Abstrak
Terjadinya proses industrialisasi dinegara-negara berkembang tidak terkecuali di Indonesia membawa perubahan-perubahan yang signifikan terhadap peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat. Walaupun industrialisasi berkaitan dengan proses modernisasi, tetapi tidak selalu melahirkan tingkah modern di dalam masyarakat.
Pada satu sisi industrialisasi membawa kesejahteraan dan kemudahan dalam kehidupan masyarakat, namun pada sisi lain juga membawa kepada persoalan-persoalan. Hal ini dikarenakan telah terstruktur sedemikian rupa dalam sebuah technostructure karena mengejar efisiensi, ketepatan waktu dan persaingan serta orientasi kepada profit yang tinggi, sehingga banyak anggota masyarakat mengalami stress.
Organisasi wanita Islam dalam hal ini, perlu mengambil peran sentral dalam menanggulangi dampak industrialisasi ini. Beberapa peran yang bisa dilakukan antara lain adalah merumuskan visinya tentang masyarakat madani, menyuarakan hati nurani masyarakat, melakukan penyadaran kritis kepada masyarakat, memfasilitasi proses emansipasi sosial.
Key Word : Industrialisasi, Organisasi Wanita Islam
A. Menyongsong Era Industrialisasi dan Informasi
Masyarakat Indonesia seiring dengan beberapa masyarakat yang sedang ber-kembang di Dunia Ketiga lainnya, tengah bersiap-siap untuk melakukan proses industrialisasi. Proses industrialisai ini perlu dilakukan agar terjadi peningkatan kualitas hidup manusia (quality of life) dan agar dapat dibangun suatu peradaban yang maju. Industrialisasi pada dasarnya merupakan proses penerapan metode ilmu dan teknologi di dalam kehidupan masyarakat. Industrialisasi sangat berkaitan dengan proses modernisasi. Tetapi tidak selamanya proses industrialisasi menghasilkan modernisasi, melahirkan sikap dan tingkah laku modern di dalam masyarakat luas. Demikian pula, industrialisasi bukanlah merupakan suatu proses sejarah yang "unlinier", perubahan dari masyarakat agraris tradisional kepada masyarakat industrial modern. Demikian pula tidak semua bangsa dan masyarakat melalui proses yang sama, mengalami intensitas yang sama, kecepatan yang sama serta hasil dan akibat yang sama di dalam proses industrialisasinya.
Menurut Dr. Kuntowijoyo, industrialisasi mempunyai moralitas baru yang me-nekankan pada rasionalisme ekonomi, pencapaian perorangan dan kesamaan (equity). Rasionalisme ekonomi, keuangan, dan industri mendorong masyarakat secara bersama-sama dan sendiri-sendiri untuk memaksimalisasikan pencapaiannya dengan memanfaatkan sistem manajemen rasional yang efisien dan efektif. Masya-rakat luas juga memberikan penghargaan kepada sukses, kemampuan pribadi dan kerja keras. Maka untuk memasuki masyarakat industri, bukan saja diperlukan pe-rangkat-perangkat teknologinya, tetapi yang terpenting adalah perubahan kesadaran masyarakat maupun orang perorang. Lebih dari itu? perubahan kesadaran pribadi maupun kelompok tidak selalu sama tingkat kecepatannya dengan perubahan kelembagaan. Oleh karena itu sering terjadi peristiwa "kejutan" dan "ketertinggalan budaya" ("cultural schock dan "cultural lag"). (Kuntowujoyo, 1985, 49 - 66).
Era Industrialiasi di Indonesia hadirnya berbarengan dengan era informasi, yang di berbagai negara maju telah mulai pada sekitar pertengahan tahun 1970-an yang lalu. Pada saat ini, masyarakat dunia tengah memasuki masa revolusi industri ketiga. Sebuah revolusi yang terjadi secara besar-besaran sebagai hasil dari kemajuan di dalam bidang bio teknologi, mikro elektronik, teknologi bahan-bahan serta teknologi informasi. Berbagai penemuan baru tersebut telah merubah secara besar-besaran di dalam cara produksi di bidang industri. Mulai dari penggunaan kalkulator elektronik untuk melakukan “'quality control”, "programming" dan "stock replacement” sampai dengan penggunaan robot dalam proses produksi. Di dalam pekerjaan perkantoran yang bersandarkan kepada kecepatan arus informasi di dalam menjalankan me-kanisme administrasi dan birokrasi, pada saat ini telah dilakukan dengan sangat efisien, berkat penemuan mikro elektronik. Kemajuan di bidang mikro elektronik ini telah me-nyebabkan perubahan secara besar-besaran kerja perkantoran dan konsep manajemen. Kombinasi dari telekomunikasi dan komputasi/teknologi informatika, telah melahirkan sebuah " te1ematik ". Pada saat ini seseorang dapat berbicara ten-tang ketidak tergantungan terhadap jarak (distance independent) dalam sistem komunikasi yang menunjukkan tingginya kecepatan dan murahnya biaya komunikasi. Data elektronik dan bank data, pada saat ini telah berkembang dengan pesat. Dampak dari kemajuan telematik ini sangat jelas, pada bidang penyuntingan surat khabar dan majalah, akses pribadi kepada jaringan informasi internasional dan perkembangan jaringan komunikasi internasional seperti jarinqan TV, Radio, pencetakan jarak jauh? telephoto dan lain-lain. Cable TV dan “viewe data system" yang pada saat ini tengah berkembang juga merupakan hasil dari telematik ini.
Kehidupan rumah tanggapun dalam dasa warsa terakhir ini tidak luput dari perkembangan teknologi informatika ini. Oleh karena murahnya microcircuits dan microprocessor, maka rumah-rumah tangga di berbagai kalangan telah dapat meman-faatkan mini komputer dan berbagai personal computer. Denqan dikembangkannya jaringan komputer pribadi di rumah tangga tersebut dengan jaringan internasional, maka akan terjadi perubahan dalam kehidupan keluarga.
Demikianlah, oleh karena meluasnya pemanfaatan teknologi modern, telah timbul fenomena baru di da1am bidang komunikasi dan informasi, bidang organisasi sosial kemasyarakatan, serta di bidang proses produksi baik di dalam pabrik, kantor maupun rumah tangga. Kita dapat melakukan suatu perbandingan sederhana antara perkembangan mutakhir dalam era informatika ini dengan revolusi industri pada abad ke 19 yang 1alu . Revolusi industri yang terjadi pada dua abad yang lalu lebih ber-dasarkan pada teknologi elektro mekanik yang kurang lebih merupakan pengem-bangan "kekuatan otot" manusia. Sedangkan revolusi informatika pada masa revo-lusi. industri ke tiga ini lebih merupakan pengembangan “kekuatan otak” manusia, yang berupa kemampuan processing, memori dan kemampuan komunikasinya.
Mikro elektronik dengan demikian telah menjadi basis bagi apa yang disebut dengan "era informatika”. Ini merupakan suatu tahapan da1am perkembangan pe-radaban kita, dimana arus informasi dalam berbagai bentuknya (mulai dari kontrol kualitas produksi sampai dengan media massa) merupakan pusat dari kegiatan manusia. Bahkan menurut futurolog Daniel Bell di dalam tulisannya "Post Industrial Society", sebagaimana yang dikutip oleh John Naisbitt di dalam bukunya “Megatrends" bahwa di dalam masyarakat purna industri, maka informasi merupakan sumber daya yang strategis (strategic resource). Bahkan informasi merupakan sumber daya yang paling penting. Sementara di dalam masyarakat industri moda11ah yang menjadi sumber daya utamanya, sehingga dia1am masyarakat industri hanya sedikit orang yang memiliki akses terhadap sumber daya ini. Sedangkan di dalam masya-rakat informasi, sumber daya ini dapat dijangkau oleh masyarakat luas.
Bahkan dari segi jenis pekerjaan boleh dikatakan bahwa semua pekerja pro-fesional merupakan pekerja informasi ("information workers"): sekretaris, computer programmer, guru, muballigh/at, penasehat hukum, pekerja sosial, insinyur, systems analysts, dokter, arsitek, akuntan, pustakawan, wartawan, maupun para imam dan khotib, Di dalam masyarakat informasi, kerja profesional antara lain berupa pen-ciptaan, pengolahan dan distribusi informasi.
B. Dampak Sosial Budaya Dari Industrialisasi Dan Revolusi Informasi
Untuk memasuki era industrialisasi perlu dilakukan upaya persiapan sosial dan budaya (social and cultural preparation), selain harus dilakukan upaya pemilihan kebijakan tentang model dan proses industrialisasi itu sendiri. Sebagai bangsa yang akan melakukan industrialisasi di belakang bangsa-bangsa yang telah maju lainnya, bangsa Indonesia mampunyai kesempatan untuk balajar dari pengalaman bangsa-bangsa yang telah maju dengan berbagai hasil capaiannya beserta dampak negatif yang ditimbu1kannya.
Pada kasempatan ini dikemukakan beberapa dampak nagatif dari proses industrialisasi maupun revolusi informasi, untuk diantisipasi penanggu1angannya dan dicari jalan keluarnya sarta dilakukan pemilihan model-model dan metodanya yang terbaik. Sekaligus dapat dijadikan bahan pemikiran untuk merumuskan peran sentral dan panyusunan program aksi bagi organisasi sosial keagamaan wanita.
Salah satu persoalan yang menonjol di dalam masyarakat industri adalah seluruh kehidupan telah terstruktur sedemikian rupa dalam sebuah “technostructure", karena mengejar efisiensi, ketepatan waktu dan persaingan yang tinggi serta orientasi kepada perolehan keuntungan yang tinggi, maka banyak anggota masyarakat yang mengalami stress. Lebih dari itu, manusia merasa tidak berdaya menghadapi struktur yang besar yang ia bangun sendiri. Seluruh kegiatan dan gerak hidupnya tidak lagi di dalam kekuasaannya untuk mengaturnya secara sadar. Rasa ketidak berdayaan ( po-werkessness) ini pada akhirnya akan menimbu1kan rasa keterasingan eksistansial (alienation) dan kehilangan makna hidup. Oleh karena di dalam masyarakat industri tingkat penderitaan stress, depresi bahkan bunuh diri sangat tinggi.
Situasi penuh persaingan yang menimbulkan stress ini kemudian melahirkan prilaku kekerasan (violence). Budaya kekerasan (Culture of violence) ini di tambah perkembangannya oleh penerbitan dan penayangan pornografi serta sadisme dan horor. Kekerasan ini dapat barupa kakerasan sosial, pamaksaan masyarakat terhadap kebijakan, keputusan dan peraturan maupun tatanan masyarakat yang tidak se1a1u berorientasi kepada kepentingan masyarakat banyak dan terutama masyarakat bawah. Kekerasan budaya, kekerasan teknik dan kekerasan pisik. Penganiayaan suami ter-hadap istri, anak terhadap ibu, perampokan dan pemerkosaan terhadap wanita dan anak-anak di bawah umur. Di dalam konperensi Puncak Sedunia untuk Anak-anak di PBB pada akhir bulan September 1990 yang lalu dilaporkan meningkatnya tindakan kekerasan terhadap anak-anak di seluruh dunia. Di negara industri modern seperti Amerika, pada tahun 80-an yang 1alu di1aporkan adanya kematian anak-anak karena dibunuh o1eh orang tuanya sendiri sejumlah 4000 anak. Sementara itu jumlah orang tua yang disiksa o1eh anaknya sendiri sekitar 6.000.000 orang.
Bentuk kekerasan tehnik (technical violence) yang merupakan puncak dari kekerasan sosia1, budaya, maupun kekerasan ideo1ogi ada1ah berupa peperangan semenjak perang dunia II diperkirakan telah terjadi lebih dari 120 kali peperangan yang telah menyebabkan matinya 19 juta manusia. Lebih dari 60% dari korban perang tersebut adalah penduduk sipil. Analisa lain yang memakai definisi pe-perangan yang lebih luas, melaporkan semenjak tahun 1945 s.d 1982 telah terjadi tidak kurang dari 277 kali peperangan di dunia. Hampir seluruh peperangan tersebut terjadi di negara Dunia Ketiga, kecuali 18 peperangan, 15 buah peperangan terjadi antar neqara, 62 kali peperangan berupa konflik perbatasan, dan 200 kali peperangan (72 %) berupa perang saudara. Sebuah studi yang lain memperkirakan se1ama 40 tahun terakhir ini te1ah terjadi 192 kali peperangan yang melibatkan 27 ribu tentara. Peperangan tersebut telah menelan korban 51.000.000 orang sipil dan militer, termasuk mereka yanq terluka, tertawan dan hilang. Peperangan tersebut juga telah menyebabkan 49.000.000 orang menjadi pengungsi baik internal maupun inter-nasional .
Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyebut perang nuklir sebagai penyakit menu1ar yang terakhir. Apabi1a perang nuk1ir terjadi, maka akibatnya tidak terba-yangkan yaitu pemusnahan ummat manusia berikut peradaban dan 1ingkungannya. Peperangan yang telah terjadi selama ini, telah pula menimbulkan kerusakan ling-kungan hidup, pergerakan dan perubahan dalam pola kependudukan dan pola pemukimannya. Bergeraknya massa pengungsi dan orang-orang yang terusir dari negaranya serta kehilangan tempat tinggal, dapat menimbulkan tekanan demografis atas tanah dan mempercepat erosi serta kerusakan lingkungan hidup lainnya.
Percobaan senjata nuklir telah menimbulkan pencemaran udara dan laut serta mempengaruhi perubahan cuaca dan iklim. Demikian pula per1ombaan senjata (arms race) te1ah menya1ahgunakan sumber pembangunan untuk keperluan pembuatan senjata pembunuh dan perusak. Pada tahun 1986, ketika PBB menyatakan sebagai Tahun Perdamaian Internasional, justru pada saat itu pembe1anjaan dunia untuk persenjataan mencapai puncaknya yaitu sejum1ah US $ 900 billion. Dengan demikian setiap bulan masyarakat dunia membelanjakan US $ 75 billion untuk persenjataan, setiap hari US $ 2.465,753.400,-, setiap menit US $ 1.712.329- dan setiap detik US $ 20.539,-. Dan itu berarti pada tahun 1986 yanq lalu, pembelanjaan persenjataan dunia sebesar sepertiqa dari pendapatan nasional (GNP) seluruh Dunia Ketiga yang dihuni oleh 70 X seluruh penduduk dunia.
C. Peranan Sentral Organisasi Wanita Islam
Untuk dapat mengambil peranan sentral di dalam menyongsong era industri-alisasi, maka yang pertama-tama harus di1akukan o1eh organisasi wanita sosial keagamaan adalah merumuskan kemba1i visi (nadzoriyah) dan misi ( risalah) yang diembannya serta kepedu1ian utamanya sesuai dengan perkembangan zaman dan perubahan sosia1 budaya yang dihadapinya. Menurut rumusan Lembaga Relawan PBB (The United Nations Volunter Service) dalam lokakarya regional Asia-Pasifik tentang "Peranan Pemuda di dalam Meningkatkan Pembangunan yang Partisipatif" pada bulan Desember 1989 di Kuala Lumpur, disebutkan bahwa syarat bagi efek-tifitas organisasi kepemudaan antara lain adalah:
1. Harus mempunyai rumusan tujuan dan sasaran yang jelas dan spesifik,
2. Harus mandiri (independent) ,
3. Harus terorganisasikan secara baik (dengan kepemimpinan yang baik, fleksi-bi1itas untuk me1akukan penyesuaian diri dengan berbagai perubahan situasi, de-mokratis dan accountable),
4. Harus kohesif dan memiliki kesadaran organisasi serta kepekaan sosial. Untak itu, maka organisasi wanita perlu melakukan penyadaran diri (self awareness rising), perumusan dan artikulasi diri (self articulation) dan actua1isasi diri (self actualization) sesuai dengan panggilan sejarah dan tantangan zamannya.
Sehubungan dengan terjadinya perubahan yang cepat dan multi dimensi, maka peran utama organisasi wanita Islam yang pertama adalah merumuskan visi-visi barunya tentang "masyarakat madani” dalam proses industrialisasi.
Organisasi wanita Islam perlu terus melakukan artiku1asi permasa1ahan yang dihadapi oleh kaum wanita di da1am masyarakat industri. Sehingga dapat mem-berikan pedoman dan panduan (guide lines) bagi masyarakat luas dan anggotanya. Sebagian penyebab dari kurang menariknya beberapa organisasi kemasyarakatan antara lain karena kurang artiku1atifnya organisasi tersebut. Atau artikulasinya kurang menyentuh permasalahan yang mendasar yang dihadapi oleh kaum wanita, khususnya dilingkungan masyarakat miskin, rentan dan marjinal.
Peran utama yang kedua dari organisasi wanita Islam adalah "untuk menyua-rakan hati nurani mereka yang tidak bersuara" ("the voiceless"). Melakukan advokasi sosial dengan memberikan kepedulian terhadap kaum dhu'afa yang terdiri dari kaum wanita yang dikurangi dan dilanggar hak-haknya, kaum ibu-ibu dan anak-anak yang menjadi korban dari kekerasan sosia1, kekerasan budaya dan kekerasan tehnik. Dan melakukan pendampingan sosial agar mereka dapat menolong dirinya sendiri dan untuk mengangkat harkat dan martabatnya.
Peran yang ketiga, melakukan penyadaran kritis (critical awareness building) kepada masyarakat. Suatu proses penyadaran yang sistematis lewat barbagai media dan tehnik, agar masyarakat manyadari potensinya dan mampu mengidentifikasikan masalah dalam proses industrialisasi dan mampu memecahkan masalah mereka sendiri serta mampu mengaktualisasikan diri mereka.
Peran yang keempat adalah menfasilitasi proses emansipasi sosial. Organisasi wanita Islam bekerja sama dengan sesama organisasi wanita Islam menjalin kersama dengan berbagai organisasi lainnya, melakukan “net working" dan membangun jalinan kerja di bidang sumber daya, penelitian, pendanaan, pelatihan, program aksi dan informasi. Pengorganisasian masyarakat serta jaringan kerja ini perlu untuk menfasilitasi suatu proses emansipasi sosial. Oleh karena itu, di dalam menyongsong era Industrialisasi, organisasi wanita Islam perlu mempersiapkan diri untuk me-lakukan pendakian yang tinggi.
D. Beberapa Alternatif Kegiatan dalam Menyongsong Era Industrialisasi
Dengan menyadari betapa per1unya untuk mengantisipasi proses indus-trialisasi ini, pertama-tama organisasi wanita Islam perlu mengembangkan program peningkatan kua1itas hidup manusia. Peningkatan kua1itas hidup tersbut antara 1ain adalah dengan pengembangan sumber daya manusia (human development).
1. Pengembanqan Ketenaga Kerjaan
Mengingat tingginya jumlah angkatan kerja usia muda dan wanita, maka ma-salah ketenaga kerjaan pada saat ini dan waktu-waktu mendatang perlu menjadi prioritas utama.
2. Dokumentasi, Komunikasi dan Informasi
Dalam menghadapi era informasi yang membarengi era industrialisasi, maka pembinaan kesadaran informasi serta kemampuan komunikasi untuk emansipasi sosial perlu dikembangkan. Untuk itu dapat dilakukan berbagai kegiatan di bidang pangembangan Dokumentasi, komunikasi dan informasi. Pada saat ini misalnya telah berkembang berbagai model latihan di bidang komunikasi sosial dan informasi untuk pengembangan masyarakat. Latihan-latihan ini antara lain meliputi:
a. Jurnalistik Jama'ah, Pedesaan / Perkotaan
1) Pengenalan terhadap berbagai bentuk dan model jurnalistik pedesaan/ perko-taan, terutama yang dapat dibuat dan dilakukan oleh masyarakat sendiri.
2) Perencanaan penerbitan Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
3) Proses produksi Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
4) Manajemen penerbitan Jurnalistik pedesaan / perkotaan.
b. Multi Media
1) Flexiplan : penggunaan media serba guna secara partisipatif
2) Fotonovella: pembuatan cerita/berita yang menarik dan komunikatif dengan menyusun foto-foto
3) Poster: penyampaian informasi dan pesan-pesan yang jelas dan menarik dengan gambar dan tulisan singkat
4) Media Jembatan Bambu: pemecahan masalah dan parencanaan partisipatif dengan mempergunakan gambar-gambar yang menarik
c. Media Elaktronika
1) Kaset Suara
2) Program Radio
3) Slide Suara
4) Program Video dan Film
d. Teatar
Dengan berbagai latihan yang meliputi antara lain :
1) Ekspresi diri
2) Ekspresi gerak
3) Ekspresi emosi
4) Ekspresi konflik
5) Ekspresi vokal
6) Ekspresi musik
7) Penulisan naskah
8) Pementasan
Dapat pula dilakukan berbagai kegiatan teater boneka dan lain-lain. Menarik juga untuk mengembangkan perpustakaan jama'ah di lingkungan wanita pekerja, baik untuk anak-anak, remaja maupun wanita dewasa.
3. Pendidikan Konsumen
Salah satu dari budaya yang menonjol pada masyarakat industri adalah bu-daya konsumerisme. Melimpahnya benda dan jasa yang ditawarkan dipasar, deras-nya arus iklan yang menarik masyarakat untuk melakukan konsumsi tinggi, ber-kembangnya model "gengsi-gengsian" sehingga masyarakat berlomba untuk mem-beli produk yang sebenarnya tidak diperlukan. Demikian pula banyaknya barang-barang komoditi yang dapat menimbulkan bahaya (makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika dll) dan berbagai jasa yang ditawarkan kepada masyarakat, sementara konsumen tidak tahu hak-haknya yang dilindungi hukum dan tidak dapat membela kepentingannya, sehingga konsumen selalu berada di dalam posisi yang sangat lemah di depan produsen maupun pengecer. Oleh karena itu program pendidikan konsu-men dan juga pengorganisasian kelompok konsumen merupakan program yang menarik dalam era industrialisasi.
4. Pendidikan Pembangunan
Pendidikan pembangunan di dalam masyarakat industri meliputi tiga hal seka-ligus. Pendidikan Kependudukan, Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pendidikan Per-damaian. Dua macam pendidikan pembangunan yang pertama (pendidikan ke-pendudukan dan lingkungan hidup sudah banyak dilakukan oleh berbagai kelompok organisasi sosial keagamaan), sedang pendidikan perdamaian yang merupakan isu yang sangat penting di dalam masyarakat industri ini, kurang mendapat perhatian. Di dalam masyarakat industri dan informasi, baik karena terbawa oleh kerasnya per-saingan, proses alienasi dan dehumanisasi yang lebih luas, serta berbagai perkem-bangan media pornografi dan sadisme, maka berkembang juga bentuk-bentuk kekerasan. Kekerasan sosial, kekerasan budaya, kekerasan struktural maupun kekerasan tehnik. Dan kebanyakan orang tua (Manula), wanita dan anak-anaklah yang menjadi korban dari berbagai bentuk kekerasan tersebut. Untuk itu perlu dikembangkan pendidikan perdamaian yang marupakan bagian dari pendidikan pembangunan. Pendidikan perdamaian pada dasarnya adalah model pendidikan yang melakukan penyadaran diri, pembentukan nilai, sikap tingkah laku, serta kemampuan analisis dan kecakapan tehnik di dalam menghadapi masalah-masalah perdamaian, seperti kekerasan, ketidak adi1an, perusakan lingkungan, penye1esaian konflik secara damai, kerja sama antar berbagai kelompok sosial, suku, bangsa dan budaya (me-ngembangkan budaya "salaam”).
Pendidikan perdamaian dalam perspektif ini sekurang-kurangnya mempunyai beberapa karakteristik:
a. Pendidikan perdamaian (bersama kependudukan dan lingkungan hidup). Ini mem-pergunakan dunia ("globe") ini sebagai unit analisis yang utama. Dengan pan-dangan bahwa permasalahan kemanusiaan dewasa ini bersifat struktural dan saling berjalin berkelindan. Dengan kata lain, bahwa bahaya ketidak adilan sosia1, po1itik dan ekonomi, kemiskinan, peperangan dan kerusakan lingkungan hidup itu akan mempunyai pengaruh terhadap manusia di seluruh dunia. Permasalahan ini mengatasi batasan disiplin ilmu pengetahuan maupun batasan kebangsaan dan harus dilakukan bersama-sama secara holistik.
b. Pendidikan perdamaian (bersama kependudukan dan lingkungan hidup) ini sangat peduli terhadap nasib manusia, mereka yang pada saat ini menghuni planet bumi ini maupun mereka yang akan dilahirkan sebagai generasi mendatang. Dengan demikian pendidikan perdamaian ini bersifat futuristik, mengupayakan model pembangunan yang adil dan berkelanjutan (sustainable deve1opment) .
c. Pendidikan perdamaian ini bersifat padat nilai dan berorientasi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur (value loaded dan Value oriented), sebab ia meng-upayakan pengurangan dan penghapusan ketidak adilan dan kesenjangan sosial serta berbagai bentuk kekerasan di semua peringkat. Dalam hal ini nilai-nilai ke-manusiaan yang luhur yang berdasarkan wahyu Ilahi merupakan orientasi utama bagi pendidikan perdamaian ini.
5. Wisata Kultural-Reliqius
Pariwisata merupakan industri yang akan berkembang dimasa depan. Per-kembangan pariwisata ini antara lain disebabkan oleh: a. Meningkatnya pendapatan masyarakat, sehingga mereka dapat menabung untuk keperluan rekreasi, b. Semakin luasnya waktu luang (pada akhir pekan, liburan semester atau cuti tahunan dll), c. Semakin banyaknya fasilitas transportasi, komunikasi dan penginapan, camping ground dll, d. Semakin banyaknya penawaran paket wisata murah, e. Semakin ber-kembangnya informasi (lewat TV, Maja1ah, radio) tentang berbagai tempat dan budaya, sehingga menarik masyarakat untuk dapat mengunjunginya (berwisata).
Untuk itu perlu dikembangkan program model wisata kultural religius yang beraspek pendalaman penghayatan dan pengkayaan nilai-nilai kultural religius, baik bagi wisatawan nusantara maupun wisatawan manca negara.
6. Pendampingan Sosial
Program pendampingan sosial ini dapat dilakukan terhadap berbagai kelompok sosial dengan berbaqai titik masuk (entry-point) yang relevan dan yang merupakan kebutuhan nyata dalam masyarakat.
Pendampingan sosial ini pertama-tama ditujukan kepada kelompok masyarakat rentan dan marjinal seperti : masyarakat miskin di perkotaan (urban squaters), petani wanita, buruh wanita, nelayan wanita, pembantu rumah tangga, anak-anak yang terlantar, Manula, penderita cacat. Pendampingan sosia1 ini terutama ditujukan untuk meng-angkat harkat dan martabat mereka serta memberikan kemampuan (empowering) kepada mereka agar dapat mandiri.
Salah satu model sederhana yang dapat dikembangkan, misalnya model pen-dampingan anak-anak dengan orang tua tunggal (single parent) maupun anak-anak yang sering mendapat perlakuan kekerasan dari orang tuanya antara lain berupa pendampingan persaudaraan. Di mana pendamping sosial menyediakan sebagian waktunya, satu atau dua jam dalam satu minggu untuk menemani dan membimbing anak-anak tersebut dengan membacakan cerita, membawa berja1an-ja1an ke1uar rumah, atau sekedar mene1pon untuk menyapa maupun bercakap-cakap. Dan masih banyak model dan cara lain untuk meno1ong bagi orang 1ain yang menderita.
7. Kelompok Diskusi dan Studi
Salah satu kegiatan yang manarik bagi remaja dan pemuda yang sedang tinggi rasa ingin tahu, semangat artikulasi serta daya kritis dan dinamikanya adalah berupa kelompok studi dan diskusi. Oleh karena cepatnya perubahan sosial budaya dalam masyarakat industri, maka berbagai pengkajian perlu di1akukan. Setidak-tidaknya tersedia forum untuk berbagai ide, kepedu1ian dan pangalaman serta rencana-rencana bagi orang-orang muda. Suatu forum untuk melakukan artikulasi dan ekspresi diri secara eksistensial.
Kelompok studi ini dapat melakukan studi yang mendalam, dengan turun ke lapangan, misalnya meneliti kehidupan pedagang asongan, wanita tukang bangunan, ibu pedagang sayur, pembantu rumah tangga wanita, wanita buruh tani dll. Atau dapat mendiskusikan beberapa kasus yang beritanya dimuat di dalam majalah atau surat kabar.
8. Refleksi Teologis
Untuk memberikan akar yang mendalam dan sumber nilai serta spiritualitas bagi gerakan wanita Islam, nampaknya semakin diperlukan perenungan dan refleksi imani/teologis terhadap berbagai masa1ah sosial yang berhubungan dengan wanita. Gerakan wanita di dalam era industrialisasi modern menghadapi berbagai persoalan yang lebih rumit di banding dalam masyarakat agraris tradisional. Oleh karena itu diperlukan pula landasan dan visi serta perspektif teologis yang lebih mendalam, bukan saja dari segi sah dan batal suatu tindakan atau halal dan haramnya sesuatu.
9. Manajemen Organisasi Nirlaba
Berkembangnya lembaga swadaya masyarakat dan berbagai organisasi nirlaba (nonprofit, organisation) dan keterlibatan mereka dalam gerakan partisipasi sosial dalam pembangunan masyarakat, telah melahirkan berbagai model dan tehnik ma-najemen khusus bagi gerakan kemasyarakatan yang tidak berorientasi mencari keuntungan tersebut. Model manajemen ini merupakan a1ternatif dari model-model manajemen industri dan manajemen parusahaan yang lahir bersama proses in-dustrialisasi di Barat. Organisasi ini lebih berorientasi kepada pendampingan sosial untuk memberikan kemampuan kepada masyarakat untuk berdiri sendiri. Model manajemen ini lebih bersifat partisipatif dengan semangat berbagi dan pengabdian.
Kalau selama ini banyak organisasi kemasyarakatan yang mengadopsi model manajemen perusahaan yang diterapkan pada organisasi kemasyarakatan, maka sudah saatnya bagi lembaga swadaya masyarakat maupun organisasi wanita Islam untuk mengembangkan model manajemen gerakan yang sesuai dengan visi dan misi serta program aksinya.
Sama halnya dengan manajemen perusahaan, manajemen gerakan organisasi nirlaba ini juga meliputi masalah, kepemimpinan, pengelolaan sumber daya (ma-nusia), manajemen tenaga relawan, pengelolaan program dan proyek, pemasaran produk organisasi nirlaba, pendanaan organisasi nirlaba, manajemen keuangan or-ganisasi nirlaba, dinamika kelompok, hubungan dengan pihak dampingan, penge-lolaan waktu dan lain-lain yang berdasarkan filsafat dan model gerakan organisasi kemasyarakatan.
E. Khotimah
Era industrialisasi merupakan keniscayaan yang tidak mungkin dapat dielakkan dan ditentang. Dengan demikian organisasi-organisasi kewanitaan memerlukan reformulasi gerakannya, sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap anggotanya dalam memasuki era industrialisasi secara radik dan cerdik.
Namum demikian sudah barang tentu pada setiap tahap perkembangannya perlu penyesuaian dan pengembangan. Sesuai dengan dinamika perkembangan era industrialisasi dan informasi yang hadir secara berbarengan.
DAFTAR RUJUKAN
Abdu1l ah, Muhammaad Khouj, DR, Education in Islam , The Is1amic Center, Washington, DC .1987
AI-Asy'ari, Abu Bakar, Tugas Wanita dalam Islam, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum untuk Wanita dan Keluarga, Jakarta, 1981
Brown, Lester R, dan Wolf, Edward C, A Sustainable Society: the Challenge for World Leadership, dalam Breakthrough, Vol. 9, No, 1-3, Global Education Associates, New York, 1988
Fakih, Mansour dan Topatimasang, Roem , Biarkan Kami Bicara, Panduan Latihan Komunikasi Pengembanqan Masyarakat, P3M, Jakarta, 1988
Fanani, Ahmad dan Hasyim, Musthafa W, Menerobos Masyarakat Industri, Tantanqan Generasi Muda Islam, Sha1ahuddin Press, Yogyakarta, 1985
Hassan., Prof, DR. Riffat, Teologi Parempuan Dalam Tradisi Islam, da1am Ulumul Quran, Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, Vol.1, Lem baga Studi Agama dan Filsafat, Jakarta, 1990
Ihromi,T0., Wanita Sebagai Penerus Nilai-nilai kepada Generasi Muda, dalam "Prisma" , No, 5, Tahun IV, LP3ES, Jakarta, 1975
Jacob, Prof. DR. T, "Manusia, Ilmu dan Teknologi, Pergumulan Abadi dalam Perang dan Damai" PT, Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta,, 1988
Jones, Lynne, "women in the Shadow of Debt", dalam "CCPD for a Change", No, 2, CCPD, Geneva, 1989
Karl , Marilee, ''Integrating Women into Multinational Development”, da1am ''Women's Internationa1 Bu1letin'' , N o . 24, ISIS, Geneva, 1982
King, Ursula, "The Spiritual Herritage of Wowan", dalam "Ilmu Dan Budaya" ,, tahun VIII, No, 4, Universitas Nasional, Jakarta, 1986
Kuntowijoyo, DR, “Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia”, Shalahuddin Press, Yogyakarta., 1985
Naisbitt, John dan Aburden, Patricia, "Megatrends 2000: Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 199O-an", Seri Ringkasan Bagi Eksekutif, Warta Ekonomi, Jakarta, Cetakan keempat
Obenhous, Victor, "Ethic for an Industrial Age". Harpar and Raw, New York, 1965
PRIA, "Empowering Women ; Organisational Models", dalam "Woman in Acti-on". No, 2., ISIS International Woman's Journa1, Geneva , 1989
Romero, Rene, "Educating for Peacs in an Interdependent World", dalam "Social Alternatives", Volume 9, No. 2, Queensland, 1990
Sjahrir, Kartini, "Wanita : Beberapa Catatan Antropologis", dalam "Prisma". No. 10, tahun XIV, LP3ES, Jakarta 1985
Sirikanchana, Pataraporn, "Mother Divine : The Lady of Peace", dalam "Seed of Peace". Vol. 3, No. 3, Thai Inter-Religious Commission for Development, Bangkok, 1987
Soepangat, DR. Parwati, "Pengaruh Perkembangan Psikologi Wanita terhadap Perilaku Wanita Masa Depan", dalam "Warta Studi Perempuan”. No. 1-2, PDII, Jakarta 1989
Vriens, Lennart, "Peace Education in the Nineties, A Reappraisal of Values and Options" dalam "Peaca. Environment and Education", No. 1, Autumn, Sweden, 1990
Tidak ada komentar:
Posting Komentar