perkembangan para da”i Muhammadiyah semakin meningkat, akan tetapi dalam dakwah bil kitabah kalaulah dikatakan tidak ada akan tetapi masih terbatas sekali.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam teknologi informasi, maka salah satu tantangan para da’i adalah berdakwah melalui multi media. Salah satu media yang sangat cepat perkembangannya dan mendunia adalah internet. Oleh karena itu pembahasan makalah ini akan dititik beratkan kepada media yang satu ini.
Pengertian
Untuk menjelaskan skop pembahasan dalam makalah ini, maka terlebih dahulu diterangkan definisi dakwah dan multimedia. Secara bebas Dakwah dapat didefinisikan dengan usaha menyampaikan, mengajak atau menyeru manusia untuk mengenali Islam, menerima dan menghayatinya yang dilaksanakan sesuai kaedah, cara dan pendekatan tertentu'.
Secara etimologis dakwah bermakna ajakan, sedangkan dalam terminologi artinya adalah menggunakan akal pikiran dalam rangka menyelematkan manusia dari rasa jauh dan lupa terhadap Allah Swt agar menjadi dekat dan ingat, dengan berbagai sarana dan metode
Sedangkan multimedia dapat dikatakan yaitu : 'Penggunaan dua atau lebih jenis/bentuk media (video bergerak, audio, gambar, grafik, animasi, teks dan sebagainya) untuk menyampaikan seruan'.
Jadi, apabila membicarakan mengenai berdakwah melalui multi media artinya adalah bagaimana menggunakan multi media sebagai salah satu sarana dakwah kepada masyarakat.
Dakwah Multi Media
A. Eksistensi Dakwah dalam Islam
Urgensi dakwah dalam Islam dapat ditinjau dari beberapa sudut, diantaranya dari sejarah awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Saw pembawa risalah Allah. Secara global dakwah Islamiyah pada zaman Rasul dapat dikategorikan kepada empat tahapan : pertama dakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah ini dilaksanakan Nabi selama tiga tahun. Kedua dakwah secara terang-terangan hanya dengan lisan saja. Dakwah ini berlangsung sampai hijrah Rasulullah. Ketiga dakwah secara terang-terangan sekaligus memerangi kaum musyrik yang berlaku zalim dan menantang untuk berperang. Fase ini berlangsung sampai perjanjian perdamaian hudaibiyah. Keempat dakwah secara terang-terangan sekaligus memerangi setiap orang yang menolak untuk masuk Islam dan mencoba menghalau aktifitas dakwah dan proses ini berlanjut sampai tegaknya syari’at dan timbulnya hukum jihad dalam Islam.
Pasca wafatnya Rasul tongkat estafet perjuangan beliau dalam menyebarkan risalah suci ini dilanjutkan oleh para sahabatnya seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, kemudian oleh para Tabi’in dan tabi’at tabi’in dan seterusnya.
Jika aktifitas dakwah ditinjau dari sumber teks-teks syariat, maka akan ditemukan natijah yang sama atau bahkan akan semakin tampak kedudukunnya. Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menyinggung hal ini. Diantaranya adalah ayat ” Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang benar dan mencegah dari yang munkar. Pada kesempatan lain Allah berfirman yang artinya :”Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata.
Dalam sunnah Rasul banyak sekali hadis-hadis yang menjelaskan tentang ungensinya aktifitas dakwah. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits tersebut menjelaskan tentang tahapan-tahapan untuk melawan kemungkaran dan secara otomatis mengajak pelakunya untuk kembali kepada jalan yang lurus. Rasul pun pernah bersabda ”Sampaikan dari saya kepada mereka walaupun hanya satu ayat. Pada kesempatan lain beliau berkata” Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pelakunya.
Ternyata julukan umat dakwah yang menghinggapi komunitas ummat Islam juga merupakan bukti kuat betapa telah mengakarnya aktifitas dakwah dalam doktrim Islam. Status hukum berdakwah bagi orang Islam itu sendiri merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Akan tetapi setiap muslim hanya bertanggung jawab dalam hal dakwah sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. Apabila seorang muslim tidak mampu melaksanakan kewajiban dakwah dengan sendirinya, maka dia masih bisa berdakwah dengan menjadi donatur (baik berupa harta, tulisan maupun pandangan) kepada para akar dan ulama yang mampu melaksanakan misi suci ini.
B. Metode dan Sarana Berdakwah
Pada hakekatnya metode dan sarana untuk berdakwah sangat banyak dan luas atau bahkan mungkin tidak akan ada batasnya. Sebab semua yang bisa dikerjakan oleh manusia dan apa yang ada di muka bumi ini selagi tidak berbenturan dengan doktrin Islam, maka hal itu boleh dijadikan sebagai metode dan sarana untuk berdakwah.
Ketentuan di atas apabila dakwah itu sendiri tidak diartikan dengan makna yang sempit, seperti yang telah diyakini oleh sebagian kalangan komunitas muslim. Dengan menggembar-gemborkan dakwah harus secara formalitas, spt berpakaian gamis, kopiyah menempel di atas kepala, dengan jenggot menghelai panjang, tasbih menggayut ditangan kanan dan keliling berjalan kaki door to door.
Diantara metode tersebut seperti ngobrol-ngobrol di kafe, diskusi lintas agama, kunsultasi via alat komunikasi, mengadakan arisan bersama, rihlah ilmiyah dan lain sebagainya adalah termasuk metode berdakwah jika di dalamnya terdapatnya unsur ajakan kepada yang hak dan memperingatkan akan yang bathil. Begitu juga dunia kesenian, kebudayaan, pariwisata, entertainemen dengan segala pernak-perniknya, termasuk sarana untuk berdakwah, menurut pemahaman dakwah dalam makna yang luas sebagaimana dalam arti terminologi di atas.
C. Internet sebagai Sarana untuk berdakwah
Hadirnya akses internet merupakan media yang tidak bisa dihindari karena sudah menjadi peradaban baru dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global. Dengan adanya akses internet, maka sangat banyak informasi yang dapat dan layak diakses oleh masyarakat internasional, baik untuk kepentingan pribadi, pendidikan, bisnis dan lain-lain. Dimana munculnya jaringan internet dianggap sebagai sebuah revolusi dalam dunia komunikasi dan informasi.
Pada saat pertama kali internet diperkenalkan oleh para ilmuan barat, hampir dari kebanyakan tokoh Islam merasa curiga dan khawatir akan efek dari temuan teknologi tersebut. Namun pemikir Islam adala Syria Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi berkata : ternyata jaringan internet yang hampir menelan seluruh penjuru dunia adalah merupakan lahan luas yang disitu bertebaran podium-podium yang menyuarakan kepentingan Islam dengan memperkenalkan, mengajak (dakwah), membela dan memecahkan berbagai problema.
Dakwah melalui jaringan internet dinilai sangat efektif dan potensial dengan berbagai alasan, diantaranya pertama mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau, kedua pengguna jasa internet setiap tahunnya meningkat drastis, ini berarti berpengaruh pula pada jumlah penyerap misi dakwah. Ketiga para pakar dan ulama yang berada dibalik media dakwah via internet bisa lebih konsentrasi dalam menyikapi setiap wacana dan peristiwa yang menuntut status hukum syar’i, keempat dakwah melalui internet telah menjadi salah satu pilihan masyarakat. Berbagai situs mereka bebas memilih materi dakwah yang mereka sukai, dengan demikian pemaksaaan kehendak bisa dihindari, kelima cara penyampaian yang variatif telah membuat dakwah Islamiyah via internet bisa menjangkau segmen yang luas.
Perlu diingat bahwa keefektifan media ini juga sangat tergantung pad ummat Islam itu sendiri. Artinya kecakapan dan keikhlasan mereka dalam berdakwah via internet, serta kesungguhan mereka dalam meredam segala bentuk perpecahan dan perselisihan intern dalam ummat Islam sangat berpengaruh dalam sukses tidaknya misi suci ini. Untuk itulah diantara kewajiban para pemimpin aliran-aliran dalam Islam agar berusaha semaksimal mungkin untuk dapat merukunkan dan meminimalisisir titik perbedaan dan berusaha mengedepankan titik persamaan.
Terlepas dari pro dan kontra tentang penggunaan internet, setidaknya terdapat tiga motode dakwah melalui internet yaitu : pertama, dengan menggunakan fasilitas website seperti yang telah dilakukan oleh banyak organisasi Islam maupun tokoh-tokoh ulama. Berdakwah dengan menggunakan fasilitas ini dianggap lebih fleksibel dan luas jika dibandingkan dengan dua fasilitas berikutnya. Kedua, menggunakan fasilitas mailing list dengan mengajak diskusi keagamaan atau mengirim pesan-pesan moral kepada seluruh anggotanya. Dan ketiga, menggunakan fasilitas chatting ynag memungkinkan untuk berinteraksi secara langsung. Sebenarnya jika dibandingkan dengan dua fasilitas yang telah disebutkan di atas, fasilitas chatting lingkupnya lebih sempit sebab kegiatan dakwah melalui fasilitas ini hanya berlangsung pada saat pelaku dakwah sedang on line di internet saja.
D. Kelebihan Internet sebagai Media Dakwah
Dibandingkan media dakwah yang lain, Internet memiliki tiga keunggulan. Pertama karena sifatnya yang never turn-off (tidak pernah dimatikan) dan unlimited access (dapat diakses tanpa batas). Internet memberi keleluasaan kepada penggunanya untuk mengakses dalam kondisi dan situasi apapun.
Kedua, Internet merupakan tempat yang tepat bagi mereka yang ingin berdiskusi tentang pengalaman spiritual yang mungkin tidak rasional dan bila dibawa pada forum yang biasa akan mengurangi keterbukaannya. Para saintis biasanya merasa terbatasi oleh koridor ilmiah untuk mengekspresikan suatu pikiran atau pengalaman. Internet menyediakan ruang yang mengakomodasi keinginan mereka untuk merasa bebas membicarakan sesuatu yang di luar kelaziman ilmiah.
Ketiga, sebagian orang yang memiliki keterbatasan dalam komunikasi sering kali mendapat kesulitan guna mengatasi dahaga spiritual mereka. Padahal mereka ingin sekali berdiskusi dan mendapat bimbingan dari para ulama. Sementara itu ada sebagian orang yang ingin bertanya atau siap berdebat dengan para ulama untuk mencari kebenaran namun kondisi sering tidak memungkinkan. Internet hadir sebagai kawan (atau lawan) diskusi sekaligus pembimbing setia. Para ulama seharusnya dapat menggunakan internet sebagai media efektif untuk mencapai tujuan dakwahnya.
E. Internet Sebagai Media Dakwah Islami
"Sampaikanlah, walau hanya satu ayat," demikian ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya suatu ketika. Ujaran yang sangat terkenal tersebut berintikan ajakan kepada para penganut agama Islam untuk senantiasa menyempatkan diri untuk berdakwah dan berbagi pengetahuan bagi sesama, kapanpun dan dimanapun. Sebelum Rasullulah wafat pada tahun 632 M, dakwah kerap dilakukan secara lisan. Baru pada tahun 644 M ketika Islam dipimpin oleh Uthman bin Affan, sahabat Rasulullah dan khalifah ketiga, dakwah mulai dilakukan secara tertulis. Pada saat itu Al-Qur'an sebagai kita suci Islam mulai dibukukan, digandakan dan disebarluaskan ke imperium-imperium Islam di penjuru dunia.
Semangat dakwah tersebut, meskipun hanya satu ayat, merupakan satu bentuk "tanggung jawab moril" yang sangat mengakar di kalangan umat Islam. Segala daya dan upaya untuk melakukan dakwah terus dilakukan, hingga kini.Setelah beratus tahun berselang sejak dakwah lisan dikumandangkan oleh Rasulullah, pada masa kini dakwah telah menggunakan medium bit, binary dan digital. Dakwah dalam bentuk tulisan di buku mendapatkan komplementernya berupa text dan hypertext di Internet. Meskipun jumlahnya masih sangat sedikit, kalangan umat Islam di Indonesia yang menggunakan Internet sebagai media dakwah jumlahnya kian hari kian bertambah. Total jumlah pengguna Internet di Indonesia saja terhitung baru sekitar 2 persen saja dari total penduduk Indonesia. Tetapi semangat berdakwah "walau hanya satu ayat" tersebut tidak mengurungkan niat para pelaku dakwah digital.
Fenomena dakwah digital tersebut memang berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi informasi (TI) di dunia. Internet komersial baru masuk ke Indonesia pada tahun 1994, dengan dibukanya IndoNet di Jakarta, sebagai Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia. Salah satu pelopor penggunaan Internet sebagai media dakwah adalah seperti yang dilakukan oleh kelompok Jaringan Informasi Islam (JII). JII yang dibidani oleh jebolan Pusat Teknologi Tepat Guna (Pustena) Masjid Salman ITB tersebut sudah sejak sekitar tahun 1997-1998 bergulat dengan teknologi e-mail yang diaplikasikan ke dalam pesantren-pesantren, membentuk apa yang disebut dengan Jaringan Pondok Pesantren.
Kemudian pada sekitar tahun 1998-1999 mulai marak aneka mailing-list (milis) Indonesia bernuansa Islami semisal Isnet, Al Islam dan Padan Mbulan. Baru kemudian pada tahun 1999-2000 bermunculanlah situs-situs Islam di Indonesia, yang tidak sekedar situs-situs institusi Islam, tetapi berisi aneka informasi dan fasilitas yang memang dibutuhkan oleh umat Islam. Maka lengkaplah Internet menjadi salah satu media rujukan dan media dakwah Islam Indonesia. Masuknya Internet dalam aspek kehidupan umat Islam mulai menggeser pemikiran-pemikiran lama. Menjadi santri kini tidak harus diidentikkan dengan sarung dan mengaji di langgar saja. Sekedar contoh, para santri Pesantren Darunnajah di Ulujami Jakarta Selatan ternyata telah akrab dengan e-mail karena di dalam pesantren tersebut ada sebuah warnet yang dipergunakan bergantian antara santri pria dan wanita. Ada pula pesantren Annida di Bekasi, yang memang telah benar-benar memberikan materi pendidikan e-mail dan Internet kepada para santri-santrinya. Dengan bermodalkan sepuluh komputer yang terkoneksi ke Internet, maka setiap hari selalu diberikan materi-materi Internet secara bergiliran. Menggunakan Internet pun bisa dianggap sebagai suatu ibadah. Masjid At-Tin di komplek Taman Mini misalnya, di dalamnya terdapat sebuah warnet dengan 10 buah komputer. Administrasi warnet tersebut berada di bawah Bidang Dakwah dan Pendidikan Yayasan At-Tin, sebagai pengelola Masjid tersebut.
Dengan semakin beragamnya aplikasi Internet sebagai media dakwah, kini ada sebutan santri virtual, yang dicetuskan oleh situs Pesantren Virtual.com. Para santri virtual tersebut dapat saling berdakwah menggunakan milis pesantren@yahoogroups.com. Milis yang awal didirikan pada Agustus 1999 hanya beranggotakan 41 orang, kini telah mencapai lebih dari 2300 anggota. Kekuatan milis sebagai media dakwah memang bukan hal yang sepele. Jika kita mengetikkan keyword "Islam" di YahooGroups.com, maka akan didapat 2254 milis yang membahas soal Islam dari berbagai bahasa dan negara. Bahkan kini tafsir Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia versi Departemen Agama pun dapat disimak di milis Tafsir-Quran@yahoogroups.com yang didirikan pada Agustus 2000 dan telah memiliki anggota sebanyak 1144 orang.
Kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai seorang muslim ternyata sama pentingnya dengan dakwah itu sendiri. Buktinya, pengguna webmail MyQuran.com tercatat lebih dari 40 ribu anggota. Sebagian dari para anggota tersebut juga aktif di forum diskusi online di situs tersebut. Situs MyQuran.com yang didirikan pada Juli 1999 merupakan situs portal informasi Islam. Jika merindu akan suara adzan dari Mekkah, maka MyQuran.com memiliki link yang dapat mengumandangkan adzan tersebut. Bahkan dapat juga diniikmati alunan pembacaan kitab suci Al-Qur'an lengkap 114 surah. Di dalam hukum Islam masih ada yang memerlukan interpretasi dan pengkajian para ahli. Hal tersebut misalnya pada penentuan halal atau tidaknya produk atau pangan yang berada di pasaran. Dengan teknologi Internet, kini informasi kehalalan suatu produk atau pangan dapat ditanyakan langsung ke ahlinya melalui situs IndoHalal.com. Pengelola situs yang didirikan sejak Februari 2001 tersebut telah memberikan jawaban atas 178 pertanyaan yang masuk. Beberapa pertanyaan tersebut antara lain tentang Kecap ABC, Bika Ambon, Susu Pediasure, Khong Guan Biscuit dan Restoran Hoka Hoka Bento.
Dari beberapa contoh aplikasi Internet di atas, maka dapat ditarik satu pemahaman umum bahwa Internet memang merupakan media yang efektif bagi dakwah dan penyebaran informasi. Meskipun demikian Internet tidak akan bisa menggantian perang ulama, kiai dan ustadz. Demikian ditegaskan oleh Onno W. Purbo, praktisi Internet yang kerap memberikan dakwah Internet ke pesatren-pesantren. Menurut Onno, Internet hanyalah sebuah media komunikasi. "Justru seorang pendakwah dapat dengan mudah memiliki jutaan umat saat mereka menggunakan Internet," ujar Onno. Sedangkan Ahmad Najib Burhani, pengamat Islam yang kerap menulis tentang teknologi dan agama, menyatakan bahwa Internet memungkinkan setiap orang untuk bertanggung-jawab secara individu, termasuk soal agama. "Tetapi yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah Internet bisa menjadi tempat yang tepat untuk suatu proses penjelajahan kehidupan beragama yang penuh makna," ujar Najib. Menurut Najib, mengutip Steven Walman pendiri BeliefNet, Internet bisa menjadi alternatif media ketika seseorang sangat disibukkan dengan aktifitas kesehariannya sehinga tidak dapat mengikut acara keagamaan yang memerlukan kehadiran fisik.
Beberapa Situs Dakwah
- MyQuran.com
MyQuran.com merupakan situs portal Islam yang memiliki banyak link dan sumber informasi tentang segala aspek kehidupan umat Islam. Situs tersebut dilengkapi pula dengan fasilitas pencarian ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist. Informasi tentang kelima rukun Islam pun tersedia. Disediakan pula fasilitas forum diskusi online, chatroom dan webmail. Salah satu keunggulan MyQuran.com adalah terdapat link untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan suara adzan versi Mekkah dan Madinnah. Menurut Atmonadi, pendiri dan pemilik MyQuran.com, tujuan membuat situs tersebut adalah untuk meningkatkan daya saing umat Islam agar bisa lebih memberdayakan Internet baik untuk kepentingan dakwah islamiyah, persaudaraan, pertukaran informasi dan pengetahuan, pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan aktifitas ekonomi digital.
Situs MyQuran.com diluncurkan pada Juli 1999, setelah sebelumnya Atmonadi kepayahan mencari situs-situs komunitas Islam ala Indonesia yang komprehensif. Modal awal pendirian situs tersebut hanyalah sebuah nama domain senilai US$ 70. "Tetapi modal yang terbesar adalah niat," ujar Atmonadi. Hosting dan fasilitas MyQuran.com bisa didapatkannya secara murah di Internet. Demografi pengunjungnya kebanyakan berusia 17 - 30 tahun dari manca negara. Yang terbesar adalah dari Indonesia (27 %) dan dari USA (2.5%), malaysia (1.5 %). sisanya 69 % dari berbagi negara.
Dari data terakhir di September 2001, rata-rata terdapat sekitar 2381 unique visitor perhari, 9341 pageviews perhari dan hitrate perhari mencapai lebih dari 71 ribu hit. Situs tersebut diasuh bersama-sama oleh para sukarelawan yang merupakan pengunjung setia. Atmonadi yakin bahwa umat Islam bisa secara positif memanfaatkan Internet sebagai media dakwah, ukhuwah (pergaulan), pendidikan dan pendistribusian informasi. Bahkan jika komunitas tradisional Islam dapat memanfaatkan Internet sebagai media dakwah, maka Atmonadi yakin bahwa umat Islam di Indonesia akan semakin dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasannya. "Sekarang tinggal bagaimana para praktisi Internet dapat mengenalkan Internet secara benar kepada komunitas tradisional tersebut," ujar dia.
-Ukhuwah.or.id Ukhuwah.or.id merupakan situs yang berangkat dari kebutuhan komunikasi internal mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UI. Setelah mengalami serangkaian pengembangan dan pembenahan, baru pada Februari 2000 situs Ukhuwah.or.id dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Di dalam situs tersebut terdapat serangkaian link berita-berita terkini, dan fasilitas download file MP3 Nasyid Islami. Ukhuwah.or.id merupakan situs yang menyajikan informasi-informasi Islam yang baik dikumpulkan dari berbagai sumber.
Menurut Herry, salah seorang pengurus Ukhuwah.or.id, situs tersebut diharapkan mampu memberikan penyadaran bagi umat Islam tentang pentingnya pemanfaatan TI sekaligus menjadi wadah berkumpul dan berkomunikasinya umat Islam. Modal awal pembuatan situs tersebut adalah hasil swadaya dan sumbangan dari masing-masing anggota. Sebagian besar pengakses situs tersebut adalah mahasiswa dan para aktivis dakwah Islam yang menggunakan internet baik melalui kampus, warnet atau rumah. Pengunjung situs tersebut per hari adalah sekitar 450 orang, dengan page views sekitar 1600 pages per hari dan hit rate sekitar 13 ribu hits perhari. Saat ini tim operasional terdiri dari kurang lebih 35 orang sukarelawan tanpa digaji. Kesediaan menjadi sukarelawan tersebut, menurut Herry, adalah karena berpatokan bahwa situs Ukhuwah.or.id memiliki nilai dakwah yang tinggi sekaligus sebagai penyebaran informasi tentang dunia Islam. Dalam penyebaran informasi tentang Islam tersebut. Ukhuwah.or.id melakukan dalam 2 cara yaitu sebagai sumber informasi dan sebagai sarana komunikasi. Sebagai sumber informasi terdapat fasilitas berita, artikel dan majalah Islam online. Sedangkan sebagai sarana komunikasi disediakan fasilitas pertukaran informasi seperti webmail dan milis.
Menurut Herry, Internet sangatlah efektif dan efisien sebagai sebuah media dakwah. Internet merupakan sarana komunikasi global dimana seluruh umat Islam di dunia dapat mengaksesnya dengan cukup mudah dan murah dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Selain itu, melalui sebuah situs di Internet, informasi tentang Islam dari suatu negara tertentu dapat segera diketahui oleh umat Islam di belahan bumi lain.
- MoslemWorld.co.id
Situs MoslemWorld.co.id merupakan sebuah situs berita sebagaiamana layaknya sebuah media berita online. Berita-berita yang ditampilkan di halaman depan situs tersebut selalu diupdate secara berkala. Menurut Mokh. Syaiful Bakhri, Redaktur Pelaksana MoslemWorld.co.id, situs tersebut diharapkan dapat menjadi referensi utama bukan hanya bagi umat Islam semata, namun juga bagi umat agama lain yang ingin belajar dan mendalami ajaran-ajaran Islam. Secara spesifik dijelaskan oleh Syaiful bahwa situs MoslemWorld.co.id juga mengemban misi dakwah, kebudayaan, peradaban, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah Insaniyah (persaudaraan sesama manusia) dan ukhuwah Wathoniah (persaudaraan dengan bangsa lain).
MoslemWorld.co.id didirikan pada Oktober 2000 oleh Ratiza Busiri bekerjasama dengan Dunia Muslim dari British Virgin Islands dan Safe-T-Net System Pte. Ltd dari Singapura. Beberapa kanal yang disediakan oleh situs tersebut antara lain informasi tentang komunitas, pendidikan, teknologi, bisnis dan berita internasional. Sedangkan topik-topik Islam yang disajikan adalah kajian Islam, tokoh Islam, peradaban, nuansa muslimah dan sejarah Islam. Untuk page views MoslemWorld.co.id pada bulan Agustus 2001 lebih dari 10 ribu pages perbulan. Saat ini MoslemWorld.co.id ditangani oleh tim multimedia yang terdiri dari creative writer, editor, web design dan web developer. Kompensasi yang diberikan kepada tim disesuaikan dengan standard profesional. Mengingat portal MoslemWorld.co.id di update setiap hari selama tiga kali yaitu pada jam 09.30, 11.30 dan 15.30, maka sistem kerjanya tak ubahnya dengan sistem kerja pada media massa lainnya. Tim bekerja secara penuh mulai dari jam 09.00 hingga jam 17.00.
Direncanakan situs tersebut akan bekerja sama dengan berbagai pihak di negara lain seperti Brunei dan Malaysia untuk membuat portal yang sama sehingga nantinya MoslemWorld.co.id mengglobal dan menjadi portalnya umat Islam minimal di Asia Tenggara. Selain itu, kehadiran portal tersebut diharapkan dapat membantu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penyebaran informasi, regulasi, pendidikan dan dakwah. - IndoHalal.com
IndoHalal.com merupakan sebuah situs konsultasi status kehalalan produk-produk yang ada di pasaran. Tujuan situs tersebut, menurut Jaja Triharja selaku salah satu pendiri IndoHalal.com, adalah untuk mensosialisasikan pentingnya produk halal kepada masyarakat luas, mendorong semakin banyak produsen untuk mendapatkan sertifikat halal melalui lembaga Auditor dan inspektor yang ada serta menjadi mitra untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh berbagai jenis produk halal. IndoHalal.com didirikan pada Februari 2001 yang merupakan sebuah divisi di bawah perusahaan Haltek Integra Media yang bergerak di bidang TI serta sebagai pengelola ISP INDOSATnet Bogor. Rencana kedepan, situs tersebut akan dilepas dari perusahaan induk dan menjadi perseroan yang sahamnya akan dijual kepada publik. IndoHalal.com tengah dikembangkan menjadi sebuah situs B2B dan B2C sehingga diharapkan nantinya dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk membuat semacam toko swalayan serba halal. IndoHalal.com juga menjalin kerjasama dengan milis halal-baik-enak@yahoogroups.com.
Fasilitas unggulan yang disediakan IndoHalal.com saat ini adalah konsultasi produk halal yang diasuh langsung oleh Dewan Pakar dari ahli pangan IPB yaitu Anton Apriyantono. Selain itu tersedia pula disajikan pula berbagai artikel sebagai bahan edukasi halal ke masyarakat dan database daftar produk halal yang up-to-date. Produk halal tersebut didukung oleh LP POM MUI. Pengunjung rata-rata perharinya aalah sebanyak 200 pengunjung. Tim operasional terdiri dari redaksi 3 orang, webmaster 1 orang, dewan pakar 2 orang dan marketing 1 orang. Sebagian besar mendapat gaji dari perusahaan, dan sebagian lagi kompensasinya tidak berupa gaji.
Menurut Jaja, apa yang dilakukan oleh IndoHalal.com merupakan salah satu bentuk dakwah yang dilakukan melalui Internet. Konsepnya dengan menyebaran informasi tentang halal ini secara meluas dan terus menerus dengan berbagai metoda kepada masyarakat. Bagi umat Islam kalangan menengah ke atas, peran Internet cukup efektif sebagai media dakwah dan informasi.
Khatimah
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa masyarakat muslim umumnya dan ulama/da’i secara khsus agar lebih pro aktif dalam turut serta memamfaatkan multi media sebagai sarana berdakwah dan mencari bahan untuk materi dakwah. Kemajuan teknologi semakin hari semakin tidak bisa dibendung, oleh karena itu disamping harus bisa disikapi secara arif juga bisa dimamfaatkan secara maksimal untuk missi Islam.
Dengan kecanggihan teknologi dewasa ini, tentunya akan dapat mengurangi beban materi dan energi dalam rangka menjalankan missi dakwah Islamiyah ke antero jagat. Para ulama dan pakar tidak lagi membutuhkan biaya ekstra dan waktu yang lama untuk sekedar menyampaikan dan mencari materi dakwah.
Jaringan internet dengan segala fasilitasnya yang telah memberi ruang yang cukup bagi kelangsungan aktifitas dakwah islamiyah dengan sasaran yang plural dari berbagai suku dan bangsa harus kita gunakan dengan seefisien mungkin.
· Makalah disampaikan dalam Acara pelatihan Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat tanggal 12 April 2008
· Diambil dari berbagai sumber
Oleh Ilpi Zukdi*
Pendahuluan
Latar belakang lahirnya Muhammadiyah pada dasarnya di dorong oleh dua faktor penting yaitu : Pertama sebagai realisasi melaksanakan perintah Allah Swt dalam Alqur-an untuk membangun jama’ah guna melaksanakan dakwah Islam amar Makruf nahi munkar. Kedua untuk melepaskan masyarakat dari jeratan berbagai keterbelakangan. Keterbelakangan harta dalam bentuk kemiskinan, keterbelakangan iman dalam wujud terbelenggu oleh takhayul, bid’ah dan khurafat, keterbelakangan ilmu dalam bentuk kebodohan, dan keterbelakangan identitas dalam bentuk rendah diri terhadap bangsa-bangsa lain.
Dengan demikian missi organisasi Muhammadiyah kemasyarakat dilaksanakan dalam bentuk dakwah, apakah itu dakwah bil hal, dakwah bil lisan dan dakwah bil kitabah. Ketiga bentuk dakwah ini semakin hari terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat.
Tidak dapat dimungkiri paling tidak untuk kasus Sumatera Barat maka porsi dakwah yang dilaksanakan selama ini lebih menekankan kepada dakwah bil lisan, artinya secara kuantitatif perkembangan para da”i Muhammadiyah semakin meningkat, akan tetapi dalam dakwah bil kitabah kalaulah dikatakan tidak ada akan tetapi masih terbatas sekali.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dalam teknologi informasi, maka salah satu tantangan para da’i adalah berdakwah melalui multi media. Salah satu media yang sangat cepat perkembangannya dan mendunia adalah internet. Oleh karena itu pembahasan makalah ini akan dititik beratkan kepada media yang satu ini.
Pengertian
Untuk menjelaskan skop pembahasan dalam makalah ini, maka terlebih dahulu diterangkan definisi dakwah dan multimedia. Secara bebas Dakwah dapat didefinisikan dengan usaha menyampaikan, mengajak atau menyeru manusia untuk mengenali Islam, menerima dan menghayatinya yang dilaksanakan sesuai kaedah, cara dan pendekatan tertentu'.
Secara etimologis dakwah bermakna ajakan, sedangkan dalam terminologi artinya adalah menggunakan akal pikiran dalam rangka menyelematkan manusia dari rasa jauh dan lupa terhadap Allah Swt agar menjadi dekat dan ingat, dengan berbagai sarana dan metode
Sedangkan multimedia dapat dikatakan yaitu : 'Penggunaan dua atau lebih jenis/bentuk media (video bergerak, audio, gambar, grafik, animasi, teks dan sebagainya) untuk menyampaikan seruan'.
Jadi, apabila membicarakan mengenai berdakwah melalui multi media artinya adalah bagaimana menggunakan multi media sebagai salah satu sarana dakwah kepada masyarakat.
Dakwah Multi Media
A. Eksistensi Dakwah dalam Islam
Urgensi dakwah dalam Islam dapat ditinjau dari beberapa sudut, diantaranya dari sejarah awal penyebaran Islam oleh Nabi Muhammad Saw pembawa risalah Allah. Secara global dakwah Islamiyah pada zaman Rasul dapat dikategorikan kepada empat tahapan : pertama dakwah secara sembunyi-sembunyi. Dakwah ini dilaksanakan Nabi selama tiga tahun. Kedua dakwah secara terang-terangan hanya dengan lisan saja. Dakwah ini berlangsung sampai hijrah Rasulullah. Ketiga dakwah secara terang-terangan sekaligus memerangi kaum musyrik yang berlaku zalim dan menantang untuk berperang. Fase ini berlangsung sampai perjanjian perdamaian hudaibiyah. Keempat dakwah secara terang-terangan sekaligus memerangi setiap orang yang menolak untuk masuk Islam dan mencoba menghalau aktifitas dakwah dan proses ini berlanjut sampai tegaknya syari’at dan timbulnya hukum jihad dalam Islam.
Pasca wafatnya Rasul tongkat estafet perjuangan beliau dalam menyebarkan risalah suci ini dilanjutkan oleh para sahabatnya seperti Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, kemudian oleh para Tabi’in dan tabi’at tabi’in dan seterusnya.
Jika aktifitas dakwah ditinjau dari sumber teks-teks syariat, maka akan ditemukan natijah yang sama atau bahkan akan semakin tampak kedudukunnya. Dalam al-Quran banyak sekali ayat-ayat yang menyinggung hal ini. Diantaranya adalah ayat ” Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang benar dan mencegah dari yang munkar. Pada kesempatan lain Allah berfirman yang artinya :”Katakanlah, inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata.
Dalam sunnah Rasul banyak sekali hadis-hadis yang menjelaskan tentang ungensinya aktifitas dakwah. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hadits tersebut menjelaskan tentang tahapan-tahapan untuk melawan kemungkaran dan secara otomatis mengajak pelakunya untuk kembali kepada jalan yang lurus. Rasul pun pernah bersabda ”Sampaikan dari saya kepada mereka walaupun hanya satu ayat. Pada kesempatan lain beliau berkata” Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pelakunya.
Ternyata julukan umat dakwah yang menghinggapi komunitas ummat Islam juga merupakan bukti kuat betapa telah mengakarnya aktifitas dakwah dalam doktrim Islam. Status hukum berdakwah bagi orang Islam itu sendiri merupakan kewajiban yang tidak boleh diabaikan. Akan tetapi setiap muslim hanya bertanggung jawab dalam hal dakwah sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya. Apabila seorang muslim tidak mampu melaksanakan kewajiban dakwah dengan sendirinya, maka dia masih bisa berdakwah dengan menjadi donatur (baik berupa harta, tulisan maupun pandangan) kepada para akar dan ulama yang mampu melaksanakan misi suci ini.
B. Metode dan Sarana Berdakwah
Pada hakekatnya metode dan sarana untuk berdakwah sangat banyak dan luas atau bahkan mungkin tidak akan ada batasnya. Sebab semua yang bisa dikerjakan oleh manusia dan apa yang ada di muka bumi ini selagi tidak berbenturan dengan doktrin Islam, maka hal itu boleh dijadikan sebagai metode dan sarana untuk berdakwah.
Ketentuan di atas apabila dakwah itu sendiri tidak diartikan dengan makna yang sempit, seperti yang telah diyakini oleh sebagian kalangan komunitas muslim. Dengan menggembar-gemborkan dakwah harus secara formalitas, spt berpakaian gamis, kopiyah menempel di atas kepala, dengan jenggot menghelai panjang, tasbih menggayut ditangan kanan dan keliling berjalan kaki door to door.
Diantara metode tersebut seperti ngobrol-ngobrol di kafe, diskusi lintas agama, kunsultasi via alat komunikasi, mengadakan arisan bersama, rihlah ilmiyah dan lain sebagainya adalah termasuk metode berdakwah jika di dalamnya terdapatnya unsur ajakan kepada yang hak dan memperingatkan akan yang bathil. Begitu juga dunia kesenian, kebudayaan, pariwisata, entertainemen dengan segala pernak-perniknya, termasuk sarana untuk berdakwah, menurut pemahaman dakwah dalam makna yang luas sebagaimana dalam arti terminologi di atas.
C. Internet sebagai Sarana untuk berdakwah
Hadirnya akses internet merupakan media yang tidak bisa dihindari karena sudah menjadi peradaban baru dalam dunia informasi dan komunikasi tingkat global. Dengan adanya akses internet, maka sangat banyak informasi yang dapat dan layak diakses oleh masyarakat internasional, baik untuk kepentingan pribadi, pendidikan, bisnis dan lain-lain. Dimana munculnya jaringan internet dianggap sebagai sebuah revolusi dalam dunia komunikasi dan informasi.
Pada saat pertama kali internet diperkenalkan oleh para ilmuan barat, hampir dari kebanyakan tokoh Islam merasa curiga dan khawatir akan efek dari temuan teknologi tersebut. Namun pemikir Islam adala Syria Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi berkata : ternyata jaringan internet yang hampir menelan seluruh penjuru dunia adalah merupakan lahan luas yang disitu bertebaran podium-podium yang menyuarakan kepentingan Islam dengan memperkenalkan, mengajak (dakwah), membela dan memecahkan berbagai problema.
Dakwah melalui jaringan internet dinilai sangat efektif dan potensial dengan berbagai alasan, diantaranya pertama mampu menembus batas ruang dan waktu dalam sekejap dengan biaya dan energi yang relatif terjangkau, kedua pengguna jasa internet setiap tahunnya meningkat drastis, ini berarti berpengaruh pula pada jumlah penyerap misi dakwah. Ketiga para pakar dan ulama yang berada dibalik media dakwah via internet bisa lebih konsentrasi dalam menyikapi setiap wacana dan peristiwa yang menuntut status hukum syar’i, keempat dakwah melalui internet telah menjadi salah satu pilihan masyarakat. Berbagai situs mereka bebas memilih materi dakwah yang mereka sukai, dengan demikian pemaksaaan kehendak bisa dihindari, kelima cara penyampaian yang variatif telah membuat dakwah Islamiyah via internet bisa menjangkau segmen yang luas.
Perlu diingat bahwa keefektifan media ini juga sangat tergantung pad ummat Islam itu sendiri. Artinya kecakapan dan keikhlasan mereka dalam berdakwah via internet, serta kesungguhan mereka dalam meredam segala bentuk perpecahan dan perselisihan intern dalam ummat Islam sangat berpengaruh dalam sukses tidaknya misi suci ini. Untuk itulah diantara kewajiban para pemimpin aliran-aliran dalam Islam agar berusaha semaksimal mungkin untuk dapat merukunkan dan meminimalisisir titik perbedaan dan berusaha mengedepankan titik persamaan.
Terlepas dari pro dan kontra tentang penggunaan internet, setidaknya terdapat tiga motode dakwah melalui internet yaitu : pertama, dengan menggunakan fasilitas website seperti yang telah dilakukan oleh banyak organisasi Islam maupun tokoh-tokoh ulama. Berdakwah dengan menggunakan fasilitas ini dianggap lebih fleksibel dan luas jika dibandingkan dengan dua fasilitas berikutnya. Kedua, menggunakan fasilitas mailing list dengan mengajak diskusi keagamaan atau mengirim pesan-pesan moral kepada seluruh anggotanya. Dan ketiga, menggunakan fasilitas chatting ynag memungkinkan untuk berinteraksi secara langsung. Sebenarnya jika dibandingkan dengan dua fasilitas yang telah disebutkan di atas, fasilitas chatting lingkupnya lebih sempit sebab kegiatan dakwah melalui fasilitas ini hanya berlangsung pada saat pelaku dakwah sedang on line di internet saja.
D. Kelebihan Internet sebagai Media Dakwah
Dibandingkan media dakwah yang lain, Internet memiliki tiga keunggulan. Pertama karena sifatnya yang never turn-off (tidak pernah dimatikan) dan unlimited access (dapat diakses tanpa batas). Internet memberi keleluasaan kepada penggunanya untuk mengakses dalam kondisi dan situasi apapun.
Kedua, Internet merupakan tempat yang tepat bagi mereka yang ingin berdiskusi tentang pengalaman spiritual yang mungkin tidak rasional dan bila dibawa pada forum yang biasa akan mengurangi keterbukaannya. Para saintis biasanya merasa terbatasi oleh koridor ilmiah untuk mengekspresikan suatu pikiran atau pengalaman. Internet menyediakan ruang yang mengakomodasi keinginan mereka untuk merasa bebas membicarakan sesuatu yang di luar kelaziman ilmiah.
Ketiga, sebagian orang yang memiliki keterbatasan dalam komunikasi sering kali mendapat kesulitan guna mengatasi dahaga spiritual mereka. Padahal mereka ingin sekali berdiskusi dan mendapat bimbingan dari para ulama. Sementara itu ada sebagian orang yang ingin bertanya atau siap berdebat dengan para ulama untuk mencari kebenaran namun kondisi sering tidak memungkinkan. Internet hadir sebagai kawan (atau lawan) diskusi sekaligus pembimbing setia. Para ulama seharusnya dapat menggunakan internet sebagai media efektif untuk mencapai tujuan dakwahnya.
E. Internet Sebagai Media Dakwah Islami
"Sampaikanlah, walau hanya satu ayat," demikian ditegaskan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya suatu ketika. Ujaran yang sangat terkenal tersebut berintikan ajakan kepada para penganut agama Islam untuk senantiasa menyempatkan diri untuk berdakwah dan berbagi pengetahuan bagi sesama, kapanpun dan dimanapun. Sebelum Rasullulah wafat pada tahun 632 M, dakwah kerap dilakukan secara lisan. Baru pada tahun 644 M ketika Islam dipimpin oleh Uthman bin Affan, sahabat Rasulullah dan khalifah ketiga, dakwah mulai dilakukan secara tertulis. Pada saat itu Al-Qur'an sebagai kita suci Islam mulai dibukukan, digandakan dan disebarluaskan ke imperium-imperium Islam di penjuru dunia.
Semangat dakwah tersebut, meskipun hanya satu ayat, merupakan satu bentuk "tanggung jawab moril" yang sangat mengakar di kalangan umat Islam. Segala daya dan upaya untuk melakukan dakwah terus dilakukan, hingga kini.Setelah beratus tahun berselang sejak dakwah lisan dikumandangkan oleh Rasulullah, pada masa kini dakwah telah menggunakan medium bit, binary dan digital. Dakwah dalam bentuk tulisan di buku mendapatkan komplementernya berupa text dan hypertext di Internet. Meskipun jumlahnya masih sangat sedikit, kalangan umat Islam di Indonesia yang menggunakan Internet sebagai media dakwah jumlahnya kian hari kian bertambah. Total jumlah pengguna Internet di Indonesia saja terhitung baru sekitar 2 persen saja dari total penduduk Indonesia. Tetapi semangat berdakwah "walau hanya satu ayat" tersebut tidak mengurungkan niat para pelaku dakwah digital.
Fenomena dakwah digital tersebut memang berkembang seiring dengan berkembangnya teknologi informasi (TI) di dunia. Internet komersial baru masuk ke Indonesia pada tahun 1994, dengan dibukanya IndoNet di Jakarta, sebagai Internet Service Provider (ISP) pertama di Indonesia. Salah satu pelopor penggunaan Internet sebagai media dakwah adalah seperti yang dilakukan oleh kelompok Jaringan Informasi Islam (JII). JII yang dibidani oleh jebolan Pusat Teknologi Tepat Guna (Pustena) Masjid Salman ITB tersebut sudah sejak sekitar tahun 1997-1998 bergulat dengan teknologi e-mail yang diaplikasikan ke dalam pesantren-pesantren, membentuk apa yang disebut dengan Jaringan Pondok Pesantren.
Kemudian pada sekitar tahun 1998-1999 mulai marak aneka mailing-list (milis) Indonesia bernuansa Islami semisal Isnet, Al Islam dan Padan Mbulan. Baru kemudian pada tahun 1999-2000 bermunculanlah situs-situs Islam di Indonesia, yang tidak sekedar situs-situs institusi Islam, tetapi berisi aneka informasi dan fasilitas yang memang dibutuhkan oleh umat Islam. Maka lengkaplah Internet menjadi salah satu media rujukan dan media dakwah Islam Indonesia. Masuknya Internet dalam aspek kehidupan umat Islam mulai menggeser pemikiran-pemikiran lama. Menjadi santri kini tidak harus diidentikkan dengan sarung dan mengaji di langgar saja. Sekedar contoh, para santri Pesantren Darunnajah di Ulujami Jakarta Selatan ternyata telah akrab dengan e-mail karena di dalam pesantren tersebut ada sebuah warnet yang dipergunakan bergantian antara santri pria dan wanita. Ada pula pesantren Annida di Bekasi, yang memang telah benar-benar memberikan materi pendidikan e-mail dan Internet kepada para santri-santrinya. Dengan bermodalkan sepuluh komputer yang terkoneksi ke Internet, maka setiap hari selalu diberikan materi-materi Internet secara bergiliran. Menggunakan Internet pun bisa dianggap sebagai suatu ibadah. Masjid At-Tin di komplek Taman Mini misalnya, di dalamnya terdapat sebuah warnet dengan 10 buah komputer. Administrasi warnet tersebut berada di bawah Bidang Dakwah dan Pendidikan Yayasan At-Tin, sebagai pengelola Masjid tersebut.
Dengan semakin beragamnya aplikasi Internet sebagai media dakwah, kini ada sebutan santri virtual, yang dicetuskan oleh situs Pesantren Virtual.com. Para santri virtual tersebut dapat saling berdakwah menggunakan milis pesantren@yahoogroups.com. Milis yang awal didirikan pada Agustus 1999 hanya beranggotakan 41 orang, kini telah mencapai lebih dari 2300 anggota. Kekuatan milis sebagai media dakwah memang bukan hal yang sepele. Jika kita mengetikkan keyword "Islam" di YahooGroups.com, maka akan didapat 2254 milis yang membahas soal Islam dari berbagai bahasa dan negara. Bahkan kini tafsir Al-Qur'an dalam bahasa Indonesia versi Departemen Agama pun dapat disimak di milis Tafsir-Quran@yahoogroups.com yang didirikan pada Agustus 2000 dan telah memiliki anggota sebanyak 1144 orang.
Kebutuhan akan aktualisasi diri sebagai seorang muslim ternyata sama pentingnya dengan dakwah itu sendiri. Buktinya, pengguna webmail MyQuran.com tercatat lebih dari 40 ribu anggota. Sebagian dari para anggota tersebut juga aktif di forum diskusi online di situs tersebut. Situs MyQuran.com yang didirikan pada Juli 1999 merupakan situs portal informasi Islam. Jika merindu akan suara adzan dari Mekkah, maka MyQuran.com memiliki link yang dapat mengumandangkan adzan tersebut. Bahkan dapat juga diniikmati alunan pembacaan kitab suci Al-Qur'an lengkap 114 surah. Di dalam hukum Islam masih ada yang memerlukan interpretasi dan pengkajian para ahli. Hal tersebut misalnya pada penentuan halal atau tidaknya produk atau pangan yang berada di pasaran. Dengan teknologi Internet, kini informasi kehalalan suatu produk atau pangan dapat ditanyakan langsung ke ahlinya melalui situs IndoHalal.com. Pengelola situs yang didirikan sejak Februari 2001 tersebut telah memberikan jawaban atas 178 pertanyaan yang masuk. Beberapa pertanyaan tersebut antara lain tentang Kecap ABC, Bika Ambon, Susu Pediasure, Khong Guan Biscuit dan Restoran Hoka Hoka Bento.
Dari beberapa contoh aplikasi Internet di atas, maka dapat ditarik satu pemahaman umum bahwa Internet memang merupakan media yang efektif bagi dakwah dan penyebaran informasi. Meskipun demikian Internet tidak akan bisa menggantian perang ulama, kiai dan ustadz. Demikian ditegaskan oleh Onno W. Purbo, praktisi Internet yang kerap memberikan dakwah Internet ke pesatren-pesantren. Menurut Onno, Internet hanyalah sebuah media komunikasi. "Justru seorang pendakwah dapat dengan mudah memiliki jutaan umat saat mereka menggunakan Internet," ujar Onno. Sedangkan Ahmad Najib Burhani, pengamat Islam yang kerap menulis tentang teknologi dan agama, menyatakan bahwa Internet memungkinkan setiap orang untuk bertanggung-jawab secara individu, termasuk soal agama. "Tetapi yang menjadi pertanyaan lebih lanjut adalah apakah Internet bisa menjadi tempat yang tepat untuk suatu proses penjelajahan kehidupan beragama yang penuh makna," ujar Najib. Menurut Najib, mengutip Steven Walman pendiri BeliefNet, Internet bisa menjadi alternatif media ketika seseorang sangat disibukkan dengan aktifitas kesehariannya sehinga tidak dapat mengikut acara keagamaan yang memerlukan kehadiran fisik.
Beberapa Situs Dakwah
- MyQuran.com
MyQuran.com merupakan situs portal Islam yang memiliki banyak link dan sumber informasi tentang segala aspek kehidupan umat Islam. Situs tersebut dilengkapi pula dengan fasilitas pencarian ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist. Informasi tentang kelima rukun Islam pun tersedia. Disediakan pula fasilitas forum diskusi online, chatroom dan webmail. Salah satu keunggulan MyQuran.com adalah terdapat link untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an dan suara adzan versi Mekkah dan Madinnah. Menurut Atmonadi, pendiri dan pemilik MyQuran.com, tujuan membuat situs tersebut adalah untuk meningkatkan daya saing umat Islam agar bisa lebih memberdayakan Internet baik untuk kepentingan dakwah islamiyah, persaudaraan, pertukaran informasi dan pengetahuan, pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan dengan melakukan aktifitas ekonomi digital.
Situs MyQuran.com diluncurkan pada Juli 1999, setelah sebelumnya Atmonadi kepayahan mencari situs-situs komunitas Islam ala Indonesia yang komprehensif. Modal awal pendirian situs tersebut hanyalah sebuah nama domain senilai US$ 70. "Tetapi modal yang terbesar adalah niat," ujar Atmonadi. Hosting dan fasilitas MyQuran.com bisa didapatkannya secara murah di Internet. Demografi pengunjungnya kebanyakan berusia 17 - 30 tahun dari manca negara. Yang terbesar adalah dari Indonesia (27 %) dan dari USA (2.5%), malaysia (1.5 %). sisanya 69 % dari berbagi negara.
Dari data terakhir di September 2001, rata-rata terdapat sekitar 2381 unique visitor perhari, 9341 pageviews perhari dan hitrate perhari mencapai lebih dari 71 ribu hit. Situs tersebut diasuh bersama-sama oleh para sukarelawan yang merupakan pengunjung setia. Atmonadi yakin bahwa umat Islam bisa secara positif memanfaatkan Internet sebagai media dakwah, ukhuwah (pergaulan), pendidikan dan pendistribusian informasi. Bahkan jika komunitas tradisional Islam dapat memanfaatkan Internet sebagai media dakwah, maka Atmonadi yakin bahwa umat Islam di Indonesia akan semakin dapat meningkatkan pengetahuan dan wawasannya. "Sekarang tinggal bagaimana para praktisi Internet dapat mengenalkan Internet secara benar kepada komunitas tradisional tersebut," ujar dia.
-Ukhuwah.or.id Ukhuwah.or.id merupakan situs yang berangkat dari kebutuhan komunikasi internal mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer UI. Setelah mengalami serangkaian pengembangan dan pembenahan, baru pada Februari 2000 situs Ukhuwah.or.id dapat dinikmati oleh masyarakat umum. Di dalam situs tersebut terdapat serangkaian link berita-berita terkini, dan fasilitas download file MP3 Nasyid Islami. Ukhuwah.or.id merupakan situs yang menyajikan informasi-informasi Islam yang baik dikumpulkan dari berbagai sumber.
Menurut Herry, salah seorang pengurus Ukhuwah.or.id, situs tersebut diharapkan mampu memberikan penyadaran bagi umat Islam tentang pentingnya pemanfaatan TI sekaligus menjadi wadah berkumpul dan berkomunikasinya umat Islam. Modal awal pembuatan situs tersebut adalah hasil swadaya dan sumbangan dari masing-masing anggota. Sebagian besar pengakses situs tersebut adalah mahasiswa dan para aktivis dakwah Islam yang menggunakan internet baik melalui kampus, warnet atau rumah. Pengunjung situs tersebut per hari adalah sekitar 450 orang, dengan page views sekitar 1600 pages per hari dan hit rate sekitar 13 ribu hits perhari. Saat ini tim operasional terdiri dari kurang lebih 35 orang sukarelawan tanpa digaji. Kesediaan menjadi sukarelawan tersebut, menurut Herry, adalah karena berpatokan bahwa situs Ukhuwah.or.id memiliki nilai dakwah yang tinggi sekaligus sebagai penyebaran informasi tentang dunia Islam. Dalam penyebaran informasi tentang Islam tersebut. Ukhuwah.or.id melakukan dalam 2 cara yaitu sebagai sumber informasi dan sebagai sarana komunikasi. Sebagai sumber informasi terdapat fasilitas berita, artikel dan majalah Islam online. Sedangkan sebagai sarana komunikasi disediakan fasilitas pertukaran informasi seperti webmail dan milis.
Menurut Herry, Internet sangatlah efektif dan efisien sebagai sebuah media dakwah. Internet merupakan sarana komunikasi global dimana seluruh umat Islam di dunia dapat mengaksesnya dengan cukup mudah dan murah dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Selain itu, melalui sebuah situs di Internet, informasi tentang Islam dari suatu negara tertentu dapat segera diketahui oleh umat Islam di belahan bumi lain.
- MoslemWorld.co.id
Situs MoslemWorld.co.id merupakan sebuah situs berita sebagaiamana layaknya sebuah media berita online. Berita-berita yang ditampilkan di halaman depan situs tersebut selalu diupdate secara berkala. Menurut Mokh. Syaiful Bakhri, Redaktur Pelaksana MoslemWorld.co.id, situs tersebut diharapkan dapat menjadi referensi utama bukan hanya bagi umat Islam semata, namun juga bagi umat agama lain yang ingin belajar dan mendalami ajaran-ajaran Islam. Secara spesifik dijelaskan oleh Syaiful bahwa situs MoslemWorld.co.id juga mengemban misi dakwah, kebudayaan, peradaban, ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah Insaniyah (persaudaraan sesama manusia) dan ukhuwah Wathoniah (persaudaraan dengan bangsa lain).
MoslemWorld.co.id didirikan pada Oktober 2000 oleh Ratiza Busiri bekerjasama dengan Dunia Muslim dari British Virgin Islands dan Safe-T-Net System Pte. Ltd dari Singapura. Beberapa kanal yang disediakan oleh situs tersebut antara lain informasi tentang komunitas, pendidikan, teknologi, bisnis dan berita internasional. Sedangkan topik-topik Islam yang disajikan adalah kajian Islam, tokoh Islam, peradaban, nuansa muslimah dan sejarah Islam. Untuk page views MoslemWorld.co.id pada bulan Agustus 2001 lebih dari 10 ribu pages perbulan. Saat ini MoslemWorld.co.id ditangani oleh tim multimedia yang terdiri dari creative writer, editor, web design dan web developer. Kompensasi yang diberikan kepada tim disesuaikan dengan standard profesional. Mengingat portal MoslemWorld.co.id di update setiap hari selama tiga kali yaitu pada jam 09.30, 11.30 dan 15.30, maka sistem kerjanya tak ubahnya dengan sistem kerja pada media massa lainnya. Tim bekerja secara penuh mulai dari jam 09.00 hingga jam 17.00.
Direncanakan situs tersebut akan bekerja sama dengan berbagai pihak di negara lain seperti Brunei dan Malaysia untuk membuat portal yang sama sehingga nantinya MoslemWorld.co.id mengglobal dan menjadi portalnya umat Islam minimal di Asia Tenggara. Selain itu, kehadiran portal tersebut diharapkan dapat membantu Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam penyebaran informasi, regulasi, pendidikan dan dakwah. - IndoHalal.com
IndoHalal.com merupakan sebuah situs konsultasi status kehalalan produk-produk yang ada di pasaran. Tujuan situs tersebut, menurut Jaja Triharja selaku salah satu pendiri IndoHalal.com, adalah untuk mensosialisasikan pentingnya produk halal kepada masyarakat luas, mendorong semakin banyak produsen untuk mendapatkan sertifikat halal melalui lembaga Auditor dan inspektor yang ada serta menjadi mitra untuk mempermudah masyarakat dalam memperoleh berbagai jenis produk halal. IndoHalal.com didirikan pada Februari 2001 yang merupakan sebuah divisi di bawah perusahaan Haltek Integra Media yang bergerak di bidang TI serta sebagai pengelola ISP INDOSATnet Bogor. Rencana kedepan, situs tersebut akan dilepas dari perusahaan induk dan menjadi perseroan yang sahamnya akan dijual kepada publik. IndoHalal.com tengah dikembangkan menjadi sebuah situs B2B dan B2C sehingga diharapkan nantinya dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk membuat semacam toko swalayan serba halal. IndoHalal.com juga menjalin kerjasama dengan milis halal-baik-enak@yahoogroups.com.
Fasilitas unggulan yang disediakan IndoHalal.com saat ini adalah konsultasi produk halal yang diasuh langsung oleh Dewan Pakar dari ahli pangan IPB yaitu Anton Apriyantono. Selain itu tersedia pula disajikan pula berbagai artikel sebagai bahan edukasi halal ke masyarakat dan database daftar produk halal yang up-to-date. Produk halal tersebut didukung oleh LP POM MUI. Pengunjung rata-rata perharinya aalah sebanyak 200 pengunjung. Tim operasional terdiri dari redaksi 3 orang, webmaster 1 orang, dewan pakar 2 orang dan marketing 1 orang. Sebagian besar mendapat gaji dari perusahaan, dan sebagian lagi kompensasinya tidak berupa gaji.
Menurut Jaja, apa yang dilakukan oleh IndoHalal.com merupakan salah satu bentuk dakwah yang dilakukan melalui Internet. Konsepnya dengan menyebaran informasi tentang halal ini secara meluas dan terus menerus dengan berbagai metoda kepada masyarakat. Bagi umat Islam kalangan menengah ke atas, peran Internet cukup efektif sebagai media dakwah dan informasi.
Khatimah
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa masyarakat muslim umumnya dan ulama/da’i secara khsus agar lebih pro aktif dalam turut serta memamfaatkan multi media sebagai sarana berdakwah dan mencari bahan untuk materi dakwah. Kemajuan teknologi semakin hari semakin tidak bisa dibendung, oleh karena itu disamping harus bisa disikapi secara arif juga bisa dimamfaatkan secara maksimal untuk missi Islam.
Dengan kecanggihan teknologi dewasa ini, tentunya akan dapat mengurangi beban materi dan energi dalam rangka menjalankan missi dakwah Islamiyah ke antero jagat. Para ulama dan pakar tidak lagi membutuhkan biaya ekstra dan waktu yang lama untuk sekedar menyampaikan dan mencari materi dakwah.
Jaringan internet dengan segala fasilitasnya yang telah memberi ruang yang cukup bagi kelangsungan aktifitas dakwah islamiyah dengan sasaran yang plural dari berbagai suku dan bangsa harus kita gunakan dengan seefisien mungkin.
· Makalah disampaikan dalam Acara pelatihan Majlis Tabligh dan Dakwah Khusus Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat tanggal 12 April 2008
· Diambil dari berbagai sumber
Senin, 31 Maret 2008
INDUSTRIALISASI :ANTARA PERAN DAN ALTERNATIF KEGIATAN ORGANISASI WANITA ISLAM
Abstrak
Terjadinya proses industrialisasi dinegara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia membawa perubahan-perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat. Walaupun industrialisasi berkaitan dengan proses modernisasi, tetapi tidak selalu melahirkan tingkah modern di dalam masyarakat.
Pada satu sisi industrialisasi membawa kesejahteraan dan kemudahan dalam kehidupan masyarakat, namun pada sisi lain juga membawa kepada persoalan-persoalan. Hal ini dikarenakan telah terstruktur sedemikian rupa dalam sebuah technostructure karena mengejar efisiensi, ketepatan waktu dan persaingan serta orientasi kepada profit yang tinggi, sehingga banyak anggota masyarakat mengalami stress.
Organisasi wanita Islam dalam hal ini, perlu mengambil peran sentral dalam menanggulangi dampak industrialisasi ini. Beberapa peran yang bisa dilakukan antara lain adalah merumuskan visinya tentang masyarakat madani, menyuarakan hati nurani masyarakat, melakukan penyadaran kritis kepada masyarakat, memfasilitasi proses emansipasi sosial.
Key Word : Industrialisasi, Organisasi Wanita Islam
A. Menyongsong Era Industrialisasi dan Informasi
Masyarakat Indonesia seiring dengan beberapa masyarakat yang sedang ber-kembang di Dunia Ketiga lainnya, tengah bersiap-siap untuk melakukan proses industrialisasi. Proses industrialisai ini perlu dilakukan agar terjadi peningkatan kualitas hidup manusia (quality of life) dan agar dapat dibangun suatu peradaban yang maju. Industrialisasi pada dasarnya merupakan proses penerapan metode ilmu dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat. Industrialisasi sangat berkaitan dengan proses modernisasi. Tetapi tidak selamanya proses industrialisasi menghasilkan modernisasi, melahirkan sikap dan tingkah laku modern di dalam masyarakat luas. Demikian pula, industrialisasi bukanlah merupakan suatu proses sejarah yang "unlinier", perubahan dari masyarakat agraris tradisional kepada masyarakat industrial modern. Demikian pula tidak semua bangsa dan masyarakat melalui proses yang sama, mengalami intensitas yang sama, kecepatan yang sama serta hasil dan akibat yang sama di dalam proses industrialisasinya.
Menurut Dr. Kuntowijoyo, industrialisasi mempunyai moralitas baru yang me-nekankan pada rasionalisme ekonomi, pencapaian perorangan dan kesamaan (equity). Rasionalisme ekonomi, keuangan, dan industri mendorong masyarakat secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk memaksimalisasikan pencapaiannya dengan memanfaatkan sistem manajemen rasional yang efisien dan efektif. Masya-rakat luas juga memberikan penghargaan kepada sukses, kemampuan pribadi dan kerja keras. Maka untuk memasuki masyarakat industri, bukan saja diperlukan pe-rangkat-perangkat teknologinya, tetapi yang terpenting adalah perubahan kesadaran masyarakat maupun orang perorang. Lebih dari itu? perubahan kesadaran pribadi maupun kelompok tidak selalu sama tingkat kecepatannya dengan perubahan kelembagaan. Oleh karena itu sering terjadi peristiwa "kejutan" dan "ketertinggalan budaya" ("cultural schock dan "cultural lag"). (Kuntowujoyo, 1985, 49 - 66).
Era Industrialiasi di Indonesia hadirnya berbarengan dengan era informasi, yang di berbagai negara maju telah mulai pada sekitar pertengahan tahun 1970-an yang lalu. Pada saat ini, masyarakat dunia tengah memasuki masa revolusi industri ketiga. Sebuah revolusi yang terjadi secara besar-besaran sebagai hasil dari kemajuan di dalam bidang bio teknologi, mikro elektronik, teknologi bahan-bahan serta teknologi informasi. Berbagai penemuan baru tersebut telah merubah secara besar-besaran di dalam cara produksi di bidang industri. Mulai dari penggunaan kalkulator elektronik untuk melakukan “'quality control”, "programming" dan "stock replacement” sampai dengan penggunaan robot dalam proses produksi. Di dalam pekerjaan perkantoran yang bersandarkan kepada kecepatan arus informasi di dalam menjalankan me-kanisme administrasi dan birokrasi, pada saat ini telah dilakukan dengan sangat efisien, berkat penemuan mikro elektronik. Kemajuan di bidang mikro elektronik ini telah me-nyebabkan perubahan secara besar-besaran kerja perkantoran dan konsep manajemen. Kombinasi dari telekomunikasi dan komputasi/teknologi informatika, telah melahirkan sebuah " te1ematik ". Pada saat ini seseorang dapat berbicara ten-tang ketidak tergantungan terhadap jarak (distance independent) dalam sistem komunikasi yang menunjukkan tingginya kecepatan dan murahnya biaya komunikasi. Data elektronik dan bank data, pada saat ini telah berkembang dengan pesat. Dampak dari kemajuan telematik ini sangat jelas, pada bidang penyuntingan surat khabar dan majalah, akses pribadi kepada jaringan informasi internasional dan perkembangan jaringan komunikasi internasional seperti jarinqan TV, Radio, pencetakan jarak jauh? telephoto dan lain-lain. Cable TV dan “viewe data system" yang pada saat ini tengah berkembang juga merupakan hasil dari telematik ini.
Kehidupan rumah tanggapun dalam dasa warsa terakhir ini tidak luput dari perkembangan teknologi informatika ini. Oleh karena murahnya microcircuits dan microprocessor, maka rumah-rumah tangga di berbagai kalangan telah dapat meman-faatkan mini komputer dan berbagai personal computer. Denqan dikembangkannya jaringan komputer pribadi di rumah tangga tersebut dengan jaringan internasional, maka akan terjadi perubahan dalam kehidupan keluarga.
Demikianlah, oleh karena meluasnya pemanfaatan teknologi modern, telah timbul fenomena baru di da1am bidang komunikasi dan informasi, bidang organisasi sosial kemasyarakatan, serta di bidang proses produksi baik di dalam pabrik, kantor maupun rumah tangga. Kita dapat melakukan suatu perbandingan sederhana antara perkembangan mutakhir dalam era informatika ini dengan revolusi industri pada abad ke 19 yang 1alu . Revolusi industri yang terjadi pada dua abad yang lalu lebih ber-dasarkan pada teknologi elektro mekanik yang kurang lebih merupakan pengem-bangan "kekuatan otot" manusia. Sedangkan revolusi informatika pada masa revo-lusi. industri ke tiga ini lebih merupakan pengembangan “kekuatan otak” manusia, yang berupa kemampuan processing, memori dan kemampuan komunikasinya.
Mikro elektronik dengan demikian telah menjadi basis bagi apa yang disebut dengan "era informatika”. Ini merupakan suatu tahapan da1am perkembangan pe-radaban kita, dimana arus informasi dalam berbagai bentuknya (mulai dari kontrol kualitas produksi sampai dengan media massa) merupakan pusat dari kegiatan manusia. Bahkan menurut futurolog Daniel Bell di dalam tulisannya "Post Industrial Society", sebagaimana yang dikutip oleh John Naisbitt di dalam bukunya “Megatrends" bahwa di dalam masyarakat purna industri, maka informasi merupakan sumber daya yang strategis (strategic resource). Bahkan informasi merupakan sumber daya yang paling penting. Sementara di dalam masyarakat industri moda11ah yang menjadi sumber daya utamanya, sehingga dia1am masyarakat industri hanya sedikit orang yang memiliki akses terhadap sumber daya ini. Sedangkan di dalam masya-rakat informasi, sumber daya ini dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Bahkan dari segi jenis pekerjaan boleh dikatakan bahwa semua pekerja pro-fesional merupakan pekerja informasi ("information workers"): sekretaris, computer programmer, guru, muballigh/at, penasehat hukum, pekerja sosial, insinyur, systems analysts, dokter, arsitek, akuntan, pustakawan, wartawan, maupun para imam dan khotib, Di dalam masyarakat informasi, kerja profesional antara lain berupa pen-ciptaan, pengolahan dan distribusi informasi.
B. Dampak Sosial Budaya Dari Industrialisasi Dan Revolusi Informasi
Untuk memasuki era industrialisasi perlu dilakukan upaya persiapan sosial dan budaya (social and cultural preparation), selain harus dilakukan upaya pemilihan kebijakan tentang model dan proses industrialisasi itu sendiri. Sebagai bangsa yang akan melakukan industrialisasi di belakang bangsa-bangsa yang telah maju lainnya, bangsa Indonesia mampunyai kesempatan untuk balajar dari pengalaman bangsa-bangsa yang telah maju dengan berbagai hasil capaiannya beserta dampak negatif yang ditimbu1kannya.
Pada kasempatan ini dikemukakan beberapa dampak nagatif dari proses industrialisasi maupun revolusi informasi, untuk diantisipasi penanggu1angannya dan dicari jalan keluarnya sarta dilakukan pemilihan model-model dan metodanya yang terbaik. Sekaligus dapat dijadikan bahan pemikiran untuk merumuskan peran sentral dan panyusunan program aksi bagi organisasi sosial keagamaan wanita.
Salah satu persoalan yang menonjol di dalam masyarakat industri adalah seluruh kehidupan telah terstruktur sedemikian rupa dalam sebuah “technostructure", karena mengejar efisiensi, ketepatan waktu dan persaingan yang tinggi serta orientasi kepada perolehan keuntungan yang tinggi, maka banyak anggota masyarakat yang mengalami stress. Lebih dari itu, manusia merasa tidak berdaya menghadapi struktur yang besar yang ia bangun sendiri. Seluruh kegiatan dan gerak hidupnya tidak lagi di dalam kekuasaannya untuk mengaturnya secara sadar. Rasa ketidak berdayaan ( po-werkessness) ini pada akhirnya akan menimbu1kan rasa keterasingan eksistansial (alienation) dan kehilangan makna hidup. Oleh karena di dalam masyarakat industri tingkat penderitaan stress, depresi bahkan bunuh diri sangat tinggi.
Situasi penuh persaingan yang menimbulkan stress ini kemudian melahirkan prilaku kekerasan (violence). Budaya kekerasan (Culture of violence) ini di tambah perkembangannya oleh penerbitan dan penayangan pornografi serta sadisme dan horor. Kekerasan ini dapat barupa kakerasan sosial, pamaksaan masyarakat terhadap kebijakan, keputusan dan peraturan maupun tatanan masyarakat yang tidak se1a1u berorientasi kepada kepentingan masyarakat banyak dan terutama masyarakat bawah. Kekerasan budaya, kekerasan teknik dan kekerasan pisik. Penganiayaan suami ter-hadap istri, anak terhadap ibu, perampokan dan pemerkosaan terhadap wanita dan anak-anak di bawah umur. Di dalam konperensi Puncak Sedunia untuk Anak-anak di PBB pada akhir bulan September 1990 yang lalu dilaporkan meningkatnya tindakan kekerasan terhadap anak-anak di seluruh dunia. Di negara industri modern seperti Amerika, pada tahun 80-an yang 1alu di1aporkan adanya kematian anak-anak karena dibunuh o1eh orang tuanya sendiri sejumlah 4000 anak. Sementara itu jumlah orang tua yang disiksa o1eh anaknya sendiri sekitar 6.000.000 orang.
Bentuk kekerasan tehnik (technical violence) yang merupakan puncak dari kekerasan sosia1, budaya, maupun kekerasan ideo1ogi ada1ah berupa peperangan semenjak perang dunia II diperkirakan telah terjadi lebih dari 120 kali peperangan yang telah menyebabkan matinya 19 juta manusia. Lebih dari 60% dari korban perang tersebut adalah penduduk sipil. Analisa lain yang memakai definisi pe-perangan yang lebih luas, melaporkan semenjak tahun 1945 s.d 1982 telah terjadi tidak kurang dari 277 kali peperangan di dunia. Hampir seluruh peperangan tersebut terjadi di negara Dunia Ketiga, kecuali 18 peperangan, 15 buah peperangan terjadi antar neqara, 62 kali peperangan berupa konflik perbatasan, dan 200 kali peperangan (72 %) berupa perang saudara. Sebuah studi yang lain memperkirakan se1ama 40 tahun terakhir ini te1ah terjadi 192 kali peperangan yang melibatkan 27 ribu tentara. Peperangan tersebut telah menelan korban 51.000.000 orang sipil dan militer, termasuk mereka yanq terluka, tertawan dan hilang. Peperangan tersebut juga telah menyebabkan 49.000.000 orang menjadi pengungsi baik internal maupun inter-nasional .
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebut perang nuklir sebagai penyakit menu1ar yang terakhir. Apabi1a perang nuk1ir terjadi, maka akibatnya tidak terba-yangkan yaitu pemusnahan ummat manusia berikut peradaban dan 1ingkungannya. Peperangan yang telah terjadi selama ini, telah pula menimbulkan kerusakan ling-kungan hidup, pergerakan dan perubahan dalam pola kependudukan dan pola pemukimannya. Bergeraknya massa pengungsi dan orang-orang yang terusir dari negaranya serta kehilangan tempat tinggal, dapat menimbulkan tekanan demografis atas tanah dan mempercepat erosi serta kerusakan lingkungan hidup lainnya.
Percobaan senjata nuklir telah menimbulkan pencemaran udara dan laut serta mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim. Demikian pula per1ombaan senjata (arms race) te1ah menya1ahgunakan sumber pembangunan untuk keperluan pembuatan senjata pembunuh dan perusak. Pada tahun 1986, ketika PBB menyatakan sebagai Tahun Perdamaian Internasional, justru pada saat itu pembe1anjaan dunia untuk persenjataan mencapai puncaknya yaitu sejum1ah US $ 900 billion. Dengan demikian setiap bulan masyarakat dunia membelanjakan US $ 75 billion untuk persenjataan, setiap hari US $ 2.465,753.400,-, setiap menit US $ 1.712.329- dan setiap detik US $ 20.539,-. Dan itu berarti pada tahun 1986 yanq lalu, pembelanjaan persenjataan dunia sebesar sepertiqa dari pendapatan nasional (GNP) seluruh Dunia Ketiga yang dihuni oleh 70 X seluruh penduduk dunia.
C. Peranan Sentral Organisasi Wanita Islam
Untuk dapat mengambil peranan sentral di dalam menyongsong era industri-alisasi, maka yang pertama-tama harus di1akukan o1eh organisasi wanita sosial keagamaan adalah merumuskan kemba1i visi (nadzoriyah) dan misi ( risalah) yang diembannya serta kepedu1ian utamanya sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan sosia1 budaya yang dihadapinya. Menurut rumusan Lembaga Relawan PBB (The United Nations Volunter Service) dalam lokakarya regional Asia-Pasifik tentang "Peranan Pemuda di dalam Meningkatkan Pembangunan yang Partisipatif" pada bulan Desember 1989 di Kuala Lumpur, disebutkan bahwa syarat bagi efek-tifitas organisasi kepemudaan antara lain adalah:
1. Harus mempunyai rumusan tujuan dan sasaran yang jelas dan spesifik,
2. Harus mandiri (independent) ,
3. Harus terorganisasikan secara baik (dengan kepemimpinan yang baik, fleksi-bi1itas untuk me1akukan penyesuaian diri dengan berbagai perubahan situasi, de-mokratis dan accountable),
4. Harus kohesif dan memiliki kesadaran organisasi serta kepekaan sosial. Untak itu, maka organisasi wanita perlu melakukan penyadaran diri (self awareness rising), perumusan dan artikulasi diri (self articulation) dan actua1isasi diri (self actualization) sesuai dengan panggilan sejarah dan tantangan zamannya.
Sehubungan dengan terjadinya perubahan yang cepat dan multi dimensi, maka peran utama organisasi wanita Islam yang pertama adalah merumuskan visi-visi barunya tentang "masyarakat madani” dalam proses industrialisasi.
Organisasi wanita Islam perlu terus melakukan artiku1asi permasa1ahan yang dihadapi oleh kaum wanita di da1am masyarakat industri. Sehingga dapat mem-berikan pedoman dan panduan (guide lines) bagi masyarakat luas dan anggotanya. Sebagian penyebab dari kurang menariknya beberapa organisasi kemasyarakatan antara lain karena kurang artiku1atifnya organisasi tersebut. Atau artikulasinya kurang menyentuh permasalahan yang mendasar yang dihadapi oleh kaum wanita, khususnya dilingkungan masyarakat miskin, rentan dan marjinal.
Peran utama yang kedua dari organisasi wanita Islam adalah "untuk menyua-rakan hati nurani mereka yang tidak bersuara" ("the voiceless"). Melakukan advokasi sosial dengan memberikan kepedulian terhadap kaum dhu'afa yang terdiri dari kaum wanita yang dikurangi dan dilanggar hak-haknya, kaum ibu-ibu dan anak-anak yang menjadi korban dari kekerasan sosia1, kekerasan budaya dan kekerasan tehnik. Dan melakukan pendampingan sosial agar mereka dapat menolong dirinya sendiri dan untuk mengangkat harkat dan martabatnya.
Peran yang ketiga, melakukan penyadaran kritis (critical awareness building) kepada masyarakat. Suatu proses penyadaran yang sistematis lewat barbagai media dan tehnik, agar masyarakat manyadari potensinya dan mampu mengidentifikasikan masalah dalam proses industrialisasi dan mampu memecahkan masalah mereka sendiri serta mampu mengaktualisasikan diri mereka.
Peran yang keempat adalah menfasilitasi proses emansipasi sosial. Organisasi wanita Islam bekerja sama dengan sesama organisasi wanita Islam menjalin kersama dengan berbagai organisasi lainnya, melakukan “net working" dan membangun jalinan kerja di bidang sumber daya, penelitian, pendanaan, pelatihan, program aksi dan informasi. Pengorganisasian masyarakat serta jaringan kerja ini perlu untuk menfasilitasi suatu proses emansipasi sosial. Oleh karena itu, di dalam menyongsong era Industrialisasi, organisasi wanita Islam perlu mempersiapkan diri untuk me-lakukan pendakian yang tinggi.
D. Beberapa Alternatif Kegiatan dalam Menyongsong Era Industrialisasi
Dengan menyadari betapa per1unya untuk mengantisipasi proses indus-trialisasi ini, pertama-tama organisasi wanita Islam perlu mengembangkan program peningkatan kua1itas hidup manusia. Peningkatan kua1itas hidup tersbut antara 1ain adalah dengan pengembangan sumber daya manusia (human development).
1. Pengembanqan Ketenaga Kerjaan
Mengingat tingginya jumlah angkatan kerja usia muda dan wanita, maka ma-salah ketenaga kerjaan pada saat ini dan waktu-waktu mendatang perlu menjadi prioritas utama.
2. Dokumentasi, Komunikasi dan Informasi
Dalam menghadapi era informasi yang membarengi era industrialisasi, maka pembinaan kesadaran informasi serta kemampuan komunikasi untuk emansipasi sosial perlu dikembangkan. Untuk itu dapat dilakukan berbagai kegiatan di bidang pangembangan Dokumentasi, komunikasi dan informasi. Pada saat ini misalnya telah berkembang berbagai model latihan di bidang komunikasi sosial dan informasi untuk pengembangan masyarakat. Latihan-latihan ini antara lain meliputi:
a. Jurnalistik Jama'ah, Pedesaan / Perkotaan
1) Pengenalan terhadap berbagai bentuk dan model jurnalistik pedesaan/ perko-taan, terutama yang dapat dibuat dan dilakukan oleh masyarakat sendiri.
2) Perencanaan penerbitan Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
3) Proses produksi Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
4) Manajemen penerbitan Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
b. Multi Media
1) Flexiplan : penggunaan media serba guna secara partisipatif
2) Fotonovella: pembuatan cerita/berita yang menarik dan komunikatif dengan menyusun foto-foto
3) Poster: penyampaian informasi dan pesan-pesan yang jelas dan menarik dengan gambar dan tulisan singkat
4) Media Jembatan Bambu: pemecahan masalah dan parencanaan partisipatif dengan mempergunakan gambar-gambar yang menarik
c. Media Elaktronika
1) Kaset Suara
2) Program Radio
3) Slide Suara
4) Program Video dan Film
d. Teatar
Dengan berbagai latihan yang meliputi antara lain :
1) Ekspresi diri
2) Ekspresi gerak
3) Ekspresi emosi
4) Ekspresi konflik
5) Ekspresi vokal
6) Ekspresi musik
7) Penulisan naskah
8) Pementasan
Dapat pula dilakukan berbagai kegiatan teater boneka dan lain-lain. Menarik juga untuk mengembangkan perpustakaan jama'ah di lingkungan wanita pekerja, baik untuk anak-anak, remaja maupun wanita dewasa.
3. Pendidikan Konsumen
Salah satu dari budaya yang menonjol pada masyarakat industri adalah bu-daya konsumerisme. Melimpahnya benda dan jasa yang ditawarkan dipasar, deras-nya arus iklan yang menarik masyarakat untuk melakukan konsumsi tinggi, ber-kembangnya model "gengsi-gengsian" sehingga masyarakat berlomba untuk mem-beli produk yang sebenarnya tidak diperlukan. Demikian pula banyaknya barang-barang komoditi yang dapat menimbulkan bahaya (makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika dll) dan berbagai jasa yang ditawarkan kepada masyarakat, sementara konsumen tidak tahu hak-haknya yang dilindungi hukum dan tidak dapat membela kepentingannya, sehingga konsumen selalu berada di dalam posisi yang sangat lemah di depan produsen maupun pengecer. Oleh karena itu program pendidikan konsu-men dan juga pengorganisasian kelompok konsumen merupakan program yang menarik dalam era industrialisasi.
4. Pendidikan Pembangunan
Pendidikan pembangunan di dalam masyarakat industri meliputi tiga hal seka-ligus. Pendidikan Kependudukan, Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pendidikan Per-damaian. Dua macam pendidikan pembangunan yang pertama (pendidikan ke-pendudukan dan lingkungan hidup sudah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok organisasi sosial keagamaan), sedang pendidikan perdamaian yang merupakan isu yang sangat penting di dalam masyarakat industri ini, kurang mendapat perhatian. Di dalam masyarakat industri dan informasi, baik karena terbawa oleh kerasnya per-saingan, proses alienasi dan dehumanisasi yang lebih luas, serta berbagai perkem-bangan media pornografi dan sadisme, maka berkembang juga bentuk-bentuk kekerasan. Kekerasan sosial, kekerasan budaya, kekerasan struktural maupun kekerasan tehnik. Dan kebanyakan orang tua (Manula), wanita dan anak-anaklah yang menjadi korban dari berbagai bentuk kekerasan tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan pendidikan perdamaian yang marupakan bagian dari pendidikan pembangunan. Pendidikan perdamaian pada dasarnya adalah model pendidikan yang melakukan penyadaran diri, pembentukan nilai, sikap tingkah laku, serta kemampuan analisis dan kecakapan tehnik di dalam menghadapi masalah-masalah perdamaian, seperti kekerasan, ketidak adi1an, perusakan lingkungan, penye1esaian konflik secara damai, kerja sama antar berbagai kelompok sosial, suku, bangsa dan budaya (me-ngembangkan budaya "salaam”).
Pendidikan perdamaian dalam perspektif ini sekurang-kurangnya mempunyai beberapa karakteristik:
a. Pendidikan perdamaian (bersama kependudukan dan lingkungan hidup). Ini mem-pergunakan dunia ("globe") ini sebagai unit analisis yang utama. Dengan pan-dangan bahwa permasalahan kemanusiaan dewasa ini bersifat struktural dan saling berjalin berkelindan. Dengan kata lain, bahwa bahaya ketidak adilan sosia1, po1itik dan ekonomi, kemiskinan, peperangan dan kerusakan lingkungan hidup itu akan mempunyai pengaruh terhadap manusia di seluruh dunia. Permasalahan ini mengatasi batasan disiplin ilmu pengetahuan maupun batasan kebangsaan dan harus dilakukan bersama-sama secara holistik.
b. Pendidikan perdamaian (bersama kependudukan dan lingkungan hidup) ini sangat peduli terhadap nasib manusia, mereka yang pada saat ini menghuni planet bumi ini maupun mereka yang akan dilahirkan sebagai generasi mendatang. Dengan demikian pendidikan perdamaian ini bersifat futuristik, mengupayakan model pembangunan yang adil dan berkelanjutan (sustainable deve1opment) .
c. Pendidikan perdamaian ini bersifat padat nilai dan berorientasi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur (value loaded dan Value oriented), sebab ia meng-upayakan pengurangan dan penghapusan ketidak adilan dan kesenjangan sosial serta berbagai bentuk kekerasan di semua peringkat. Dalam hal ini nilai-nilai ke-manusiaan yang luhur yang berdasarkan wahyu Ilahi merupakan orientasi utama bagi pendidikan perdamaian ini.
5. Wisata Kultural-Reliqius
Pariwisata merupakan industri yang akan berkembang dimasa depan. Per-kembangan pariwisata ini antara lain disebabkan oleh: a. Meningkatnya pendapatan masyarakat, sehingga mereka dapat menabung untuk keperluan rekreasi, b. Semakin luasnya waktu luang (pada akhir pekan, liburan semester atau cuti tahunan dll), c. Semakin banyaknya fasilitas transportasi, komunikasi dan penginapan, camping ground dll, d. Semakin banyaknya penawaran paket wisata murah, e. Semakin ber-kembangnya informasi (lewat TV, Maja1ah, radio) tentang berbagai tempat dan budaya, sehingga menarik masyarakat untuk dapat mengunjunginya (berwisata).
Untuk itu perlu dikembangkan program model wisata kultural religius yang beraspek pendalaman penghayatan dan pengkayaan nilai-nilai kultural religius, baik bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara.
6. Pendampingan Sosial
Program pendampingan sosial ini dapat dilakukan terhadap berbagai kelompok sosial dengan berbaqai titik masuk (entry-point) yang relevan dan yang merupakan kebutuhan nyata dalam masyarakat.
Pendampingan sosial ini pertama-tama ditujukan kepada kelompok masyarakat rentan dan marjinal seperti : masyarakat miskin di perkotaan (urban squaters), petani wanita, buruh wanita, nelayan wanita, pembantu rumah tangga, anak-anak yang terlantar, Manula, penderita cacat. Pendampingan sosia1 ini terutama ditujukan untuk meng-angkat harkat dan martabat mereka serta memberikan kemampuan (empowering) kepada mereka agar dapat mandiri.
Salah satu model sederhana yang dapat dikembangkan, misalnya model pen-dampingan anak-anak dengan orang tua tunggal (single parent) maupun anak-anak yang sering mendapat perlakuan kekerasan dari orang tuanya antara lain berupa pendampingan persaudaraan. Di mana pendamping sosial menyediakan sebagian waktunya, satu atau dua jam dalam satu minggu untuk menemani dan membimbing anak-anak tersebut dengan membacakan cerita, membawa berja1an-ja1an ke1uar rumah, atau sekedar mene1pon untuk menyapa maupun bercakap-cakap. Dan masih banyak model dan cara lain untuk meno1ong bagi orang 1ain yang menderita.
7. Kelompok Diskusi dan Studi
Salah satu kegiatan yang manarik bagi remaja dan pemuda yang sedang tinggi rasa ingin tahu, semangat artikulasi serta daya kritis dan dinamikanya adalah berupa kelompok studi dan diskusi. Oleh karena cepatnya perubahan sosial budaya dalam masyarakat industri, maka berbagai pengkajian perlu di1akukan. Setidak-tidaknya tersedia forum untuk berbagai ide, kepedu1ian dan pangalaman serta rencana-rencana bagi orang-orang muda. Suatu forum untuk melakukan artikulasi dan ekspresi diri secara eksistensial.
Kelompok studi ini dapat melakukan studi yang mendalam, dengan turun ke lapangan, misalnya meneliti kehidupan pedagang asongan, wanita tukang bangunan, ibu pedagang sayur, pembantu rumah tangga wanita, wanita buruh tani dll. Atau dapat mendiskusikan beberapa kasus yang beritanya dimuat di dalam majalah atau surat kabar.
8. Refleksi Teologis
Untuk memberikan akar yang mendalam dan sumber nilai serta spiritualitas bagi gerakan wanita Islam, nampaknya semakin diperlukan perenungan dan refleksi imani/teologis terhadap berbagai masa1ah sosial yang berhubungan dengan wanita. Gerakan wanita di dalam era industrialisasi modern menghadapi berbagai persoalan yang lebih rumit di banding dalam masyarakat agraris tradisional. Oleh karena itu diperlukan pula landasan dan visi serta perspektif teologis yang lebih mendalam, bukan saja dari segi sah dan batal suatu tindakan atau halal dan haramnya sesuatu.
9. Manajemen Organisasi Nirlaba
Berkembangnya lembaga swadaya masyarakat dan berbagai organisasi nirlaba (nonprofit, organisation) dan keterlibatan mereka dalam gerakan partisipasi sosial dalam pembangunan masyarakat, telah melahirkan berbagai model dan tehnik ma-najemen khusus bagi gerakan kemasyarakatan yang tidak berorientasi mencari keuntungan tersebut. Model manajemen ini merupakan a1ternatif dari model-model manajemen industri dan manajemen parusahaan yang lahir bersama proses in-dustrialisasi di Barat. Organisasi ini lebih berorientasi kepada pendampingan sosial untuk memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk berdiri sendiri. Model manajemen ini lebih bersifat partisipatif dengan semangat berbagi dan pengabdian.
Kalau selama ini banyak organisasi kemasyarakatan yang mengadopsi model manajemen perusahaan yang diterapkan pada organisasi kemasyarakatan, maka sudah saatnya bagi lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi wanita Islam untuk mengembangkan model manajemen gerakan yang sesuai dengan visi dan misi serta program aksinya.
Sama halnya dengan manajemen perusahaan, manajemen gerakan organisasi nirlaba ini juga meliputi masalah, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya (ma-nusia), manajemen tenaga relawan, pengelolaan program dan proyek, pemasaran produk organisasi nirlaba, pendanaan organisasi nirlaba, manajemen keuangan or-ganisasi nirlaba, dinamika kelompok, hubungan dengan pihak dampingan, penge-lolaan waktu dan lain-lain yang berdasarkan filsafat dan model gerakan organisasi kemasyarakatan.
E. Khotimah
Era industrialisasi merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dapat dielakkan dan ditentang. Dengan demikian organisasi-organisasi kewanitaan memerlukan reformulasi gerakannya, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap anggotanya dalam memasuki era industrialisasi secara radik dan cerdik.
Namum demikian sudah barang tentu pada setiap tahap perkembangannya perlu penyesuaian dan pengembangan. Sesuai dengan dinamika perkembangan era industrialisasi dan informasi yang hadir secara berbarengan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdu1l ah, Muhammaad Khouj, DR, Education in Islam , The Is1amic Center, Washington, DC .1987
AI-Asy'ari, Abu Bakar, Tugas Wanita dalam Islam, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga, Jakarta, 1981
Brown, Lester R, dan Wolf, Edward C, A Sustainable Society: the Challenge for World Leadership, dalam Breakthrough, Vol. 9, No, 1-3, Global Education Associates, New York, 1988
Fakih, Mansour dan Topatimasang, Roem , Biarkan Kami Bicara, Panduan Latihan Komunikasi Pengembanqan Masyarakat, P3M, Jakarta, 1988
Fanani, Ahmad dan Hasyim, Musthafa W, Menerobos Masyarakat Industri, Tantanqan Generasi Muda Islam, Sha1ahuddin Press, Yogyakarta, 1985
Hassan., Prof, DR. Riffat, Teologi Parempuan Dalam Tradisi Islam, da1am Ulumul Quran, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Vol.1, Lem baga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1990
Ihromi,T0., Wanita Sebagai Penerus Nilai-nilai kepada Generasi Muda, dalam "Prisma" , No, 5, Tahun IV, LP3ES, Jakarta, 1975
Jacob, Prof. DR. T, "Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai" PT, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta,, 1988
Jones, Lynne, "women in the Shadow of Debt", dalam "CCPD for a Change", No, 2, CCPD, Geneva, 1989
Karl , Marilee, ''Integrating Women into Multinational Development”, da1am ''Women's Internationa1 Bu1letin'' , N o . 24, ISIS, Geneva, 1982
King, Ursula, "The Spiritual Herritage of Wowan", dalam "Ilmu Dan Budaya" ,, tahun VIII, No, 4, Universitas Nasional, Jakarta, 1986
Kuntowijoyo, DR, “Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia”, Shalahuddin Press, Yogyakarta., 1985
Naisbitt, John dan Aburden, Patricia, "Megatrends 2000: Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 199O-an", Seri Ringkasan Bagi Eksekutif, Warta Ekonomi, Jakarta, Cetakan keempat
Obenhous, Victor, "Ethic for an Industrial Age". Harpar and Raw, New York, 1965
PRIA, "Empowering Women ; Organisational Models", dalam "Woman in Acti-on". No, 2., ISIS International Woman's Journa1, Geneva , 1989
Romero, Rene, "Educating for Peacs in an Interdependent World", dalam "Social Alternatives", Volume 9, No. 2, Queensland, 1990
Sjahrir, Kartini, "Wanita : Beberapa Catatan Antropologis", dalam "Prisma". No. 10, tahun XIV, LP3ES, Jakarta 1985
Sirikanchana, Pataraporn, "Mother Divine : The Lady of Peace", dalam "Seed of Peace". Vol. 3, No. 3, Thai Inter-Religious Commission for Development, Bangkok, 1987
Soepangat, DR. Parwati, "Pengaruh Perkembangan Psikologi Wanita terhadap Perilaku Wanita Masa Depan", dalam "Warta Studi Perempuan”. No. 1-2, PDII, Jakarta 1989
Vriens, Lennart, "Peace Education in the Nineties, A Reappraisal of Values and Options" dalam "Peaca. Environment and Education", No. 1, Autumn, Sweden, 1990
Terjadinya proses industrialisasi dinegara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia membawa perubahan-perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat. Walaupun industrialisasi berkaitan dengan proses modernisasi, tetapi tidak selalu melahirkan tingkah modern di dalam masyarakat.
Pada satu sisi industrialisasi membawa kesejahteraan dan kemudahan dalam kehidupan masyarakat, namun pada sisi lain juga membawa kepada persoalan-persoalan. Hal ini dikarenakan telah terstruktur sedemikian rupa dalam sebuah technostructure karena mengejar efisiensi, ketepatan waktu dan persaingan serta orientasi kepada profit yang tinggi, sehingga banyak anggota masyarakat mengalami stress.
Organisasi wanita Islam dalam hal ini, perlu mengambil peran sentral dalam menanggulangi dampak industrialisasi ini. Beberapa peran yang bisa dilakukan antara lain adalah merumuskan visinya tentang masyarakat madani, menyuarakan hati nurani masyarakat, melakukan penyadaran kritis kepada masyarakat, memfasilitasi proses emansipasi sosial.
Key Word : Industrialisasi, Organisasi Wanita Islam
A. Menyongsong Era Industrialisasi dan Informasi
Masyarakat Indonesia seiring dengan beberapa masyarakat yang sedang ber-kembang di Dunia Ketiga lainnya, tengah bersiap-siap untuk melakukan proses industrialisasi. Proses industrialisai ini perlu dilakukan agar terjadi peningkatan kualitas hidup manusia (quality of life) dan agar dapat dibangun suatu peradaban yang maju. Industrialisasi pada dasarnya merupakan proses penerapan metode ilmu dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat. Industrialisasi sangat berkaitan dengan proses modernisasi. Tetapi tidak selamanya proses industrialisasi menghasilkan modernisasi, melahirkan sikap dan tingkah laku modern di dalam masyarakat luas. Demikian pula, industrialisasi bukanlah merupakan suatu proses sejarah yang "unlinier", perubahan dari masyarakat agraris tradisional kepada masyarakat industrial modern. Demikian pula tidak semua bangsa dan masyarakat melalui proses yang sama, mengalami intensitas yang sama, kecepatan yang sama serta hasil dan akibat yang sama di dalam proses industrialisasinya.
Menurut Dr. Kuntowijoyo, industrialisasi mempunyai moralitas baru yang me-nekankan pada rasionalisme ekonomi, pencapaian perorangan dan kesamaan (equity). Rasionalisme ekonomi, keuangan, dan industri mendorong masyarakat secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk memaksimalisasikan pencapaiannya dengan memanfaatkan sistem manajemen rasional yang efisien dan efektif. Masya-rakat luas juga memberikan penghargaan kepada sukses, kemampuan pribadi dan kerja keras. Maka untuk memasuki masyarakat industri, bukan saja diperlukan pe-rangkat-perangkat teknologinya, tetapi yang terpenting adalah perubahan kesadaran masyarakat maupun orang perorang. Lebih dari itu? perubahan kesadaran pribadi maupun kelompok tidak selalu sama tingkat kecepatannya dengan perubahan kelembagaan. Oleh karena itu sering terjadi peristiwa "kejutan" dan "ketertinggalan budaya" ("cultural schock dan "cultural lag"). (Kuntowujoyo, 1985, 49 - 66).
Era Industrialiasi di Indonesia hadirnya berbarengan dengan era informasi, yang di berbagai negara maju telah mulai pada sekitar pertengahan tahun 1970-an yang lalu. Pada saat ini, masyarakat dunia tengah memasuki masa revolusi industri ketiga. Sebuah revolusi yang terjadi secara besar-besaran sebagai hasil dari kemajuan di dalam bidang bio teknologi, mikro elektronik, teknologi bahan-bahan serta teknologi informasi. Berbagai penemuan baru tersebut telah merubah secara besar-besaran di dalam cara produksi di bidang industri. Mulai dari penggunaan kalkulator elektronik untuk melakukan “'quality control”, "programming" dan "stock replacement” sampai dengan penggunaan robot dalam proses produksi. Di dalam pekerjaan perkantoran yang bersandarkan kepada kecepatan arus informasi di dalam menjalankan me-kanisme administrasi dan birokrasi, pada saat ini telah dilakukan dengan sangat efisien, berkat penemuan mikro elektronik. Kemajuan di bidang mikro elektronik ini telah me-nyebabkan perubahan secara besar-besaran kerja perkantoran dan konsep manajemen. Kombinasi dari telekomunikasi dan komputasi/teknologi informatika, telah melahirkan sebuah " te1ematik ". Pada saat ini seseorang dapat berbicara ten-tang ketidak tergantungan terhadap jarak (distance independent) dalam sistem komunikasi yang menunjukkan tingginya kecepatan dan murahnya biaya komunikasi. Data elektronik dan bank data, pada saat ini telah berkembang dengan pesat. Dampak dari kemajuan telematik ini sangat jelas, pada bidang penyuntingan surat khabar dan majalah, akses pribadi kepada jaringan informasi internasional dan perkembangan jaringan komunikasi internasional seperti jarinqan TV, Radio, pencetakan jarak jauh? telephoto dan lain-lain. Cable TV dan “viewe data system" yang pada saat ini tengah berkembang juga merupakan hasil dari telematik ini.
Kehidupan rumah tanggapun dalam dasa warsa terakhir ini tidak luput dari perkembangan teknologi informatika ini. Oleh karena murahnya microcircuits dan microprocessor, maka rumah-rumah tangga di berbagai kalangan telah dapat meman-faatkan mini komputer dan berbagai personal computer. Denqan dikembangkannya jaringan komputer pribadi di rumah tangga tersebut dengan jaringan internasional, maka akan terjadi perubahan dalam kehidupan keluarga.
Demikianlah, oleh karena meluasnya pemanfaatan teknologi modern, telah timbul fenomena baru di da1am bidang komunikasi dan informasi, bidang organisasi sosial kemasyarakatan, serta di bidang proses produksi baik di dalam pabrik, kantor maupun rumah tangga. Kita dapat melakukan suatu perbandingan sederhana antara perkembangan mutakhir dalam era informatika ini dengan revolusi industri pada abad ke 19 yang 1alu . Revolusi industri yang terjadi pada dua abad yang lalu lebih ber-dasarkan pada teknologi elektro mekanik yang kurang lebih merupakan pengem-bangan "kekuatan otot" manusia. Sedangkan revolusi informatika pada masa revo-lusi. industri ke tiga ini lebih merupakan pengembangan “kekuatan otak” manusia, yang berupa kemampuan processing, memori dan kemampuan komunikasinya.
Mikro elektronik dengan demikian telah menjadi basis bagi apa yang disebut dengan "era informatika”. Ini merupakan suatu tahapan da1am perkembangan pe-radaban kita, dimana arus informasi dalam berbagai bentuknya (mulai dari kontrol kualitas produksi sampai dengan media massa) merupakan pusat dari kegiatan manusia. Bahkan menurut futurolog Daniel Bell di dalam tulisannya "Post Industrial Society", sebagaimana yang dikutip oleh John Naisbitt di dalam bukunya “Megatrends" bahwa di dalam masyarakat purna industri, maka informasi merupakan sumber daya yang strategis (strategic resource). Bahkan informasi merupakan sumber daya yang paling penting. Sementara di dalam masyarakat industri moda11ah yang menjadi sumber daya utamanya, sehingga dia1am masyarakat industri hanya sedikit orang yang memiliki akses terhadap sumber daya ini. Sedangkan di dalam masya-rakat informasi, sumber daya ini dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Bahkan dari segi jenis pekerjaan boleh dikatakan bahwa semua pekerja pro-fesional merupakan pekerja informasi ("information workers"): sekretaris, computer programmer, guru, muballigh/at, penasehat hukum, pekerja sosial, insinyur, systems analysts, dokter, arsitek, akuntan, pustakawan, wartawan, maupun para imam dan khotib, Di dalam masyarakat informasi, kerja profesional antara lain berupa pen-ciptaan, pengolahan dan distribusi informasi.
B. Dampak Sosial Budaya Dari Industrialisasi Dan Revolusi Informasi
Untuk memasuki era industrialisasi perlu dilakukan upaya persiapan sosial dan budaya (social and cultural preparation), selain harus dilakukan upaya pemilihan kebijakan tentang model dan proses industrialisasi itu sendiri. Sebagai bangsa yang akan melakukan industrialisasi di belakang bangsa-bangsa yang telah maju lainnya, bangsa Indonesia mampunyai kesempatan untuk balajar dari pengalaman bangsa-bangsa yang telah maju dengan berbagai hasil capaiannya beserta dampak negatif yang ditimbu1kannya.
Pada kasempatan ini dikemukakan beberapa dampak nagatif dari proses industrialisasi maupun revolusi informasi, untuk diantisipasi penanggu1angannya dan dicari jalan keluarnya sarta dilakukan pemilihan model-model dan metodanya yang terbaik. Sekaligus dapat dijadikan bahan pemikiran untuk merumuskan peran sentral dan panyusunan program aksi bagi organisasi sosial keagamaan wanita.
Salah satu persoalan yang menonjol di dalam masyarakat industri adalah seluruh kehidupan telah terstruktur sedemikian rupa dalam sebuah “technostructure", karena mengejar efisiensi, ketepatan waktu dan persaingan yang tinggi serta orientasi kepada perolehan keuntungan yang tinggi, maka banyak anggota masyarakat yang mengalami stress. Lebih dari itu, manusia merasa tidak berdaya menghadapi struktur yang besar yang ia bangun sendiri. Seluruh kegiatan dan gerak hidupnya tidak lagi di dalam kekuasaannya untuk mengaturnya secara sadar. Rasa ketidak berdayaan ( po-werkessness) ini pada akhirnya akan menimbu1kan rasa keterasingan eksistansial (alienation) dan kehilangan makna hidup. Oleh karena di dalam masyarakat industri tingkat penderitaan stress, depresi bahkan bunuh diri sangat tinggi.
Situasi penuh persaingan yang menimbulkan stress ini kemudian melahirkan prilaku kekerasan (violence). Budaya kekerasan (Culture of violence) ini di tambah perkembangannya oleh penerbitan dan penayangan pornografi serta sadisme dan horor. Kekerasan ini dapat barupa kakerasan sosial, pamaksaan masyarakat terhadap kebijakan, keputusan dan peraturan maupun tatanan masyarakat yang tidak se1a1u berorientasi kepada kepentingan masyarakat banyak dan terutama masyarakat bawah. Kekerasan budaya, kekerasan teknik dan kekerasan pisik. Penganiayaan suami ter-hadap istri, anak terhadap ibu, perampokan dan pemerkosaan terhadap wanita dan anak-anak di bawah umur. Di dalam konperensi Puncak Sedunia untuk Anak-anak di PBB pada akhir bulan September 1990 yang lalu dilaporkan meningkatnya tindakan kekerasan terhadap anak-anak di seluruh dunia. Di negara industri modern seperti Amerika, pada tahun 80-an yang 1alu di1aporkan adanya kematian anak-anak karena dibunuh o1eh orang tuanya sendiri sejumlah 4000 anak. Sementara itu jumlah orang tua yang disiksa o1eh anaknya sendiri sekitar 6.000.000 orang.
Bentuk kekerasan tehnik (technical violence) yang merupakan puncak dari kekerasan sosia1, budaya, maupun kekerasan ideo1ogi ada1ah berupa peperangan semenjak perang dunia II diperkirakan telah terjadi lebih dari 120 kali peperangan yang telah menyebabkan matinya 19 juta manusia. Lebih dari 60% dari korban perang tersebut adalah penduduk sipil. Analisa lain yang memakai definisi pe-perangan yang lebih luas, melaporkan semenjak tahun 1945 s.d 1982 telah terjadi tidak kurang dari 277 kali peperangan di dunia. Hampir seluruh peperangan tersebut terjadi di negara Dunia Ketiga, kecuali 18 peperangan, 15 buah peperangan terjadi antar neqara, 62 kali peperangan berupa konflik perbatasan, dan 200 kali peperangan (72 %) berupa perang saudara. Sebuah studi yang lain memperkirakan se1ama 40 tahun terakhir ini te1ah terjadi 192 kali peperangan yang melibatkan 27 ribu tentara. Peperangan tersebut telah menelan korban 51.000.000 orang sipil dan militer, termasuk mereka yanq terluka, tertawan dan hilang. Peperangan tersebut juga telah menyebabkan 49.000.000 orang menjadi pengungsi baik internal maupun inter-nasional .
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebut perang nuklir sebagai penyakit menu1ar yang terakhir. Apabi1a perang nuk1ir terjadi, maka akibatnya tidak terba-yangkan yaitu pemusnahan ummat manusia berikut peradaban dan 1ingkungannya. Peperangan yang telah terjadi selama ini, telah pula menimbulkan kerusakan ling-kungan hidup, pergerakan dan perubahan dalam pola kependudukan dan pola pemukimannya. Bergeraknya massa pengungsi dan orang-orang yang terusir dari negaranya serta kehilangan tempat tinggal, dapat menimbulkan tekanan demografis atas tanah dan mempercepat erosi serta kerusakan lingkungan hidup lainnya.
Percobaan senjata nuklir telah menimbulkan pencemaran udara dan laut serta mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim. Demikian pula per1ombaan senjata (arms race) te1ah menya1ahgunakan sumber pembangunan untuk keperluan pembuatan senjata pembunuh dan perusak. Pada tahun 1986, ketika PBB menyatakan sebagai Tahun Perdamaian Internasional, justru pada saat itu pembe1anjaan dunia untuk persenjataan mencapai puncaknya yaitu sejum1ah US $ 900 billion. Dengan demikian setiap bulan masyarakat dunia membelanjakan US $ 75 billion untuk persenjataan, setiap hari US $ 2.465,753.400,-, setiap menit US $ 1.712.329- dan setiap detik US $ 20.539,-. Dan itu berarti pada tahun 1986 yanq lalu, pembelanjaan persenjataan dunia sebesar sepertiqa dari pendapatan nasional (GNP) seluruh Dunia Ketiga yang dihuni oleh 70 X seluruh penduduk dunia.
C. Peranan Sentral Organisasi Wanita Islam
Untuk dapat mengambil peranan sentral di dalam menyongsong era industri-alisasi, maka yang pertama-tama harus di1akukan o1eh organisasi wanita sosial keagamaan adalah merumuskan kemba1i visi (nadzoriyah) dan misi ( risalah) yang diembannya serta kepedu1ian utamanya sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan sosia1 budaya yang dihadapinya. Menurut rumusan Lembaga Relawan PBB (The United Nations Volunter Service) dalam lokakarya regional Asia-Pasifik tentang "Peranan Pemuda di dalam Meningkatkan Pembangunan yang Partisipatif" pada bulan Desember 1989 di Kuala Lumpur, disebutkan bahwa syarat bagi efek-tifitas organisasi kepemudaan antara lain adalah:
1. Harus mempunyai rumusan tujuan dan sasaran yang jelas dan spesifik,
2. Harus mandiri (independent) ,
3. Harus terorganisasikan secara baik (dengan kepemimpinan yang baik, fleksi-bi1itas untuk me1akukan penyesuaian diri dengan berbagai perubahan situasi, de-mokratis dan accountable),
4. Harus kohesif dan memiliki kesadaran organisasi serta kepekaan sosial. Untak itu, maka organisasi wanita perlu melakukan penyadaran diri (self awareness rising), perumusan dan artikulasi diri (self articulation) dan actua1isasi diri (self actualization) sesuai dengan panggilan sejarah dan tantangan zamannya.
Sehubungan dengan terjadinya perubahan yang cepat dan multi dimensi, maka peran utama organisasi wanita Islam yang pertama adalah merumuskan visi-visi barunya tentang "masyarakat madani” dalam proses industrialisasi.
Organisasi wanita Islam perlu terus melakukan artiku1asi permasa1ahan yang dihadapi oleh kaum wanita di da1am masyarakat industri. Sehingga dapat mem-berikan pedoman dan panduan (guide lines) bagi masyarakat luas dan anggotanya. Sebagian penyebab dari kurang menariknya beberapa organisasi kemasyarakatan antara lain karena kurang artiku1atifnya organisasi tersebut. Atau artikulasinya kurang menyentuh permasalahan yang mendasar yang dihadapi oleh kaum wanita, khususnya dilingkungan masyarakat miskin, rentan dan marjinal.
Peran utama yang kedua dari organisasi wanita Islam adalah "untuk menyua-rakan hati nurani mereka yang tidak bersuara" ("the voiceless"). Melakukan advokasi sosial dengan memberikan kepedulian terhadap kaum dhu'afa yang terdiri dari kaum wanita yang dikurangi dan dilanggar hak-haknya, kaum ibu-ibu dan anak-anak yang menjadi korban dari kekerasan sosia1, kekerasan budaya dan kekerasan tehnik. Dan melakukan pendampingan sosial agar mereka dapat menolong dirinya sendiri dan untuk mengangkat harkat dan martabatnya.
Peran yang ketiga, melakukan penyadaran kritis (critical awareness building) kepada masyarakat. Suatu proses penyadaran yang sistematis lewat barbagai media dan tehnik, agar masyarakat manyadari potensinya dan mampu mengidentifikasikan masalah dalam proses industrialisasi dan mampu memecahkan masalah mereka sendiri serta mampu mengaktualisasikan diri mereka.
Peran yang keempat adalah menfasilitasi proses emansipasi sosial. Organisasi wanita Islam bekerja sama dengan sesama organisasi wanita Islam menjalin kersama dengan berbagai organisasi lainnya, melakukan “net working" dan membangun jalinan kerja di bidang sumber daya, penelitian, pendanaan, pelatihan, program aksi dan informasi. Pengorganisasian masyarakat serta jaringan kerja ini perlu untuk menfasilitasi suatu proses emansipasi sosial. Oleh karena itu, di dalam menyongsong era Industrialisasi, organisasi wanita Islam perlu mempersiapkan diri untuk me-lakukan pendakian yang tinggi.
D. Beberapa Alternatif Kegiatan dalam Menyongsong Era Industrialisasi
Dengan menyadari betapa per1unya untuk mengantisipasi proses indus-trialisasi ini, pertama-tama organisasi wanita Islam perlu mengembangkan program peningkatan kua1itas hidup manusia. Peningkatan kua1itas hidup tersbut antara 1ain adalah dengan pengembangan sumber daya manusia (human development).
1. Pengembanqan Ketenaga Kerjaan
Mengingat tingginya jumlah angkatan kerja usia muda dan wanita, maka ma-salah ketenaga kerjaan pada saat ini dan waktu-waktu mendatang perlu menjadi prioritas utama.
2. Dokumentasi, Komunikasi dan Informasi
Dalam menghadapi era informasi yang membarengi era industrialisasi, maka pembinaan kesadaran informasi serta kemampuan komunikasi untuk emansipasi sosial perlu dikembangkan. Untuk itu dapat dilakukan berbagai kegiatan di bidang pangembangan Dokumentasi, komunikasi dan informasi. Pada saat ini misalnya telah berkembang berbagai model latihan di bidang komunikasi sosial dan informasi untuk pengembangan masyarakat. Latihan-latihan ini antara lain meliputi:
a. Jurnalistik Jama'ah, Pedesaan / Perkotaan
1) Pengenalan terhadap berbagai bentuk dan model jurnalistik pedesaan/ perko-taan, terutama yang dapat dibuat dan dilakukan oleh masyarakat sendiri.
2) Perencanaan penerbitan Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
3) Proses produksi Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
4) Manajemen penerbitan Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
b. Multi Media
1) Flexiplan : penggunaan media serba guna secara partisipatif
2) Fotonovella: pembuatan cerita/berita yang menarik dan komunikatif dengan menyusun foto-foto
3) Poster: penyampaian informasi dan pesan-pesan yang jelas dan menarik dengan gambar dan tulisan singkat
4) Media Jembatan Bambu: pemecahan masalah dan parencanaan partisipatif dengan mempergunakan gambar-gambar yang menarik
c. Media Elaktronika
1) Kaset Suara
2) Program Radio
3) Slide Suara
4) Program Video dan Film
d. Teatar
Dengan berbagai latihan yang meliputi antara lain :
1) Ekspresi diri
2) Ekspresi gerak
3) Ekspresi emosi
4) Ekspresi konflik
5) Ekspresi vokal
6) Ekspresi musik
7) Penulisan naskah
8) Pementasan
Dapat pula dilakukan berbagai kegiatan teater boneka dan lain-lain. Menarik juga untuk mengembangkan perpustakaan jama'ah di lingkungan wanita pekerja, baik untuk anak-anak, remaja maupun wanita dewasa.
3. Pendidikan Konsumen
Salah satu dari budaya yang menonjol pada masyarakat industri adalah bu-daya konsumerisme. Melimpahnya benda dan jasa yang ditawarkan dipasar, deras-nya arus iklan yang menarik masyarakat untuk melakukan konsumsi tinggi, ber-kembangnya model "gengsi-gengsian" sehingga masyarakat berlomba untuk mem-beli produk yang sebenarnya tidak diperlukan. Demikian pula banyaknya barang-barang komoditi yang dapat menimbulkan bahaya (makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika dll) dan berbagai jasa yang ditawarkan kepada masyarakat, sementara konsumen tidak tahu hak-haknya yang dilindungi hukum dan tidak dapat membela kepentingannya, sehingga konsumen selalu berada di dalam posisi yang sangat lemah di depan produsen maupun pengecer. Oleh karena itu program pendidikan konsu-men dan juga pengorganisasian kelompok konsumen merupakan program yang menarik dalam era industrialisasi.
4. Pendidikan Pembangunan
Pendidikan pembangunan di dalam masyarakat industri meliputi tiga hal seka-ligus. Pendidikan Kependudukan, Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pendidikan Per-damaian. Dua macam pendidikan pembangunan yang pertama (pendidikan ke-pendudukan dan lingkungan hidup sudah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok organisasi sosial keagamaan), sedang pendidikan perdamaian yang merupakan isu yang sangat penting di dalam masyarakat industri ini, kurang mendapat perhatian. Di dalam masyarakat industri dan informasi, baik karena terbawa oleh kerasnya per-saingan, proses alienasi dan dehumanisasi yang lebih luas, serta berbagai perkem-bangan media pornografi dan sadisme, maka berkembang juga bentuk-bentuk kekerasan. Kekerasan sosial, kekerasan budaya, kekerasan struktural maupun kekerasan tehnik. Dan kebanyakan orang tua (Manula), wanita dan anak-anaklah yang menjadi korban dari berbagai bentuk kekerasan tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan pendidikan perdamaian yang marupakan bagian dari pendidikan pembangunan. Pendidikan perdamaian pada dasarnya adalah model pendidikan yang melakukan penyadaran diri, pembentukan nilai, sikap tingkah laku, serta kemampuan analisis dan kecakapan tehnik di dalam menghadapi masalah-masalah perdamaian, seperti kekerasan, ketidak adi1an, perusakan lingkungan, penye1esaian konflik secara damai, kerja sama antar berbagai kelompok sosial, suku, bangsa dan budaya (me-ngembangkan budaya "salaam”).
Pendidikan perdamaian dalam perspektif ini sekurang-kurangnya mempunyai beberapa karakteristik:
a. Pendidikan perdamaian (bersama kependudukan dan lingkungan hidup). Ini mem-pergunakan dunia ("globe") ini sebagai unit analisis yang utama. Dengan pan-dangan bahwa permasalahan kemanusiaan dewasa ini bersifat struktural dan saling berjalin berkelindan. Dengan kata lain, bahwa bahaya ketidak adilan sosia1, po1itik dan ekonomi, kemiskinan, peperangan dan kerusakan lingkungan hidup itu akan mempunyai pengaruh terhadap manusia di seluruh dunia. Permasalahan ini mengatasi batasan disiplin ilmu pengetahuan maupun batasan kebangsaan dan harus dilakukan bersama-sama secara holistik.
b. Pendidikan perdamaian (bersama kependudukan dan lingkungan hidup) ini sangat peduli terhadap nasib manusia, mereka yang pada saat ini menghuni planet bumi ini maupun mereka yang akan dilahirkan sebagai generasi mendatang. Dengan demikian pendidikan perdamaian ini bersifat futuristik, mengupayakan model pembangunan yang adil dan berkelanjutan (sustainable deve1opment) .
c. Pendidikan perdamaian ini bersifat padat nilai dan berorientasi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur (value loaded dan Value oriented), sebab ia meng-upayakan pengurangan dan penghapusan ketidak adilan dan kesenjangan sosial serta berbagai bentuk kekerasan di semua peringkat. Dalam hal ini nilai-nilai ke-manusiaan yang luhur yang berdasarkan wahyu Ilahi merupakan orientasi utama bagi pendidikan perdamaian ini.
5. Wisata Kultural-Reliqius
Pariwisata merupakan industri yang akan berkembang dimasa depan. Per-kembangan pariwisata ini antara lain disebabkan oleh: a. Meningkatnya pendapatan masyarakat, sehingga mereka dapat menabung untuk keperluan rekreasi, b. Semakin luasnya waktu luang (pada akhir pekan, liburan semester atau cuti tahunan dll), c. Semakin banyaknya fasilitas transportasi, komunikasi dan penginapan, camping ground dll, d. Semakin banyaknya penawaran paket wisata murah, e. Semakin ber-kembangnya informasi (lewat TV, Maja1ah, radio) tentang berbagai tempat dan budaya, sehingga menarik masyarakat untuk dapat mengunjunginya (berwisata).
Untuk itu perlu dikembangkan program model wisata kultural religius yang beraspek pendalaman penghayatan dan pengkayaan nilai-nilai kultural religius, baik bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara.
6. Pendampingan Sosial
Program pendampingan sosial ini dapat dilakukan terhadap berbagai kelompok sosial dengan berbaqai titik masuk (entry-point) yang relevan dan yang merupakan kebutuhan nyata dalam masyarakat.
Pendampingan sosial ini pertama-tama ditujukan kepada kelompok masyarakat rentan dan marjinal seperti : masyarakat miskin di perkotaan (urban squaters), petani wanita, buruh wanita, nelayan wanita, pembantu rumah tangga, anak-anak yang terlantar, Manula, penderita cacat. Pendampingan sosia1 ini terutama ditujukan untuk meng-angkat harkat dan martabat mereka serta memberikan kemampuan (empowering) kepada mereka agar dapat mandiri.
Salah satu model sederhana yang dapat dikembangkan, misalnya model pen-dampingan anak-anak dengan orang tua tunggal (single parent) maupun anak-anak yang sering mendapat perlakuan kekerasan dari orang tuanya antara lain berupa pendampingan persaudaraan. Di mana pendamping sosial menyediakan sebagian waktunya, satu atau dua jam dalam satu minggu untuk menemani dan membimbing anak-anak tersebut dengan membacakan cerita, membawa berja1an-ja1an ke1uar rumah, atau sekedar mene1pon untuk menyapa maupun bercakap-cakap. Dan masih banyak model dan cara lain untuk meno1ong bagi orang 1ain yang menderita.
7. Kelompok Diskusi dan Studi
Salah satu kegiatan yang manarik bagi remaja dan pemuda yang sedang tinggi rasa ingin tahu, semangat artikulasi serta daya kritis dan dinamikanya adalah berupa kelompok studi dan diskusi. Oleh karena cepatnya perubahan sosial budaya dalam masyarakat industri, maka berbagai pengkajian perlu di1akukan. Setidak-tidaknya tersedia forum untuk berbagai ide, kepedu1ian dan pangalaman serta rencana-rencana bagi orang-orang muda. Suatu forum untuk melakukan artikulasi dan ekspresi diri secara eksistensial.
Kelompok studi ini dapat melakukan studi yang mendalam, dengan turun ke lapangan, misalnya meneliti kehidupan pedagang asongan, wanita tukang bangunan, ibu pedagang sayur, pembantu rumah tangga wanita, wanita buruh tani dll. Atau dapat mendiskusikan beberapa kasus yang beritanya dimuat di dalam majalah atau surat kabar.
8. Refleksi Teologis
Untuk memberikan akar yang mendalam dan sumber nilai serta spiritualitas bagi gerakan wanita Islam, nampaknya semakin diperlukan perenungan dan refleksi imani/teologis terhadap berbagai masa1ah sosial yang berhubungan dengan wanita. Gerakan wanita di dalam era industrialisasi modern menghadapi berbagai persoalan yang lebih rumit di banding dalam masyarakat agraris tradisional. Oleh karena itu diperlukan pula landasan dan visi serta perspektif teologis yang lebih mendalam, bukan saja dari segi sah dan batal suatu tindakan atau halal dan haramnya sesuatu.
9. Manajemen Organisasi Nirlaba
Berkembangnya lembaga swadaya masyarakat dan berbagai organisasi nirlaba (nonprofit, organisation) dan keterlibatan mereka dalam gerakan partisipasi sosial dalam pembangunan masyarakat, telah melahirkan berbagai model dan tehnik ma-najemen khusus bagi gerakan kemasyarakatan yang tidak berorientasi mencari keuntungan tersebut. Model manajemen ini merupakan a1ternatif dari model-model manajemen industri dan manajemen parusahaan yang lahir bersama proses in-dustrialisasi di Barat. Organisasi ini lebih berorientasi kepada pendampingan sosial untuk memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk berdiri sendiri. Model manajemen ini lebih bersifat partisipatif dengan semangat berbagi dan pengabdian.
Kalau selama ini banyak organisasi kemasyarakatan yang mengadopsi model manajemen perusahaan yang diterapkan pada organisasi kemasyarakatan, maka sudah saatnya bagi lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi wanita Islam untuk mengembangkan model manajemen gerakan yang sesuai dengan visi dan misi serta program aksinya.
Sama halnya dengan manajemen perusahaan, manajemen gerakan organisasi nirlaba ini juga meliputi masalah, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya (ma-nusia), manajemen tenaga relawan, pengelolaan program dan proyek, pemasaran produk organisasi nirlaba, pendanaan organisasi nirlaba, manajemen keuangan or-ganisasi nirlaba, dinamika kelompok, hubungan dengan pihak dampingan, penge-lolaan waktu dan lain-lain yang berdasarkan filsafat dan model gerakan organisasi kemasyarakatan.
E. Khotimah
Era industrialisasi merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dapat dielakkan dan ditentang. Dengan demikian organisasi-organisasi kewanitaan memerlukan reformulasi gerakannya, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap anggotanya dalam memasuki era industrialisasi secara radik dan cerdik.
Namum demikian sudah barang tentu pada setiap tahap perkembangannya perlu penyesuaian dan pengembangan. Sesuai dengan dinamika perkembangan era industrialisasi dan informasi yang hadir secara berbarengan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdu1l ah, Muhammaad Khouj, DR, Education in Islam , The Is1amic Center, Washington, DC .1987
AI-Asy'ari, Abu Bakar, Tugas Wanita dalam Islam, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga, Jakarta, 1981
Brown, Lester R, dan Wolf, Edward C, A Sustainable Society: the Challenge for World Leadership, dalam Breakthrough, Vol. 9, No, 1-3, Global Education Associates, New York, 1988
Fakih, Mansour dan Topatimasang, Roem , Biarkan Kami Bicara, Panduan Latihan Komunikasi Pengembanqan Masyarakat, P3M, Jakarta, 1988
Fanani, Ahmad dan Hasyim, Musthafa W, Menerobos Masyarakat Industri, Tantanqan Generasi Muda Islam, Sha1ahuddin Press, Yogyakarta, 1985
Hassan., Prof, DR. Riffat, Teologi Parempuan Dalam Tradisi Islam, da1am Ulumul Quran, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Vol.1, Lem baga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1990
Ihromi,T0., Wanita Sebagai Penerus Nilai-nilai kepada Generasi Muda, dalam "Prisma" , No, 5, Tahun IV, LP3ES, Jakarta, 1975
Jacob, Prof. DR. T, "Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai" PT, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta,, 1988
Jones, Lynne, "women in the Shadow of Debt", dalam "CCPD for a Change", No, 2, CCPD, Geneva, 1989
Karl , Marilee, ''Integrating Women into Multinational Development”, da1am ''Women's Internationa1 Bu1letin'' , N o . 24, ISIS, Geneva, 1982
King, Ursula, "The Spiritual Herritage of Wowan", dalam "Ilmu Dan Budaya" ,, tahun VIII, No, 4, Universitas Nasional, Jakarta, 1986
Kuntowijoyo, DR, “Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia”, Shalahuddin Press, Yogyakarta., 1985
Naisbitt, John dan Aburden, Patricia, "Megatrends 2000: Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 199O-an", Seri Ringkasan Bagi Eksekutif, Warta Ekonomi, Jakarta, Cetakan keempat
Obenhous, Victor, "Ethic for an Industrial Age". Harpar and Raw, New York, 1965
PRIA, "Empowering Women ; Organisational Models", dalam "Woman in Acti-on". No, 2., ISIS International Woman's Journa1, Geneva , 1989
Romero, Rene, "Educating for Peacs in an Interdependent World", dalam "Social Alternatives", Volume 9, No. 2, Queensland, 1990
Sjahrir, Kartini, "Wanita : Beberapa Catatan Antropologis", dalam "Prisma". No. 10, tahun XIV, LP3ES, Jakarta 1985
Sirikanchana, Pataraporn, "Mother Divine : The Lady of Peace", dalam "Seed of Peace". Vol. 3, No. 3, Thai Inter-Religious Commission for Development, Bangkok, 1987
Soepangat, DR. Parwati, "Pengaruh Perkembangan Psikologi Wanita terhadap Perilaku Wanita Masa Depan", dalam "Warta Studi Perempuan”. No. 1-2, PDII, Jakarta 1989
Vriens, Lennart, "Peace Education in the Nineties, A Reappraisal of Values and Options" dalam "Peaca. Environment and Education", No. 1, Autumn, Sweden, 1990
Modernisasi Dan Pembangunan Masyarakat
I. Pendahuluan
Faktor penting dalam modernisasi adalah terjadinya perubahan dalam masyarakat. Modernisasi tidak akan terjadi jika perubahan dalam masyarakat tidak terjadi. Perubahan pada hakekatnya adalah dinamika kehidupan bagi manusia sebagai makhluq Tuhan maupun makhluq sosial. Manusia sebagai makhluq sosial selalu melakukan interaksi untuk saling memenuhi kebutuhan dalam rangka ke-langsungan hidupnya. Perubahan dapat terjadi akibat interaksi yang dilakukan oleh individu baik direncanakan maupun tidak.
Perubahan yang direncanakan dengan sengaja dikenal dengan istilah pengembangan atau pembangunan. Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya untuk mempersiapkan manusia dalam menghadapi imperatif perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pengembangan sebagai upaya untuk menghadapi tantangan yang terjadi di masyarakat secara terencana sudah banyak dikaji sehingga telah ditemukan banyak model pengembangan, antara lain model pengembangan dengan perencanaan dari bawah yang dikenal dengan bottom up planning atau perencanaan partisipatif. Dalam perencaan model ini masukan dari pelaksana kegiatan sangat dibutuhkan, sedangkan model pengembangan dengan perencanaan dari atas yang dikenal dengan top down planning, rencana langsung dibuat oleh pengambil kebijakan dan tidak membutuhkan masukan dari para pelaksana kegiatan.
Model pengembangan dengan perencanaan partisipatif banyak menarik minat bagi pengembang masyarakat, karena model pengembangan tersebut menitik beratkan pada kebutuhan masyarakat. Sementara pengembangan yang didasarkan perencanaan dari atas banyak mengandung kelemahan dan mendapat kritikan, karena pengembangan tersebut hasilnya kurang dapat dirasakan oleh masyarakat yang dikembangkan. Bahkan banyak kritikan tajam antara lain dikemukakan oleh Chambers (1987) yang ditujukan kepada para ahli, peneliti, birokrat, sarjana dan mereka yang terlibat dalam pembangunan, karena mereka pada dasarnya adalah "orang luar" yang tidak dapat merasakan masalah yang dirasakan oleh masyarakat terutama di daerah pedesaan, dan kurang dapat memahami penerapan teknologi bagi pembangunan pedesaan. Bahkan meng-anggap orang desa tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang pembangunan.
Pengkajian teori pengembangan masyarakat telah pula menemukan beberapa matra yang dapat mempengaruhi proses pengembangan masyarakat. Menurut Andrist (1992) matra tersebut antara lain ialah: sumber, metode, tingkat, arah dan luas atau cakupan.
Sumber daya manusia sebagai salah satu matra pengembangan masyarakat perlu mendapatkan perhatian, karena manusia disamping obyek pengembangan juga sekaligus sebagai subyek pengembangan. Sebagai obyek pengembangan mereka menjadi sasaran didik bagi lembaga pendidikan baik pendidikan per-sekolahan maupun pendidikan luar sekolah. Dalam mengembangkan sasaran didik dalam lembaga pendidikan luar sekolah diperlukan satu strategi sehingga pe-laksanaan program pendidikan luar sekolah dapat mencapai sasaran sesuai dengan cita-cita pengembangan masyarakat. Demikian pula sebagai subyek pengem-bangan, mereka harus dibekali seperangkat pengetahuan sikap dan ketrampilan agar dapat berpartisipasi secara penuh dalam pengembangan masyarakat. Pem-bekalan tersebut juga dapat diberikan melalui berbagai jenis program pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan non fomal (luar sekolah).
Modernisasi pada hakikatnya merupakan proses perubahan atau pem-baharuan. Pembaharuan mencakup bidang-bidang yang sangat banyak. Bidang mana yang akan diutamakan oleh suatu masyarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa yang memimpin masyarakat tersebut (Soekanto, 1990:386).
Modernitas tiap orang berbeda-beda, tergantung di masyarakat bagaimana orang itu hidup. Modernitas individu yang dimiliki oleh masyarakat cenderung tinggi bila masyarakatnya sudah maju. Modernitas cenderung rendah bila masya-rakatnya belum maju (tradisional). Oleh karena itu ada dua konsep modernitas, yaitu modernitas masyarakat dan modernitas individu.
Lancarnya proses modernitas individu maupun modernitas masyarakat sangat tergantung pada keadaan masyarakat itu sendiri. Jadi, pandangan yang konstruktif terhadap inovasi baru dapat mempercepat proses modernitas. Apabila individu atau masyarakat bersifat terbuka terhadap hal-hal baru, maka ada kecenderungan proses modernitas itu akan berlangsung secara cepat.
Dalam masyarakat modern yang dinamis, transformasi tata nilai merupakan suatu proses yang harus dilakukan secara terus menerus, dalam arti bahwa ma-syarakat terus menerus berusaha memahami makna dari berbagai perubahan yang terjadi beserta akibat-akibat yang ditimbulkannya dalam kehhidupan. Buchori (1992) menegaskan bahwa pemahaman mengenai implikasi sosial dari perubahan-perubahan ini selanjutnya merupakan suatu landasan untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada tata nilai yang lama, dan merancang perubahan-perubahan tata nilai yang sedang berlaku untuk melahirkan tata nilai baru atau nilai yang diperbaharui yang lebih sesuai dengan persoalan yang terdapat dalam masyarakat.
Modernitas individu dapat dipandang dari empat dimensi perilaku dengan korelasi sikap yang analogis: (1) pencarian informasi, (2) perencanaan dan inves-tasi, (3) partisipasi multi sistem, dan (4) keinovatifan (Waisanen dalam Brembeck, 1973:101). Empat dimensi ini merupakan satu kesatuan dan pengembangan, misalnya, pencarian informasi adalah syarat menuju ke perencanaan dan investasi; perencanaan adalah syarat menuju ke partisipasi multi sistem, dan seterusnya. Empat dimensi ini paralel dengan beberapa fungsi pendidikan yang berbeda (pendidikan persekolahan atau pendidikan luar sekolah), yaitu: (1) fungsi kesadaran, (2) fungsi perolehan keterampilan, (3) fungsi partisipasi, dan (4) fungsi penelitian yang didasarkan pada pencarian ide-ide baru yang bersifat inovatif.
Walaupun konsep modernitas individu ini telah ada, tetapi masih perlu dikaitkan dengan suatu kerangka kerja yang saling berhubungan secara teoritis dan efisien. Konsep tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, sehingga teori-teori yang ada dapat dipraktekkan dalam kehidupan individu dan masyarakat.
II. Permasa1ahan
Cakupan permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan perubahan masyarakat sangat banyak, namun dalam tulisan ini ada beberapa pertanyaan yang akan dibahas menyangkut dengan pengembangan masyarakat, diantaranya adalah:
1. Apakah Hakikat modernisasi?
2. Apakah hakikat perubahan masyarakat?
3. Bagaimanakah paradigma pembangunan masyarakat?
4. Apakah dimensi-dimensi pengembangan masyarakat?
III. Pembahasan
A. Hakikat Modernisasi
Modernisasi merupakan istilah populer yang merupakan salah satu ben-tuk perubahan sosial yang berasal dari revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Perancis.
Hans Dieter Evers 1973 (dalam Taliziduhu Ndraha, 1990:5) mengemu-kakan bahwa modernisai adalah proses penerapan ilmu pengetahuan yang meliputi semua segi kehidupan manusia pada tingkat yang berbeda-beda; pertama di dunia Barat, kemudian berbaur dalam dunia lainnya melalui berbagai cara dan kelompok dengan tujuan utama untuk mencapai taraf ke-hidupan yang lebih baik dan lebih nyaman dalam arti seluas-luasnya, se-panjang dapat diterima oleh masyarakat yang bersangkutan.
Modernisasi adalah suatu proses aktivitas yang membawa kemajuan, yakni perubahan dan perombakan secara asasi mengenai susunan dan corak suatu masyarakat dari statis ke masyarakat yang dinamis, dari tradisional ke rasional, dari feodal ke kerakyatan dan lain sebagainya dengan jalan meng-ubah cara berfikir masyarakat sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi segala aparat dan tatacara semaksimal mungkin (Endang Saifuddin Anshari, 199O:230-231).
Modernisasi secara jelas dapat diidentikkan atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi. Artinya proses perombakan pola pikir dan tata kerja lama yang tidak rasional, dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja yang rasional. Dengan demikian, sesuatu itu dapat disebut modern kalau ia bersifat rasional, ilmiah dan berkesesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam (Nurcholish Madjid, 1989). Dari pengertian modernisesi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan modernisasi adalah untuk melakukan perubahan kearah kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia.
Dengan modernisasi menurut Deliar Noer, suatu masyarakat dituntut agar: (a) melihat ke depan bukan melihat ke belakang, (b) memiliki sikap yang dinamis dan aktif, bukan sikap menunggu, (c) memberikan perhatian khusus kepada waktu terutama kepada ruang bagi rasionalitas, bukan pada perasaan-perasaan atau asumsi-asumsi, (d) mengembangkan suatu sikap yang terbuka terhadap pemikiran dan hasil-hasil penemuan ilmiah, (e) memberikan prioritas kepada hal-hal yang telah dicapai oleh seseorang, bukan kepada statusnya yang diakui, (f) memberikan perhatian yang terbesar kepada persoalan- persoalan langsung yang lebih konkrit dan yang lebih mendunia, (g) melibatkan dirinya kepada tujuan-tujuan yang mengatasi tujuan-tujuan golongan (Muhammad Kamal Hasan, 1987-s 2O) .
Kata "modernity" (Inggris) berarti pembaharuan (Echol dan Shadily, 1993:386). Jadi, inti pengertian modern adalah sesuatu yang baru (Gazalba, 1973:10). Secara harfiah, kata modern adalah sesuatu yang baru menggan-tikan sesuatu yang lama berlaku, seperti rumah modern, pakaian modern, lagu-lagu modern (Zaini, 1989:19).
Aplikasi dari modernisasi dapat berbentuk modernitas individu maupun modernitas sosial. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang modernisasi, maka modernitas dapat diartikan seperangkat ciri-ciri atau karakteristik orang yang dapat membuat orang lebih sukses dimasa yang akan datang. Seperangkat karakteristik yang membuat dirinya dinamis itu disebut modernitas individu. Zaini, (1989:21) mengemukakan bahwa mo-dernitas individu adalah seuntai nilai, sikap dan tingkah laku yang membentuk kepribadian seseorang dan membuatnya aktif dan dinamis untuk mengem-bangkan hidupnya secara mandiri di dalam masyarakat yang semakin kom-pleks. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang dapat dikatakan modern adalah orang yang mempunyai nilai, sikap dan tingkah laku yang menunjukkan kepribadian yang dinamis dan aktif. Dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Inkeles dan Smith (1979:19—25) sebagai berikut:
1. Terbuka terhadap pengalaman baru
2. Kesiapan menerima perubahan sosial
3. Cenderung memperoleh/memiliki pendapat-pendapat baru
4. Aktif mencari fakta dan informasi
5. Efficacy atau percaya atas kemampuan manusia
6. Berorientasi pada perencanaan, yaitu memiliki perencanaan yang jelas da-lam hidupnya
7. Berorientasi ke masa depan dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
8. Percaya pada kalkulabilitas teknik dan keadilan distributif
9. Memiliki aspirasi pendidikan dan pekerjaan modern
10. Menghormati martabat orang lain
11. Memahami rasional produksi dalam industri
12. Selalu bersikap optimis dan tidak lekas menyerah terhadap keadaan dan tantangan yang dihadapi
13. Aktif dalam kegiatan politik dan sosial
14. Cenderung senang hidup di kota
15. Keyakinan terhadap agama lemah.
Ciri-ciri yang melekat pada individu yang bersangkutan menjadikan individu tersebut mengambil sikap dan melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada kemajuan, apakah untuk kemaslahatan dirinya (modernitas individu) ataupun untuk kemaslahatan orang lain (masyarakat). Jika moder-nitas pada masing-masing individu dalam suatu masyarakat telah mulai, maka lama kelamaan modernitas individu tersebut dapat menjadi modernitas sosial/ masyarakat. Selain itu jika dalam suatu kelompok masyarakat telah mem-punyai ciri-ciri yang mengarah kepada kemajuan masyarakat, maka dalam kelompok masyarakat tersebut sudah terjadi pembaharuan (modernisasi).
B. Hakekat Perubahan
Perubahan pada hakekatnya adalah dinamika kehidupan bagi manusia maupun makhluk-makhluk yang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu mengadakan interaksi untuk saling memenuhi kebutuhan dalam rangka kelangsungan hidupnya.
Menurut Karl Manheim, sebagaimana dikutip Susanto (1979: 182), mengemukakan bahwa:
A changing community is not determined by a set of unshakable commonds, but is engaged in permanent search for new norms to express changing experiences. The content of conscience is accordingly not ditermined by explicit and final rules but is continuosly shaping its self a new
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, inti dari perubahan masyarakat adalah perubahan norma-normanya, di mana perubahan norma dan proses pembentukan norma merupakan inti dari kehidupan mem-pertahankan kesatuan kehidupan kelompok. Berbeda dengan konsep per-ubahan menurut Soemardjan (1974:487) bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Perbedaan ke dua pengertian tersebut terletak pada proses perubahan, kalau Manheim menekankan perubahan itu terjadi dalam proses pembentukan norma dalam masyarakat, sedangkan menurut Soemardjan menekankan pada proses yang terjadi di dalam lembaga kermasyarakatan. Dengan demikian menurut Soemardjan, perubahan masyarakat ditentukan dalam lembaga kemasya-rakatan.
C. Pengembangan Masyarakat
1. Hakekat Pengembangan
Pengembangan pada hakekatnya adalah upaya untuk mempersi-apkan manusia mengahadapi perubahan. Pengembangan berkonotasi perubahan, selalu melekat pada diri manusia. Oleh karena itu senang atau tidak, direncanakan atau tidak perubahan akan tetap berjalan dan selalu dihadapi, karena perubahan pada hakekatnya adalah dinamika kehidupan bagi manusia sebagai makhluq Tuhan. Manusia sebagai makhluq Tuhan yang dibekali akal budi dan juga sebagai makhluq sosial yang selalu mengadakan interaksi untuk saling memenuhi kebutuhan dalam rangka ke-langsungan hidupnya.
Terdapat dua pilihan bagi manusia dalam menghadapi perubahan, pertama membiarkan perubahan itu terjadi sesuai dengan kodratnya dan manusia menerima perubahan secara alamiah. Pilihan kedua manusia berusaha untuk menyongsong perubahan itu dengan tekad untuk tetap bisa menguasai arah, mutu serta terpeliharanya tujuan hidup (Soetjipto Wiro-sarjono, 1992).
Apabila pilihan kedua yang diambil, maka manusia perlu dibekali pengetahuan yang siap digunakan untuk mengantisipasi arah dan tujuan perubahan tersebut. Pembekalan pengetahuan pada manusia dapat dila-kukan melalui pendidikan. Pendidikan adalah komponen yang mendasar dalam usaha perubahan sosial secara mikro. Pendidikan secara eksternal diarahkan pada proses di mana individu belajar untuk menerapkan pe-ngetahuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam lingkungannya (La Bella, 1976:18). Tujuan pendidikan diarahkan untuk memungkinkan partisipasi belajar cara baru untuk memanipulasi lingkungan sosial dan fisiknya. Dengan demikian sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu kendaraan yang penting bagi perubahan sosial dan proses pembangunan bangsa"(La Bella, 1976:20).
Berkaitan dengan masalah pengembangan, banyak konsep yang membahas tentang hakekat pengembangan masyarakat. Salah satu dian-taranya ialah konsep yang mengemukan bahwa pengembangan masyarakat dengan perencanaan yang berasal dari bawah atau bottom up, atau istilah lain dengan pengembangan partisipatif. Konsep pengembangan ini didasarkan pada wawasan, bahwa pengembangan itu harus berasal dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Konsep tersebut sebenarnya sudah lama dikenalkan oleh para ahli, tetapi penyebaran dan pelaksanaanya sa-ngat lambat. Konsep tersebut disamping mempunyai kelebihan, juga memi-liki kelemahan. Salah satu kelemahan yang patut disadari ialah karena konsep tersebut dikembangkan oleh kalangan ahli yang berasal dari ke-lompok menengah keatas. Menurut Cambers (1983), para ahli, peneliti, birokrat, sarjana dan mereka yang terlibat dalam pembangunan merupakan "orang luar" yang kurang dapat merasakan kemiskinan di pedesaan dan kurang dapat memahami teknologi pembangunan pedesaan dan bahkan menganggap orang desa tidak memiliki pengetahuan. Para pengembang masyarakat lebih menekankan pada konsep teori yang dianggapnya paling benar. Sebagai konsekwensinya pembangunan tidak dapat berjalan karena tidak cocok dengan situasi pedesaan tersebut. Dan bahkan lebih fatal lagi, banyak proyek yang dilaksanakan hanya menguntungkan para perencana, sedangkan hasilnya tidak dapat dinikmati oleh masyarakat penerima pro-yek.
2. Paradigma Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat yang pada mulanya diarahkan pada pem-bangunan materi terjadi pada abad ke 18. Pada masa ini orang menganggap bahwa perkembangan materi sebagai suatu yang diminati dan bisa terlak-sana (Andrist, 1992). Pemikiran yang semakin banyak dianut orang, mula-mula dicetuskan oleh Adam Smith dengan usaha meningkatkan kondisi kehidupan bagi bangsa Inggris. Perkembangan selanjutnya dengan mun-culnya teknologi industri, mengakibatkan berkembangnya kapitalisme. Karl Marx sebagai penganut Hegel tidak terlalu tertarik pada angka besar dan bahkan menentang kapitalisme, bukan karena kapitalisme itu me-ningkatkan taraf hidup, melainkan kapitalisme telah menciptakan "keku-atan-kekuatan produksi yang lebih massal dan lebih kolosal dibandingkan dengan yang dapat diraih oleh generasi-generasi sebelumnya secara bersama-sama". Sementara Marx memproklamirkan pemikiran tentang pengembangan kekuatan produktif manusia, dan transformasi produksi materi menjadi kekuatan alam. Cendikiawan lain seperti John S. Mill mulai melontarkan keragu-raguan mereka. Mill mengaku tidak tergiur oleh pandangan orang tentang kehidupan yang menganggap bahwa ciri manusia normal adalah perjuangan untuk memperoleh apa yang diinginkan, dan bahwa sikap saling menginjak, saling menyikut dan saling memanfaatkan yang merupakan ciri kehidupan sosial waktu itu. Namun dalam dekade berikutnya pengembangan materi di Barat sudah mulai beralih pada pemikiran alokasi sumber daya yang efisien, seperti perdagangan bebas versus proteksi, dan masalah distribusi pendapatan.
Dalam dekade pasca perang dunia II, muncul istilah pembangunan ekonomi dalam rumusan dunia barat mengenai cita-cita mereka memba-ngun dunia pasca perang. Sebagai suatu cita-cita, ide tersebut menjadi bagian dari program para pemimpin pergerakan kemerdekaan menentang dominasi barat, yang menurut istilah Rustow (Andrist, 1992), sebagai gerakan pendorong yang disebut "nasionalisme reaktif". Dalam piagam PBB pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu sarana untuk me-ningkatkan standar hidup, meningkatkan lapangan kerja dan perekonomian serta untuk memajukan dan membangun masyarakat.
Pembangunan ekonomi menurut Myrdal (Andrist, 1992) tidak seke-dar peningkatan standart hidup Jasmaniah; pembangunan ekonomi berarti manjadi "manusia baru” dan "manusia modern". Pertumbuhan ekonomi di-anggap sentral, karena kebebasan untuk memilih alokasi dan distribusi ba-rang dan jasa merupakan syarat bagi tercapainya kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa. Pada tahun 1950-an di saat pembangunan ekonomi umumnya disamakan dengan pertumbuhan ekonomi, maka pem-bangunan ekonomi lebih difokuskan pada faktor-faktor penentu perubahan ekonomi.
Salah satu faktor yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi adalah pembentukan modal, sehingga negara berkembang sulit mening-katkan pertumbuhan karena kekurangan modal. Sampai sekitar tahun I960-an, para ahli ekonomi termasuk Maddison ternyata mempunyai kesimpulan lain, bahwa faktor modal dan faktor lainya seperti kerja, hanya sedikit saja kegunaannya untuk menjelaskan adanya perbedaan dalam laju pertum-buhan ekonomi. Ada satu "faktor residu" yang besar yang berpengaruh pada modal manusia khususnya perkembangan teknik. Pengertian menge-nai "investasi manusia" dengan tekanan pada pentingnya pendidikan dan faktor budaya, merupakan langkah pertama menuju paham pembangunan dilihat dari segi yang tidak bersifat ekonomi semata.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan masalah modal, tetapi juga masalah ma-nusianya sebagai sumber daya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pendidikan merupakan salah satu kunci, disamping budaya yang dimiliki setiap bangsa yang sedang membangun. Sedangkan untuk membangun budaya untuk menjadi manusia modern melalui transformasi budaya, yaitu: (1) perbaikan mengenai substansi dan tatanan nilai-nilai (perbaikan tekstual) dan (2) perbaikan mengenai cara-cara menanamkan (menginternalisasikan) tata nilai nasional ke dalam diri bangsa dengan ja-lan perbaikan secara nyata.
Perbaikan pertama merupakan langkah formulatif, sedangkan perbaikan ke dua merupakan langkah edukatif. Untuk melakukan perbaikan tekstual diperlukan sikap terbuka, namun kritis, terhadap budaya-budaya asing (toleransi kultural) serta pemahaman yang mendasar (apresiasi intelektual) terhadap peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia dewasa ini dan di masa mendatang. Tanpa kedua landasan ini tidak mungkin untuk mengadakan perbaikan tekstual yang berarti terhadap tata nilai yang dianut secara nasional. Perlu disadari bahwa bangsa Indonesia pada dasarnya mencintai nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyangnya.
Kecintaan terhadap nilai luhur yang disertai sikap kritis akan me-mungkinkan terjadinya modifikasi atau modernisasi terhadap nilai luhur tersebut dalam rangka memasuki zaman modern tanpa kehilangan makna. Langkah edukatif untuk memperbaiki tata nilai nasional secara aktual perlu mendapat kritik yang mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan nilai diberbagai lingkungan pendidikan.
Kesenjangan antara nilai tekstual dan aktual pada dasarnya meru-pakan kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan. Kesenjangan ini terjadi karena dalam praktek pendidikan selalu diutamakan pengetahuan tentang nilai-nilai dan kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan untuk mencintai dan mengamalkan nilai.
Kurang berusaha mengembangkan kemampuan melihat nilai-nilai secara non personal. Sementara ini banyak prasangka yang merintangi hubungan dengan kemiskinan desa pada umumnya, dan dengan keme-laratan pada khususnya. Terdapat enam prasangka yang sangat menonjol, yaitu: prasangka keruangan, prasangka proyek, prasangka kelompok sasaran, prasangka musim kemarau, prasangka diplomatis dan prasangka profesional (Chambers,1983: 17—32). Prasangka-prasangka tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, prasangka keuangan, di mana pembangunan banyak menekankan pada orang kaya dan menjauhi orang miskin. Pembangunan yang diuta-makan untuk kenyamanan bagi wisatawan pembangunan desa. Akibatnya timbullah prasangka yang mendahulukan daerah perkotaan, seperti pem-bangunan terminal, jalan raya.
Kedua, prasangka proyek paling jelas dapat dilihat pada proyek pameran, seperti proyek pencontohan atau desa binaan dengan dukungan tenaga dan dana yang lebih dari cukup, diikuti para peserta yang sudah diajari dan tahu apa yang harus dikatakan dan letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat. Pemerintah pusat memang memerlukan proyek tersebut dalam rangka mempersiapkan informasi tentang keberhasilan pembangunan yang telah dicapai.
Ketiga, prasangka kelompok sasaran, timbul akibat dari penggalian infor-masi yang hanya menekankan pada orang-orang dari golongan elit, me-ngutamakan pada kaum pria dibanding dengan kaum wanita, mengu-tamakan orang-orang pemakai jasa dan penerima gagasan baru serta men-dahulukan orang yang aktif sedangkan orang tidak aktif karena jompo, sakit, dan lain-lain tidak mendapat perhatian.
Keempat, prasangka musim, merupakan gejala yang umum ditemukan karena wisatawan pembangunan turun cendereung pada musim panen menjelang musim kemarau. Kemiskinan relatif tidak banyak ditemukan di pedesaan. Demikian pula mereka juga jarang turun pada musim hujan karena takut menanggung resiko kehujanan dan terjebak di jalan berlumpur.
Kelima, prasangka diplomatis, timbul akibat dari rasa segan para pejabat desa untuk menunjukkan kemiskinan yang sebenarnya. Demikian pula orang kota merasa segan mengadakan dialog dengan orang miskin karena rikuh dan masih ditambah lagi adanya hambatan yang berupa sikap sopan santun dan rasa malu yang dimiliki orang desa.
Keenam, prasangka profesional, secara umum spesialisasi profesi dengan segala keunggulannya menyulitkan seseorang untuk memahami keseng-saraan. Hal ini disebabkan karena latihan yang diberikan bukan masalah yang menyangkut kemiskinan, sehingga mereka sulit untuk melihat (buta) terhadap keadaan di luar 1ingkungannya. Orang beranggapan bahwa setiap pengetahuan tentang nilai secara otomatis akan diikuti oleh pengamalan dari nilai tersebut. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, rangkaian peristiwa psikis yang menghubungkan pengetahuan dan pengamalan merupakan mata rantai yang terdiri atas enam peristiwa psikhis, yaitu : kognisi, afeksi, konasi, volisi, motivasi dan praxis (pengamalan). Hu-bungan peristiwa tersebut bersifat berurutan, dan peristiwa satu dipisahkan dengan lainnya oleh hambatan. Selama hambatan tersebut tidak dapat ditembus, maka pengetahuan tidak akan diikuti oleh pengamalan.
Dalam rangka menganalisis fenomena-fenomena sosial terdapat empat paradigma (Barrel dan Morgan, 1978: 21) yang masing-masing menunjukkan persepsi perbedaan yang mendasar dalam menganalisis fenomena tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam paradigma secara sungguh-sungguh dimulai dari sudut pandang yang berbeda serta kesim-pulan nyata dari perbedaan konsep dan alat analisis yang digunakan. Keempat paradigma tersebut adalah sebagai berikut:
1) Paradigma fungsional (functional paradigma)
Paradigma ini merupakan kerangka kerja paling dominan untuk meng-hasilkan sosiologi akademik dan studi organisasi. Pola pemikiran paradigma ini merupakan karakteristik untuk memberikan penjelasan tentang status quo, tatanan sosial, konsensus, integrasi sosial, kohesi, solidaritas, kebutuhan akan kepuasan, dan aktualisasi.
Pendekatan fungsional untuk ilmu sosial cenderung mengasumsikan bahwa dunia sosial berusaha mengubah relativitas peninggalan penga-laman kongkrit serta keterkaitannya untuk dapat diidentifikasi, dipela-jari, dan diukur melalui pendekatan-pendekatan yang berasal dari ilmu alamiah (natural sciences).
2) Paradigma interpretif (interpretive paradigm).
Paradigma interpretif memberikan informasi dengan tujuan memahami dunia apa adanya (world atitis), memahami alam yang mendasar pada dunia sosial pada tingkatan pengalaman subyektif. Paradigma interpretif menjelaskan di dalam alam kesadaran individu dan subyektifitas dengan kerangka kerja dari partisipan sebagai lawan dari observer dari tindakan-tindakanya.
Sosiologi interpretif diarahkan untuk menangani esensi-esensi kejadian dunia sehari-hari. Dari analisis schema tergambar tanggung jawab melalui keterlibatan dengan isu hubungan dalam bidang-bidang: status quo, tatanan sosial, konsensus sosial, integrasi sosial dan kohesi, solidaritas dan aktualisasi.
3) Paradigma radical humanis (the radical humanist paradigm)
Paradigma radikal humanis didefinisikan dengan memperhatikan pe-ngembangan sosiologi perubahan radikal dari sudut pandang subyek-tivitas. Ini merupakan suatu pendekatan untuk ilmu-ilmu sosial yang lazim digunakan bersama-sama dengan interpretif paradigma. Menurut pandangan ini perspektif dunia sosial di mana cenderung menjadikan nominalist, anti positivist, voluntaris, dan ideographic. Bagaimanpun juga kerangka acuan itu terikat pada pandangan masyarakat di mana pene-kanan terhadap pentingnya transenden keterbatasan keberadaan tatanan sosial.
Dari unsur selanjutnya kita coba melihat konsep sosiologi perubahan radikal, dimana aliran humanis radikal menempatkan secara tegas di atas perubahan radikal, modes of domination, emansipasi, deprivasi dan potensialitas. Di dalam analisisnya ditegaskan tentang: konflik struktural, model dominasi, kontradiksi dan depripasi.
4) Paradigma structural radikal (The structuralist radical paradigm) .
Radikal strukturalis, meliputi perubahan radikal, emansipasi potensialitas di dalam analisisnya ditegaskan tentang: konflik struktural, model dominasi, kontradiksi dan depresipasi. Pendekatan ini secara unvum bermuara dari suatu sudut dengan kecenderungan menjadi realist, posi— tivist, determinist dan nomothetic.
Ditegaskan bahwa fakta perubahan radikal ditumbuh-kembangkan ke dalam kondisi alamiah serta struktur masyarakat kontemporer dan berupaya memberikan penjelasan dari keterkaitan hubungan yang men-dasar dalam kontek formulasi sosial.
3. Dimensi Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan adalah merupakan perubahan yang direncanakan, maka dimensi perubahan sosial/masyarakat juga merupakan dimensi bagi pembangunan msyarakat. Adapun dimensi tersebut antara lain: sumber, metode, tingkat, arah dan luas atan cakupan.
a) Sumber perubahan
Perubahan masyarakat tidak mungkin terjadi begitu saja me-lainkan melalui sumber-sumber tertentu, sehingga dapat menggerakkan masyarakat untuk mengikuti perubahan yang terjadi. Sumber-sumber tersebut antara lain ialah: keyakinan, organisasi dan penemuan tekno-logi.
Supaya terjadi perubahan, maka orang harus diyakinkan bahwa perubahan yang dilakukan dapat memperbaiki keadaan dan taraf hidup masyarakat. Tanpa usaha memberikan keyakinan tersebut, anggota masyarakat mengalami kesulitan untuk mengikuti arus perubahan. Un-tuk membuat masyarakat yakin terdapat perubahan perlu pengaturan strategi melalui suatu organisasi. Dengan demikian organisasi meme-gang peranan penting dalam menyusun strategi perubahan yang dike-hendaki. Di samping perubahan melalui sumber organisasi dan keya-kinan atau ideologi yang bersifat politis, penemuan teknologi meru-pakan sumber perubahan yang bersifat non politis. Penemuan teknologi baru dapat pula memacu perubahan masyarakat, misalnya daerah ter-belakang yang selama ini hanya mengenal teknologi pedesaan yang kurang dapat menghasilkan produksi pertanian secara optimal, setelah mengenal teknologi maju, maka mereka dengan semangat tinggi meng-ikuti perubahan yang sedang berlangsung.
b) Metode perubahan
Perubahan dapat terjadi dengan spontan, artinya perubahan terse-but terjadi tanpa pengarahan manusia secara sadar dan sebaliknya per-ubahan dapat pula terjadi karena carnpur tangan manusia melalui ke-kuatan organisasi yang diarahkan secara sadar pada tujuan tertentu. Perubahan yang diarahkan baik oleh kekuatan politik, ekonomi, maupun kekuatan birokrasi menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat secara luas. Model-model perubahan ini dipengaruhi oleh metode yang diper-gunakan, misalnya kelompok revolusioner menggunakan kekerasan un-tuk menggugah massa yang bersifat apatis dalam rangka menghadapi kelompok elit yang menentang perubahan. Dilema yang dihadapi oleh kelompok revolusioner adalah bahwa kekerasan itu sering kali mening-katkan penolakan terhadap perubahan. Berbeda dengan kelompok revolusioner, kelompok reformis mempunyai pandangan bahwa per-ubahan harus terjadi melalui sarana-sarana yang lebih bertahap. Tidak berbeda dengan kelompok revolusioner, kelompok reformis juga me-miliki dilema yaitu bahwa pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan dapat memberikan kesan adanya perubahan tanpa menjurus kearah perubahan yang sebenarnya.
Strategi yang berbeda digunakan oleh kelompok puritan dan ke-lompok quaker pada abad ketujuh belas di Inggris dalam melakukan perubahan menggunakan organisasi dan kekerasan di satu pihak dan spontanitas dan non kekerasan di pihak lain.
c) Tingkat perubahan
Dimensi lain dari perubahan adalah derajat kecepatan. Setiap ma-syarakat pasti mengalami perubahan, tetapi derajat kecepatan perubahan tersebut berbeda, ada masyarakat yang derajat kecepatannya tinggi ada pula derajat kecepatannya rendah. Pada masyarakat pertanian tradisional sebagian mengalami perubahan dalam sekala cepat, tetapi terbatas pada perubahan yang berkaitan dengan fertilitas (kelahiran), pubertas, per-kawinan dan mortalitas (kematian), di samping itu juga terdapat mobi-litas sosial maupun geografis tetapi terbatas. Sebaliknya masyarakat modern memungkinkan mengalami perubahan jauh lebih cepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perubahan tersebut antara lain ialah: datangnya teknologi maju, metode baru mengenai pengorgani-sasian dan ideologi yang dominan.
d) Arah perubahan
Arah perubahan masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu arah ke depan dan arah ke belakang. Arah perubahan ma-syarakat ke depan adalah perubahan yang dilakukan para pimpinan un-tuk menciptakan suatu masyarakat baru dan sistem politik baru yang sebelumnya tidak ada. Sedangkan arah perubahan ke belakang ialah perubahan yang dilakukan para pimpinan untuk mengembalikan tipe masyarakat dan negara yang ada di masa lalu. Arah perubahan masya-rakat dapat diklasifikasikan dalam empat tipe gerakan, yaitu:
Pertama kelompok revolosioner melakukan gerakan, agar yang terakhir menjadi yang pertama. Gerakan ini nampaknya timbul akibat adanya sebagian masyarakat yang merasa dirugikan, kemudian bangkit dalam sistem sosial, untuk menciptakan pemerataan kekuasaan, keka-yaan dan prestise dalam kelompck-kelompok sosial.
Kedua adalah kelompok reformis, di mana para pemimpin menca-ri peluang bagi individu-individu untuk memperoleh mobilitas sosial.
Ketiga ialah kelompok konservatif, merupakan suatu kelompok yang mengusahakan perubahan-perubahan yang terbatas dalam sistem stratifikasi sosial, Kelompok tersebut sebenarnya hanya ingin melaku-kan penyesuaian-penyesuaian kecil dalam proses untuk memperoleh prestise sosial dalam masyarakat.
Keenpat adalah kelompok reaksioner, di mana para pemimpin kelompok tersebut ingin memulihkan sistero stratifikasi hirarkhis yang kaku dan elites yang telah runtuh.
e) Luas atau cakupan perubahan
Pemahaman terhadap perubahan sosial tidak dapat diterima sepe-nuhnya tanpa menganalisis cakupan atau luas perubahan yang me-nyangkut derajat perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dari gerakan utama yang menimbulkan perubahan sosial, revolusi meru-pakan gerakan yang menimbulkan perubahan yang luas. Sedangkan pembaharuan hanya menimbulkan perubahan secara terbatas.
IV. Simpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, baik menyangkut modernisasi maupun menyangkut pengembangan masyarakat, dapat disimpulkan bahwa modernisasi merupakan suatu bentuk perubahan sosial dalam rangka pengembangan masyarakat menunju masyarakat yang dicita-citakan. Oleh karena itu modernisasi sangat diperlukan dalam pengembangan masyarakat. Tanpa adanya modernisasi tidak akan terjadi pengembangan masyarakat. Pengem-bangan masyarakat dapat tercapai jika personil atau individu dalam masyarakat telah mamahami dan menerima modernisasi dalam arti yang sesungguhnya, karena tanpa modernitas individu mustahil akan terwujud modernitas masyarakat meskipun modernitas tersebut dapat saja dimulai dari modernitas lembaga yang ada di masyarakat tersebut.
Membicarakan pengembangan masyarakat kita tidak akan terlepas dari membicarakan individu sebagai makhluk yang berubah. Oleh karena itu mem-bicarakan pengembangan masyarakat kita harus membicarakan perubahan ma-syarakat. Perubahan masyarakat yang dimaksud ada1ah perubahan yang diren-canakan atau disebut juga dengan pembangunan.
Paradigma pengembangan masyarakat harus disesuaikan dengan nilai bu-daya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Dalam aplikasinya pe-ngembangan masyarakat harus meliputi seluruh dimensi pembangunan masya-rakat, karena jika pembangunan masyarakat meninggalkan sebagian dimensi pembangunan masyarakat atau hanya menggunakan sebagian saja, maka pembangunan masyarakat tidak akan berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brembeck, Cole S. (1973). New Strategies for Educational Development. Lexington: D.C. Heath and Company
Buchori, Mochtar. (1992). Transformasi Tata Nilai. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta.
Chambers, Robert. (1983). Pembangunan Desa Mulai dari Belakang: Pengantar M. Dawam Rahardjo. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Inkeles, Alex. (1983). Exploring Individual Modernity. Columbia University Press New York
Knowles, Malcolm S. (1977). The Modern Practice of Adult education: Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press.
La Bella, Thomas J. (1976). Nonformal Education and Social Change in Latin America. Los Angeles: UCLA Latin American Center Publications of California
Muhammad Kamal Hasan (terjemahan). (1987). Modernisasi Indonesia (respon Cendikiawan Muslim). Jakarta. Lingkaran Studi
Nurcholish Madjid. (1989). Islam Kemoderenan dan Ke Indonesiaan Bandung. Mizan
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi. (1974). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sidi Gazalba. (1973). Modernisasi dalam persoalan. Jakarta. Bulan Bintang
Soekanto, Soeryono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT, Raja Brafindo Persada.
Soekanto, Soeryono (1983), Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Susanto, Astrid S. (1979). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta.
Taliziduhu Ndraha. (1990). Pembangunan Masyarakat: Mepersiapkan Masyarakat Tinggal landas. Rineka Cipta,
Zaini Hasan. (1989). Pendidikan dan Modernitas Individu dalam Proses Pembentukan Manusia Pembangunan di Indonesia. Pidato Dies Natalis IKIP Malang.
Faktor penting dalam modernisasi adalah terjadinya perubahan dalam masyarakat. Modernisasi tidak akan terjadi jika perubahan dalam masyarakat tidak terjadi. Perubahan pada hakekatnya adalah dinamika kehidupan bagi manusia sebagai makhluq Tuhan maupun makhluq sosial. Manusia sebagai makhluq sosial selalu melakukan interaksi untuk saling memenuhi kebutuhan dalam rangka ke-langsungan hidupnya. Perubahan dapat terjadi akibat interaksi yang dilakukan oleh individu baik direncanakan maupun tidak.
Perubahan yang direncanakan dengan sengaja dikenal dengan istilah pengembangan atau pembangunan. Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya untuk mempersiapkan manusia dalam menghadapi imperatif perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Pengembangan sebagai upaya untuk menghadapi tantangan yang terjadi di masyarakat secara terencana sudah banyak dikaji sehingga telah ditemukan banyak model pengembangan, antara lain model pengembangan dengan perencanaan dari bawah yang dikenal dengan bottom up planning atau perencanaan partisipatif. Dalam perencaan model ini masukan dari pelaksana kegiatan sangat dibutuhkan, sedangkan model pengembangan dengan perencanaan dari atas yang dikenal dengan top down planning, rencana langsung dibuat oleh pengambil kebijakan dan tidak membutuhkan masukan dari para pelaksana kegiatan.
Model pengembangan dengan perencanaan partisipatif banyak menarik minat bagi pengembang masyarakat, karena model pengembangan tersebut menitik beratkan pada kebutuhan masyarakat. Sementara pengembangan yang didasarkan perencanaan dari atas banyak mengandung kelemahan dan mendapat kritikan, karena pengembangan tersebut hasilnya kurang dapat dirasakan oleh masyarakat yang dikembangkan. Bahkan banyak kritikan tajam antara lain dikemukakan oleh Chambers (1987) yang ditujukan kepada para ahli, peneliti, birokrat, sarjana dan mereka yang terlibat dalam pembangunan, karena mereka pada dasarnya adalah "orang luar" yang tidak dapat merasakan masalah yang dirasakan oleh masyarakat terutama di daerah pedesaan, dan kurang dapat memahami penerapan teknologi bagi pembangunan pedesaan. Bahkan meng-anggap orang desa tidak memiliki pengetahuan apa-apa tentang pembangunan.
Pengkajian teori pengembangan masyarakat telah pula menemukan beberapa matra yang dapat mempengaruhi proses pengembangan masyarakat. Menurut Andrist (1992) matra tersebut antara lain ialah: sumber, metode, tingkat, arah dan luas atau cakupan.
Sumber daya manusia sebagai salah satu matra pengembangan masyarakat perlu mendapatkan perhatian, karena manusia disamping obyek pengembangan juga sekaligus sebagai subyek pengembangan. Sebagai obyek pengembangan mereka menjadi sasaran didik bagi lembaga pendidikan baik pendidikan per-sekolahan maupun pendidikan luar sekolah. Dalam mengembangkan sasaran didik dalam lembaga pendidikan luar sekolah diperlukan satu strategi sehingga pe-laksanaan program pendidikan luar sekolah dapat mencapai sasaran sesuai dengan cita-cita pengembangan masyarakat. Demikian pula sebagai subyek pengem-bangan, mereka harus dibekali seperangkat pengetahuan sikap dan ketrampilan agar dapat berpartisipasi secara penuh dalam pengembangan masyarakat. Pem-bekalan tersebut juga dapat diberikan melalui berbagai jenis program pendidikan formal (sekolah) maupun pendidikan non fomal (luar sekolah).
Modernisasi pada hakikatnya merupakan proses perubahan atau pem-baharuan. Pembaharuan mencakup bidang-bidang yang sangat banyak. Bidang mana yang akan diutamakan oleh suatu masyarakat tergantung dari kebijaksanaan penguasa yang memimpin masyarakat tersebut (Soekanto, 1990:386).
Modernitas tiap orang berbeda-beda, tergantung di masyarakat bagaimana orang itu hidup. Modernitas individu yang dimiliki oleh masyarakat cenderung tinggi bila masyarakatnya sudah maju. Modernitas cenderung rendah bila masya-rakatnya belum maju (tradisional). Oleh karena itu ada dua konsep modernitas, yaitu modernitas masyarakat dan modernitas individu.
Lancarnya proses modernitas individu maupun modernitas masyarakat sangat tergantung pada keadaan masyarakat itu sendiri. Jadi, pandangan yang konstruktif terhadap inovasi baru dapat mempercepat proses modernitas. Apabila individu atau masyarakat bersifat terbuka terhadap hal-hal baru, maka ada kecenderungan proses modernitas itu akan berlangsung secara cepat.
Dalam masyarakat modern yang dinamis, transformasi tata nilai merupakan suatu proses yang harus dilakukan secara terus menerus, dalam arti bahwa ma-syarakat terus menerus berusaha memahami makna dari berbagai perubahan yang terjadi beserta akibat-akibat yang ditimbulkannya dalam kehhidupan. Buchori (1992) menegaskan bahwa pemahaman mengenai implikasi sosial dari perubahan-perubahan ini selanjutnya merupakan suatu landasan untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada tata nilai yang lama, dan merancang perubahan-perubahan tata nilai yang sedang berlaku untuk melahirkan tata nilai baru atau nilai yang diperbaharui yang lebih sesuai dengan persoalan yang terdapat dalam masyarakat.
Modernitas individu dapat dipandang dari empat dimensi perilaku dengan korelasi sikap yang analogis: (1) pencarian informasi, (2) perencanaan dan inves-tasi, (3) partisipasi multi sistem, dan (4) keinovatifan (Waisanen dalam Brembeck, 1973:101). Empat dimensi ini merupakan satu kesatuan dan pengembangan, misalnya, pencarian informasi adalah syarat menuju ke perencanaan dan investasi; perencanaan adalah syarat menuju ke partisipasi multi sistem, dan seterusnya. Empat dimensi ini paralel dengan beberapa fungsi pendidikan yang berbeda (pendidikan persekolahan atau pendidikan luar sekolah), yaitu: (1) fungsi kesadaran, (2) fungsi perolehan keterampilan, (3) fungsi partisipasi, dan (4) fungsi penelitian yang didasarkan pada pencarian ide-ide baru yang bersifat inovatif.
Walaupun konsep modernitas individu ini telah ada, tetapi masih perlu dikaitkan dengan suatu kerangka kerja yang saling berhubungan secara teoritis dan efisien. Konsep tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, sehingga teori-teori yang ada dapat dipraktekkan dalam kehidupan individu dan masyarakat.
II. Permasa1ahan
Cakupan permasalahan yang dihadapi berhubungan dengan perubahan masyarakat sangat banyak, namun dalam tulisan ini ada beberapa pertanyaan yang akan dibahas menyangkut dengan pengembangan masyarakat, diantaranya adalah:
1. Apakah Hakikat modernisasi?
2. Apakah hakikat perubahan masyarakat?
3. Bagaimanakah paradigma pembangunan masyarakat?
4. Apakah dimensi-dimensi pengembangan masyarakat?
III. Pembahasan
A. Hakikat Modernisasi
Modernisasi merupakan istilah populer yang merupakan salah satu ben-tuk perubahan sosial yang berasal dari revolusi industri di Inggris dan revolusi politik di Perancis.
Hans Dieter Evers 1973 (dalam Taliziduhu Ndraha, 1990:5) mengemu-kakan bahwa modernisai adalah proses penerapan ilmu pengetahuan yang meliputi semua segi kehidupan manusia pada tingkat yang berbeda-beda; pertama di dunia Barat, kemudian berbaur dalam dunia lainnya melalui berbagai cara dan kelompok dengan tujuan utama untuk mencapai taraf ke-hidupan yang lebih baik dan lebih nyaman dalam arti seluas-luasnya, se-panjang dapat diterima oleh masyarakat yang bersangkutan.
Modernisasi adalah suatu proses aktivitas yang membawa kemajuan, yakni perubahan dan perombakan secara asasi mengenai susunan dan corak suatu masyarakat dari statis ke masyarakat yang dinamis, dari tradisional ke rasional, dari feodal ke kerakyatan dan lain sebagainya dengan jalan meng-ubah cara berfikir masyarakat sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi segala aparat dan tatacara semaksimal mungkin (Endang Saifuddin Anshari, 199O:230-231).
Modernisasi secara jelas dapat diidentikkan atau hampir identik dengan pengertian rasionalisasi. Artinya proses perombakan pola pikir dan tata kerja lama yang tidak rasional, dan menggantinya dengan pola berfikir dan tata kerja yang rasional. Dengan demikian, sesuatu itu dapat disebut modern kalau ia bersifat rasional, ilmiah dan berkesesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam (Nurcholish Madjid, 1989). Dari pengertian modernisesi yang telah dijelaskan di atas, maka dapat dikatakan bahwa tujuan modernisasi adalah untuk melakukan perubahan kearah kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia.
Dengan modernisasi menurut Deliar Noer, suatu masyarakat dituntut agar: (a) melihat ke depan bukan melihat ke belakang, (b) memiliki sikap yang dinamis dan aktif, bukan sikap menunggu, (c) memberikan perhatian khusus kepada waktu terutama kepada ruang bagi rasionalitas, bukan pada perasaan-perasaan atau asumsi-asumsi, (d) mengembangkan suatu sikap yang terbuka terhadap pemikiran dan hasil-hasil penemuan ilmiah, (e) memberikan prioritas kepada hal-hal yang telah dicapai oleh seseorang, bukan kepada statusnya yang diakui, (f) memberikan perhatian yang terbesar kepada persoalan- persoalan langsung yang lebih konkrit dan yang lebih mendunia, (g) melibatkan dirinya kepada tujuan-tujuan yang mengatasi tujuan-tujuan golongan (Muhammad Kamal Hasan, 1987-s 2O) .
Kata "modernity" (Inggris) berarti pembaharuan (Echol dan Shadily, 1993:386). Jadi, inti pengertian modern adalah sesuatu yang baru (Gazalba, 1973:10). Secara harfiah, kata modern adalah sesuatu yang baru menggan-tikan sesuatu yang lama berlaku, seperti rumah modern, pakaian modern, lagu-lagu modern (Zaini, 1989:19).
Aplikasi dari modernisasi dapat berbentuk modernitas individu maupun modernitas sosial. Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli tentang modernisasi, maka modernitas dapat diartikan seperangkat ciri-ciri atau karakteristik orang yang dapat membuat orang lebih sukses dimasa yang akan datang. Seperangkat karakteristik yang membuat dirinya dinamis itu disebut modernitas individu. Zaini, (1989:21) mengemukakan bahwa mo-dernitas individu adalah seuntai nilai, sikap dan tingkah laku yang membentuk kepribadian seseorang dan membuatnya aktif dan dinamis untuk mengem-bangkan hidupnya secara mandiri di dalam masyarakat yang semakin kom-pleks. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seseorang dapat dikatakan modern adalah orang yang mempunyai nilai, sikap dan tingkah laku yang menunjukkan kepribadian yang dinamis dan aktif. Dengan ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Inkeles dan Smith (1979:19—25) sebagai berikut:
1. Terbuka terhadap pengalaman baru
2. Kesiapan menerima perubahan sosial
3. Cenderung memperoleh/memiliki pendapat-pendapat baru
4. Aktif mencari fakta dan informasi
5. Efficacy atau percaya atas kemampuan manusia
6. Berorientasi pada perencanaan, yaitu memiliki perencanaan yang jelas da-lam hidupnya
7. Berorientasi ke masa depan dan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya
8. Percaya pada kalkulabilitas teknik dan keadilan distributif
9. Memiliki aspirasi pendidikan dan pekerjaan modern
10. Menghormati martabat orang lain
11. Memahami rasional produksi dalam industri
12. Selalu bersikap optimis dan tidak lekas menyerah terhadap keadaan dan tantangan yang dihadapi
13. Aktif dalam kegiatan politik dan sosial
14. Cenderung senang hidup di kota
15. Keyakinan terhadap agama lemah.
Ciri-ciri yang melekat pada individu yang bersangkutan menjadikan individu tersebut mengambil sikap dan melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada kemajuan, apakah untuk kemaslahatan dirinya (modernitas individu) ataupun untuk kemaslahatan orang lain (masyarakat). Jika moder-nitas pada masing-masing individu dalam suatu masyarakat telah mulai, maka lama kelamaan modernitas individu tersebut dapat menjadi modernitas sosial/ masyarakat. Selain itu jika dalam suatu kelompok masyarakat telah mem-punyai ciri-ciri yang mengarah kepada kemajuan masyarakat, maka dalam kelompok masyarakat tersebut sudah terjadi pembaharuan (modernisasi).
B. Hakekat Perubahan
Perubahan pada hakekatnya adalah dinamika kehidupan bagi manusia maupun makhluk-makhluk yang lain. Manusia sebagai makhluk sosial, selalu mengadakan interaksi untuk saling memenuhi kebutuhan dalam rangka kelangsungan hidupnya.
Menurut Karl Manheim, sebagaimana dikutip Susanto (1979: 182), mengemukakan bahwa:
A changing community is not determined by a set of unshakable commonds, but is engaged in permanent search for new norms to express changing experiences. The content of conscience is accordingly not ditermined by explicit and final rules but is continuosly shaping its self a new
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, inti dari perubahan masyarakat adalah perubahan norma-normanya, di mana perubahan norma dan proses pembentukan norma merupakan inti dari kehidupan mem-pertahankan kesatuan kehidupan kelompok. Berbeda dengan konsep per-ubahan menurut Soemardjan (1974:487) bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan yang terjadi pada lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok dalam masyarakat. Perbedaan ke dua pengertian tersebut terletak pada proses perubahan, kalau Manheim menekankan perubahan itu terjadi dalam proses pembentukan norma dalam masyarakat, sedangkan menurut Soemardjan menekankan pada proses yang terjadi di dalam lembaga kermasyarakatan. Dengan demikian menurut Soemardjan, perubahan masyarakat ditentukan dalam lembaga kemasya-rakatan.
C. Pengembangan Masyarakat
1. Hakekat Pengembangan
Pengembangan pada hakekatnya adalah upaya untuk mempersi-apkan manusia mengahadapi perubahan. Pengembangan berkonotasi perubahan, selalu melekat pada diri manusia. Oleh karena itu senang atau tidak, direncanakan atau tidak perubahan akan tetap berjalan dan selalu dihadapi, karena perubahan pada hakekatnya adalah dinamika kehidupan bagi manusia sebagai makhluq Tuhan. Manusia sebagai makhluq Tuhan yang dibekali akal budi dan juga sebagai makhluq sosial yang selalu mengadakan interaksi untuk saling memenuhi kebutuhan dalam rangka ke-langsungan hidupnya.
Terdapat dua pilihan bagi manusia dalam menghadapi perubahan, pertama membiarkan perubahan itu terjadi sesuai dengan kodratnya dan manusia menerima perubahan secara alamiah. Pilihan kedua manusia berusaha untuk menyongsong perubahan itu dengan tekad untuk tetap bisa menguasai arah, mutu serta terpeliharanya tujuan hidup (Soetjipto Wiro-sarjono, 1992).
Apabila pilihan kedua yang diambil, maka manusia perlu dibekali pengetahuan yang siap digunakan untuk mengantisipasi arah dan tujuan perubahan tersebut. Pembekalan pengetahuan pada manusia dapat dila-kukan melalui pendidikan. Pendidikan adalah komponen yang mendasar dalam usaha perubahan sosial secara mikro. Pendidikan secara eksternal diarahkan pada proses di mana individu belajar untuk menerapkan pe-ngetahuan kognitif, afektif dan psikomotor dalam lingkungannya (La Bella, 1976:18). Tujuan pendidikan diarahkan untuk memungkinkan partisipasi belajar cara baru untuk memanipulasi lingkungan sosial dan fisiknya. Dengan demikian sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan suatu kendaraan yang penting bagi perubahan sosial dan proses pembangunan bangsa"(La Bella, 1976:20).
Berkaitan dengan masalah pengembangan, banyak konsep yang membahas tentang hakekat pengembangan masyarakat. Salah satu dian-taranya ialah konsep yang mengemukan bahwa pengembangan masyarakat dengan perencanaan yang berasal dari bawah atau bottom up, atau istilah lain dengan pengembangan partisipatif. Konsep pengembangan ini didasarkan pada wawasan, bahwa pengembangan itu harus berasal dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Konsep tersebut sebenarnya sudah lama dikenalkan oleh para ahli, tetapi penyebaran dan pelaksanaanya sa-ngat lambat. Konsep tersebut disamping mempunyai kelebihan, juga memi-liki kelemahan. Salah satu kelemahan yang patut disadari ialah karena konsep tersebut dikembangkan oleh kalangan ahli yang berasal dari ke-lompok menengah keatas. Menurut Cambers (1983), para ahli, peneliti, birokrat, sarjana dan mereka yang terlibat dalam pembangunan merupakan "orang luar" yang kurang dapat merasakan kemiskinan di pedesaan dan kurang dapat memahami teknologi pembangunan pedesaan dan bahkan menganggap orang desa tidak memiliki pengetahuan. Para pengembang masyarakat lebih menekankan pada konsep teori yang dianggapnya paling benar. Sebagai konsekwensinya pembangunan tidak dapat berjalan karena tidak cocok dengan situasi pedesaan tersebut. Dan bahkan lebih fatal lagi, banyak proyek yang dilaksanakan hanya menguntungkan para perencana, sedangkan hasilnya tidak dapat dinikmati oleh masyarakat penerima pro-yek.
2. Paradigma Pembangunan Masyarakat
Pembangunan masyarakat yang pada mulanya diarahkan pada pem-bangunan materi terjadi pada abad ke 18. Pada masa ini orang menganggap bahwa perkembangan materi sebagai suatu yang diminati dan bisa terlak-sana (Andrist, 1992). Pemikiran yang semakin banyak dianut orang, mula-mula dicetuskan oleh Adam Smith dengan usaha meningkatkan kondisi kehidupan bagi bangsa Inggris. Perkembangan selanjutnya dengan mun-culnya teknologi industri, mengakibatkan berkembangnya kapitalisme. Karl Marx sebagai penganut Hegel tidak terlalu tertarik pada angka besar dan bahkan menentang kapitalisme, bukan karena kapitalisme itu me-ningkatkan taraf hidup, melainkan kapitalisme telah menciptakan "keku-atan-kekuatan produksi yang lebih massal dan lebih kolosal dibandingkan dengan yang dapat diraih oleh generasi-generasi sebelumnya secara bersama-sama". Sementara Marx memproklamirkan pemikiran tentang pengembangan kekuatan produktif manusia, dan transformasi produksi materi menjadi kekuatan alam. Cendikiawan lain seperti John S. Mill mulai melontarkan keragu-raguan mereka. Mill mengaku tidak tergiur oleh pandangan orang tentang kehidupan yang menganggap bahwa ciri manusia normal adalah perjuangan untuk memperoleh apa yang diinginkan, dan bahwa sikap saling menginjak, saling menyikut dan saling memanfaatkan yang merupakan ciri kehidupan sosial waktu itu. Namun dalam dekade berikutnya pengembangan materi di Barat sudah mulai beralih pada pemikiran alokasi sumber daya yang efisien, seperti perdagangan bebas versus proteksi, dan masalah distribusi pendapatan.
Dalam dekade pasca perang dunia II, muncul istilah pembangunan ekonomi dalam rumusan dunia barat mengenai cita-cita mereka memba-ngun dunia pasca perang. Sebagai suatu cita-cita, ide tersebut menjadi bagian dari program para pemimpin pergerakan kemerdekaan menentang dominasi barat, yang menurut istilah Rustow (Andrist, 1992), sebagai gerakan pendorong yang disebut "nasionalisme reaktif". Dalam piagam PBB pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu sarana untuk me-ningkatkan standar hidup, meningkatkan lapangan kerja dan perekonomian serta untuk memajukan dan membangun masyarakat.
Pembangunan ekonomi menurut Myrdal (Andrist, 1992) tidak seke-dar peningkatan standart hidup Jasmaniah; pembangunan ekonomi berarti manjadi "manusia baru” dan "manusia modern". Pertumbuhan ekonomi di-anggap sentral, karena kebebasan untuk memilih alokasi dan distribusi ba-rang dan jasa merupakan syarat bagi tercapainya kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa. Pada tahun 1950-an di saat pembangunan ekonomi umumnya disamakan dengan pertumbuhan ekonomi, maka pem-bangunan ekonomi lebih difokuskan pada faktor-faktor penentu perubahan ekonomi.
Salah satu faktor yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi adalah pembentukan modal, sehingga negara berkembang sulit mening-katkan pertumbuhan karena kekurangan modal. Sampai sekitar tahun I960-an, para ahli ekonomi termasuk Maddison ternyata mempunyai kesimpulan lain, bahwa faktor modal dan faktor lainya seperti kerja, hanya sedikit saja kegunaannya untuk menjelaskan adanya perbedaan dalam laju pertum-buhan ekonomi. Ada satu "faktor residu" yang besar yang berpengaruh pada modal manusia khususnya perkembangan teknik. Pengertian menge-nai "investasi manusia" dengan tekanan pada pentingnya pendidikan dan faktor budaya, merupakan langkah pertama menuju paham pembangunan dilihat dari segi yang tidak bersifat ekonomi semata.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pembangunan ekonomi tidak hanya berkaitan dengan masalah modal, tetapi juga masalah ma-nusianya sebagai sumber daya. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pendidikan merupakan salah satu kunci, disamping budaya yang dimiliki setiap bangsa yang sedang membangun. Sedangkan untuk membangun budaya untuk menjadi manusia modern melalui transformasi budaya, yaitu: (1) perbaikan mengenai substansi dan tatanan nilai-nilai (perbaikan tekstual) dan (2) perbaikan mengenai cara-cara menanamkan (menginternalisasikan) tata nilai nasional ke dalam diri bangsa dengan ja-lan perbaikan secara nyata.
Perbaikan pertama merupakan langkah formulatif, sedangkan perbaikan ke dua merupakan langkah edukatif. Untuk melakukan perbaikan tekstual diperlukan sikap terbuka, namun kritis, terhadap budaya-budaya asing (toleransi kultural) serta pemahaman yang mendasar (apresiasi intelektual) terhadap peristiwa-peristiwa besar yang terjadi di dunia dewasa ini dan di masa mendatang. Tanpa kedua landasan ini tidak mungkin untuk mengadakan perbaikan tekstual yang berarti terhadap tata nilai yang dianut secara nasional. Perlu disadari bahwa bangsa Indonesia pada dasarnya mencintai nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh nenek moyangnya.
Kecintaan terhadap nilai luhur yang disertai sikap kritis akan me-mungkinkan terjadinya modifikasi atau modernisasi terhadap nilai luhur tersebut dalam rangka memasuki zaman modern tanpa kehilangan makna. Langkah edukatif untuk memperbaiki tata nilai nasional secara aktual perlu mendapat kritik yang mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan nilai diberbagai lingkungan pendidikan.
Kesenjangan antara nilai tekstual dan aktual pada dasarnya meru-pakan kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan. Kesenjangan ini terjadi karena dalam praktek pendidikan selalu diutamakan pengetahuan tentang nilai-nilai dan kurang memberikan perhatian terhadap pendidikan untuk mencintai dan mengamalkan nilai.
Kurang berusaha mengembangkan kemampuan melihat nilai-nilai secara non personal. Sementara ini banyak prasangka yang merintangi hubungan dengan kemiskinan desa pada umumnya, dan dengan keme-laratan pada khususnya. Terdapat enam prasangka yang sangat menonjol, yaitu: prasangka keruangan, prasangka proyek, prasangka kelompok sasaran, prasangka musim kemarau, prasangka diplomatis dan prasangka profesional (Chambers,1983: 17—32). Prasangka-prasangka tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, prasangka keuangan, di mana pembangunan banyak menekankan pada orang kaya dan menjauhi orang miskin. Pembangunan yang diuta-makan untuk kenyamanan bagi wisatawan pembangunan desa. Akibatnya timbullah prasangka yang mendahulukan daerah perkotaan, seperti pem-bangunan terminal, jalan raya.
Kedua, prasangka proyek paling jelas dapat dilihat pada proyek pameran, seperti proyek pencontohan atau desa binaan dengan dukungan tenaga dan dana yang lebih dari cukup, diikuti para peserta yang sudah diajari dan tahu apa yang harus dikatakan dan letaknya tidak terlalu jauh dari kantor pusat. Pemerintah pusat memang memerlukan proyek tersebut dalam rangka mempersiapkan informasi tentang keberhasilan pembangunan yang telah dicapai.
Ketiga, prasangka kelompok sasaran, timbul akibat dari penggalian infor-masi yang hanya menekankan pada orang-orang dari golongan elit, me-ngutamakan pada kaum pria dibanding dengan kaum wanita, mengu-tamakan orang-orang pemakai jasa dan penerima gagasan baru serta men-dahulukan orang yang aktif sedangkan orang tidak aktif karena jompo, sakit, dan lain-lain tidak mendapat perhatian.
Keempat, prasangka musim, merupakan gejala yang umum ditemukan karena wisatawan pembangunan turun cendereung pada musim panen menjelang musim kemarau. Kemiskinan relatif tidak banyak ditemukan di pedesaan. Demikian pula mereka juga jarang turun pada musim hujan karena takut menanggung resiko kehujanan dan terjebak di jalan berlumpur.
Kelima, prasangka diplomatis, timbul akibat dari rasa segan para pejabat desa untuk menunjukkan kemiskinan yang sebenarnya. Demikian pula orang kota merasa segan mengadakan dialog dengan orang miskin karena rikuh dan masih ditambah lagi adanya hambatan yang berupa sikap sopan santun dan rasa malu yang dimiliki orang desa.
Keenam, prasangka profesional, secara umum spesialisasi profesi dengan segala keunggulannya menyulitkan seseorang untuk memahami keseng-saraan. Hal ini disebabkan karena latihan yang diberikan bukan masalah yang menyangkut kemiskinan, sehingga mereka sulit untuk melihat (buta) terhadap keadaan di luar 1ingkungannya. Orang beranggapan bahwa setiap pengetahuan tentang nilai secara otomatis akan diikuti oleh pengamalan dari nilai tersebut. Padahal kenyataanya tidaklah demikian, rangkaian peristiwa psikis yang menghubungkan pengetahuan dan pengamalan merupakan mata rantai yang terdiri atas enam peristiwa psikhis, yaitu : kognisi, afeksi, konasi, volisi, motivasi dan praxis (pengamalan). Hu-bungan peristiwa tersebut bersifat berurutan, dan peristiwa satu dipisahkan dengan lainnya oleh hambatan. Selama hambatan tersebut tidak dapat ditembus, maka pengetahuan tidak akan diikuti oleh pengamalan.
Dalam rangka menganalisis fenomena-fenomena sosial terdapat empat paradigma (Barrel dan Morgan, 1978: 21) yang masing-masing menunjukkan persepsi perbedaan yang mendasar dalam menganalisis fenomena tersebut. Pendekatan yang digunakan dalam paradigma secara sungguh-sungguh dimulai dari sudut pandang yang berbeda serta kesim-pulan nyata dari perbedaan konsep dan alat analisis yang digunakan. Keempat paradigma tersebut adalah sebagai berikut:
1) Paradigma fungsional (functional paradigma)
Paradigma ini merupakan kerangka kerja paling dominan untuk meng-hasilkan sosiologi akademik dan studi organisasi. Pola pemikiran paradigma ini merupakan karakteristik untuk memberikan penjelasan tentang status quo, tatanan sosial, konsensus, integrasi sosial, kohesi, solidaritas, kebutuhan akan kepuasan, dan aktualisasi.
Pendekatan fungsional untuk ilmu sosial cenderung mengasumsikan bahwa dunia sosial berusaha mengubah relativitas peninggalan penga-laman kongkrit serta keterkaitannya untuk dapat diidentifikasi, dipela-jari, dan diukur melalui pendekatan-pendekatan yang berasal dari ilmu alamiah (natural sciences).
2) Paradigma interpretif (interpretive paradigm).
Paradigma interpretif memberikan informasi dengan tujuan memahami dunia apa adanya (world atitis), memahami alam yang mendasar pada dunia sosial pada tingkatan pengalaman subyektif. Paradigma interpretif menjelaskan di dalam alam kesadaran individu dan subyektifitas dengan kerangka kerja dari partisipan sebagai lawan dari observer dari tindakan-tindakanya.
Sosiologi interpretif diarahkan untuk menangani esensi-esensi kejadian dunia sehari-hari. Dari analisis schema tergambar tanggung jawab melalui keterlibatan dengan isu hubungan dalam bidang-bidang: status quo, tatanan sosial, konsensus sosial, integrasi sosial dan kohesi, solidaritas dan aktualisasi.
3) Paradigma radical humanis (the radical humanist paradigm)
Paradigma radikal humanis didefinisikan dengan memperhatikan pe-ngembangan sosiologi perubahan radikal dari sudut pandang subyek-tivitas. Ini merupakan suatu pendekatan untuk ilmu-ilmu sosial yang lazim digunakan bersama-sama dengan interpretif paradigma. Menurut pandangan ini perspektif dunia sosial di mana cenderung menjadikan nominalist, anti positivist, voluntaris, dan ideographic. Bagaimanpun juga kerangka acuan itu terikat pada pandangan masyarakat di mana pene-kanan terhadap pentingnya transenden keterbatasan keberadaan tatanan sosial.
Dari unsur selanjutnya kita coba melihat konsep sosiologi perubahan radikal, dimana aliran humanis radikal menempatkan secara tegas di atas perubahan radikal, modes of domination, emansipasi, deprivasi dan potensialitas. Di dalam analisisnya ditegaskan tentang: konflik struktural, model dominasi, kontradiksi dan depripasi.
4) Paradigma structural radikal (The structuralist radical paradigm) .
Radikal strukturalis, meliputi perubahan radikal, emansipasi potensialitas di dalam analisisnya ditegaskan tentang: konflik struktural, model dominasi, kontradiksi dan depresipasi. Pendekatan ini secara unvum bermuara dari suatu sudut dengan kecenderungan menjadi realist, posi— tivist, determinist dan nomothetic.
Ditegaskan bahwa fakta perubahan radikal ditumbuh-kembangkan ke dalam kondisi alamiah serta struktur masyarakat kontemporer dan berupaya memberikan penjelasan dari keterkaitan hubungan yang men-dasar dalam kontek formulasi sosial.
3. Dimensi Pengembangan Masyarakat
Pengembangan masyarakat sebagaimana telah diuraikan pada bagian pendahuluan adalah merupakan perubahan yang direncanakan, maka dimensi perubahan sosial/masyarakat juga merupakan dimensi bagi pembangunan msyarakat. Adapun dimensi tersebut antara lain: sumber, metode, tingkat, arah dan luas atan cakupan.
a) Sumber perubahan
Perubahan masyarakat tidak mungkin terjadi begitu saja me-lainkan melalui sumber-sumber tertentu, sehingga dapat menggerakkan masyarakat untuk mengikuti perubahan yang terjadi. Sumber-sumber tersebut antara lain ialah: keyakinan, organisasi dan penemuan tekno-logi.
Supaya terjadi perubahan, maka orang harus diyakinkan bahwa perubahan yang dilakukan dapat memperbaiki keadaan dan taraf hidup masyarakat. Tanpa usaha memberikan keyakinan tersebut, anggota masyarakat mengalami kesulitan untuk mengikuti arus perubahan. Un-tuk membuat masyarakat yakin terdapat perubahan perlu pengaturan strategi melalui suatu organisasi. Dengan demikian organisasi meme-gang peranan penting dalam menyusun strategi perubahan yang dike-hendaki. Di samping perubahan melalui sumber organisasi dan keya-kinan atau ideologi yang bersifat politis, penemuan teknologi meru-pakan sumber perubahan yang bersifat non politis. Penemuan teknologi baru dapat pula memacu perubahan masyarakat, misalnya daerah ter-belakang yang selama ini hanya mengenal teknologi pedesaan yang kurang dapat menghasilkan produksi pertanian secara optimal, setelah mengenal teknologi maju, maka mereka dengan semangat tinggi meng-ikuti perubahan yang sedang berlangsung.
b) Metode perubahan
Perubahan dapat terjadi dengan spontan, artinya perubahan terse-but terjadi tanpa pengarahan manusia secara sadar dan sebaliknya per-ubahan dapat pula terjadi karena carnpur tangan manusia melalui ke-kuatan organisasi yang diarahkan secara sadar pada tujuan tertentu. Perubahan yang diarahkan baik oleh kekuatan politik, ekonomi, maupun kekuatan birokrasi menimbulkan pengaruh terhadap masyarakat secara luas. Model-model perubahan ini dipengaruhi oleh metode yang diper-gunakan, misalnya kelompok revolusioner menggunakan kekerasan un-tuk menggugah massa yang bersifat apatis dalam rangka menghadapi kelompok elit yang menentang perubahan. Dilema yang dihadapi oleh kelompok revolusioner adalah bahwa kekerasan itu sering kali mening-katkan penolakan terhadap perubahan. Berbeda dengan kelompok revolusioner, kelompok reformis mempunyai pandangan bahwa per-ubahan harus terjadi melalui sarana-sarana yang lebih bertahap. Tidak berbeda dengan kelompok revolusioner, kelompok reformis juga me-miliki dilema yaitu bahwa pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan dapat memberikan kesan adanya perubahan tanpa menjurus kearah perubahan yang sebenarnya.
Strategi yang berbeda digunakan oleh kelompok puritan dan ke-lompok quaker pada abad ketujuh belas di Inggris dalam melakukan perubahan menggunakan organisasi dan kekerasan di satu pihak dan spontanitas dan non kekerasan di pihak lain.
c) Tingkat perubahan
Dimensi lain dari perubahan adalah derajat kecepatan. Setiap ma-syarakat pasti mengalami perubahan, tetapi derajat kecepatan perubahan tersebut berbeda, ada masyarakat yang derajat kecepatannya tinggi ada pula derajat kecepatannya rendah. Pada masyarakat pertanian tradisional sebagian mengalami perubahan dalam sekala cepat, tetapi terbatas pada perubahan yang berkaitan dengan fertilitas (kelahiran), pubertas, per-kawinan dan mortalitas (kematian), di samping itu juga terdapat mobi-litas sosial maupun geografis tetapi terbatas. Sebaliknya masyarakat modern memungkinkan mengalami perubahan jauh lebih cepat. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan perubahan tersebut antara lain ialah: datangnya teknologi maju, metode baru mengenai pengorgani-sasian dan ideologi yang dominan.
d) Arah perubahan
Arah perubahan masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu arah ke depan dan arah ke belakang. Arah perubahan ma-syarakat ke depan adalah perubahan yang dilakukan para pimpinan un-tuk menciptakan suatu masyarakat baru dan sistem politik baru yang sebelumnya tidak ada. Sedangkan arah perubahan ke belakang ialah perubahan yang dilakukan para pimpinan untuk mengembalikan tipe masyarakat dan negara yang ada di masa lalu. Arah perubahan masya-rakat dapat diklasifikasikan dalam empat tipe gerakan, yaitu:
Pertama kelompok revolosioner melakukan gerakan, agar yang terakhir menjadi yang pertama. Gerakan ini nampaknya timbul akibat adanya sebagian masyarakat yang merasa dirugikan, kemudian bangkit dalam sistem sosial, untuk menciptakan pemerataan kekuasaan, keka-yaan dan prestise dalam kelompck-kelompok sosial.
Kedua adalah kelompok reformis, di mana para pemimpin menca-ri peluang bagi individu-individu untuk memperoleh mobilitas sosial.
Ketiga ialah kelompok konservatif, merupakan suatu kelompok yang mengusahakan perubahan-perubahan yang terbatas dalam sistem stratifikasi sosial, Kelompok tersebut sebenarnya hanya ingin melaku-kan penyesuaian-penyesuaian kecil dalam proses untuk memperoleh prestise sosial dalam masyarakat.
Keenpat adalah kelompok reaksioner, di mana para pemimpin kelompok tersebut ingin memulihkan sistero stratifikasi hirarkhis yang kaku dan elites yang telah runtuh.
e) Luas atau cakupan perubahan
Pemahaman terhadap perubahan sosial tidak dapat diterima sepe-nuhnya tanpa menganalisis cakupan atau luas perubahan yang me-nyangkut derajat perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat. Dari gerakan utama yang menimbulkan perubahan sosial, revolusi meru-pakan gerakan yang menimbulkan perubahan yang luas. Sedangkan pembaharuan hanya menimbulkan perubahan secara terbatas.
IV. Simpulan
Dari uraian yang telah dipaparkan pada bagian terdahulu, baik menyangkut modernisasi maupun menyangkut pengembangan masyarakat, dapat disimpulkan bahwa modernisasi merupakan suatu bentuk perubahan sosial dalam rangka pengembangan masyarakat menunju masyarakat yang dicita-citakan. Oleh karena itu modernisasi sangat diperlukan dalam pengembangan masyarakat. Tanpa adanya modernisasi tidak akan terjadi pengembangan masyarakat. Pengem-bangan masyarakat dapat tercapai jika personil atau individu dalam masyarakat telah mamahami dan menerima modernisasi dalam arti yang sesungguhnya, karena tanpa modernitas individu mustahil akan terwujud modernitas masyarakat meskipun modernitas tersebut dapat saja dimulai dari modernitas lembaga yang ada di masyarakat tersebut.
Membicarakan pengembangan masyarakat kita tidak akan terlepas dari membicarakan individu sebagai makhluk yang berubah. Oleh karena itu mem-bicarakan pengembangan masyarakat kita harus membicarakan perubahan ma-syarakat. Perubahan masyarakat yang dimaksud ada1ah perubahan yang diren-canakan atau disebut juga dengan pembangunan.
Paradigma pengembangan masyarakat harus disesuaikan dengan nilai bu-daya yang dianut oleh masyarakat yang bersangkutan. Dalam aplikasinya pe-ngembangan masyarakat harus meliputi seluruh dimensi pembangunan masya-rakat, karena jika pembangunan masyarakat meninggalkan sebagian dimensi pembangunan masyarakat atau hanya menggunakan sebagian saja, maka pembangunan masyarakat tidak akan berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Brembeck, Cole S. (1973). New Strategies for Educational Development. Lexington: D.C. Heath and Company
Buchori, Mochtar. (1992). Transformasi Tata Nilai. Jakarta: IKIP Muhammadiyah Jakarta.
Chambers, Robert. (1983). Pembangunan Desa Mulai dari Belakang: Pengantar M. Dawam Rahardjo. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Inkeles, Alex. (1983). Exploring Individual Modernity. Columbia University Press New York
Knowles, Malcolm S. (1977). The Modern Practice of Adult education: Andragogy Versus Pedagogy. New York: Association Press.
La Bella, Thomas J. (1976). Nonformal Education and Social Change in Latin America. Los Angeles: UCLA Latin American Center Publications of California
Muhammad Kamal Hasan (terjemahan). (1987). Modernisasi Indonesia (respon Cendikiawan Muslim). Jakarta. Lingkaran Studi
Nurcholish Madjid. (1989). Islam Kemoderenan dan Ke Indonesiaan Bandung. Mizan
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi. (1974). Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sidi Gazalba. (1973). Modernisasi dalam persoalan. Jakarta. Bulan Bintang
Soekanto, Soeryono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT, Raja Brafindo Persada.
Soekanto, Soeryono (1983), Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Susanto, Astrid S. (1979). Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta.
Taliziduhu Ndraha. (1990). Pembangunan Masyarakat: Mepersiapkan Masyarakat Tinggal landas. Rineka Cipta,
Zaini Hasan. (1989). Pendidikan dan Modernitas Individu dalam Proses Pembentukan Manusia Pembangunan di Indonesia. Pidato Dies Natalis IKIP Malang.
Langganan:
Postingan (Atom)